Bagi sebagian besar orang, hidup di kota besar khususnya Jakarta, harus mempunyai mental (jiwa) yang matang. Setiap hari selalu ada peristiwa-peristiwa yang tidak enak didengar, dibaca atau dilihat secara langsung. Kejadian yang terjadi setiap hari dan berbeda-beda, seperti penjambretan, penodongan, perampokan, pembunuhan, kecelakaan, penculikan, tawuran, pertikaian masalah tanah, juga pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga seperti menjadi ‘menu’ tambahan yang harus kita nikmati tiap hari, entah dari media massa atau pembicaraan dari mulut ke mulut. Belum lagi berita mengenai bencana alam, kegagalan panen, serangan ulet bulu, kerusuhan antar etnis dan berbagai macam berita miring lainnya yang membuat pikiran kita menjadi ‘mumet’
Kalau kita mendengar dan membaca berita-berita di atas, kira-kira apa respon kita? Akan berbeda-beda responnya. Beberapa mungkin mengatakan: ”Itulah resikonya tinggal di Ibukota”,“Akhir jaman sudah semakin dekat” atau “EGP” (Emang Gue Pikirin). Berbagai macam kejadian yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat seperti ini, bagi sebagian orang bisa menimbulkan stress.
Apa yang dimaksud dengan stress? Stress merupakan istilah sangat netral, menunjuk pada hal yang selalu dialami manusia dalam kehidupannya sehari-hari . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Stress adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yg disebabkan oleh faktor luar. Jadi ada stimulus atau rangsangan yang menimbulkan stress dan itu semua dipengaruhi dari luar.. Secara sederhana stress dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan di mana individu terganggu keseimbangannya. Stress terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu untuk berespon secara sesuai.
Stress menampilkan diri melalui berbagai gejala, seperti meningkatnya kegelisahan, ketegangan, dan kecemasan; sakit fisik atau kerap disebut psikosomatis (sakit kepala, mulas, gatal-gatal, diare); adanya kelelahan, ketegangan otot, gangguan tidur, atau meningkatnya tekanan darah dan detak jantung. Stress juga dapat tampil dalam perubahan pada perilaku: individu jadi tidak sabar, lebih cepat marah, menarik diri, atau menampilkan perubahan pola makan. Sebagian individu merasa frustasi, tak berdaya, menjadi lesu dan memiliki penilaian diri rendah.
Sebenarnya stress merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Ketika kita berkendaraan lalu terjebak dalam kemacetan, kemudian roda kendaraan kita kempes dan harus diganti, ditambah ketika kita mengganti ban tersebut hujan turun dan kita kebasahan, sampai di kantor lupa membawa presentasi dan seterusnya. Semua kejadian itu dapat memunculkan stress.
Meski ada banyak peristiwa dan kejadian yang sering mengganggu ritme kegiatan kita, tapi itu semua harus dilihat sebagai bagian kehidupan yang harus dijalani. Stress tidak perlu selalu dilihat sebagai hal yang negatif. Dalam hal-hal tertentu, stress memiliki dampak positif. Eustress adalah stres dalam artian positif, yakni keadaan yang dapat memotivasi, dan berdampak menguntungkan. Sebagai contohnya, ada orang-orang yang bila sudah terdesak waktu, tiba-tiba akan terbangkitkan kreativitasnya. Ada pula yang karena merasa tertinggal, memotivasi diri sendiri dan dapat berprestasi gemilang.
Dalam bukunya “The Superstress Solution, Roberta Lee, MD mengemukakan ada beberapa cara untuk mengendalikan stress;
1. Sederhanakan hidup
Hapus beberapa acara dan kegiatan dari daftar agenda anda. Bagaimana caranya? Tanyakan kepada diri Anda pertanyaan ini untuk setiap isi agenda anda: Apakah saya akan mati besok kalau ini tidak bisa dicapai? Mungkin akan banyak yang bisa dihapus.
2. Tentukan prioritas
Katakanlah Anda punya lima rencana hal yang harus anda lakukansatu minggu ke depan, berikan setiap satu angka antara 1 dan 10,10 menjadi yang paling penting (yang paling mendesak dan mengancam jiwa). Lakukanlah dari yang mendapat angka tertinggi.
3. Berkolaborasi dan bekerja sama
Ada banyak orang di sekeliling anda yang siap membantu pekerjaan anda. Mengapa tidak membiarkan mereka melakukan beberapa tugas anda sehingga anda tidak perlu melakukannya semua?
4. Tertawalah
Sama seperti stress kronis dan berat dapat merusak sistem organik dalam tubuh kita, humor dapat menyembuhkan.
5. Berolahraga secara teratur
Olah raga dapat mengurangi stressdengan berbagai cara. Pertama, latihan kardiovaskular dapat melepas zat kimia di otak untuk merangsang pertumbuhan sel-sel syaraf. Kedua, olahraga meningkatkan aktivitas serotonin dan / atau norepinefrin. Ketiga, detak jantung membantu melepaskan endorfin dan hormon yang mengurangi rasa sakit, menyebabkan euforia, dan membantu mengontrol respon otak terhadap stress dan kecemasan.
6. Lakukan satu hal dalam satu waktu
Memangmengerjakan beberapa hal sekaligusmemang tidak bisa dihindari dalam budaya kita yang serba ingin cepat. Tapi apakah kita benar-benar harus secara bersamaan memasak makan malam, berbicara dengan Ibu, membantu pekerjaan rumah, dan periksa e-mail?
7. Membuat batasan
Berbicara tentang kegiatan, tidak akan ada habisnya. Tapi otak, kemampuan dan waktu kita terbatas, sehingga sangat penting untuk membatasi, apa yang bisa kita lakukan, apa yang tidak. “Memborong” dan menyanggupi semua tawaran pekerjaan dan acara akan membuat kita bertambah stress, karena pada akhirnya kita kehabisan waktu dan tenaga untuk melakukannya semua.
8. Berpikir secara global
Jangan memusingkan hal-hal kecil.
9. Pilihlah teman anda
Terkadang seperti juga energi positif, energi negatif itu pun menular. Maka pilihlah dengan siapa anda bergaul. Berada di dekat orang yang selalu mengeluh danberprasangka buruk, akan membawa akibat negatif bagi anda juga. Sebaliknya sikap optimis dari teman juga bisa menularkan akibat positif bagi diri anda.
10. Tidurlah yang cukup dan nyenyak
Semuanya rusak bila anda tidak tidur dengan baik. Setiap gangguan tidur akan mengurangi performa mental. Stres mempengaruhi tidur dan sebaliknya. Para peneliti di Pennsylvania State University College of Medicine membandingkan pasien dengan insomnia dan dengan pasien tanpa gangguan tidur dan menemukan bahwa penderita insomnia dengan gangguan tidur yang paling parah tingkat stressnya.
11. Menurunkan standar Anda
Kesempurnaanyang anda tuntut dari diri sendiri juga orang lain, bisa juga menyebabkan stress. Tidak ada sesuatupun yang sempurna dalam kehidupan ini, jadi berdamailah. Jika angka 100 tidak dapat anda dapatkan, maka angka 80 pun sudah lebih dari cukup.
12. Belajar berkata tidak
Jika anda belum belajar bagaimana dengan sopan menolak pencalonan dari kepala sekolah untuk menjadi panitia penggalangan dana berikutnya, saatnya anda berdiri di depan cermin dan berlatih. Ucapkanlah hal ini: "Bapak Kepala Sekolah, aku sangat tersanjung dengan undangan untuk melayani di komite anda. Tapi aku tidak bisa melakukannya saat ini. "
13. Temukan cara untuk memulihkan diri
Temukan cara untuk bersenang-senang melepaskan kepenatan jiwa raga anda dan lakukan hal ini secara rutin.
14. Sesekali keluar dari rutinitas hidup
Lakukan sesuatu di luar kegiatan rutin yang anda lakukan sehari-hari. Mengambil cuti kerja sesekali untuk menyendiri, atau jika anda punya jalur khusus yang anda tempuh untuk berangkat kerja, sesekali ambillah jalur lainnya, yang jarang anda tempuh. Jika anda terbiasa mendengarkan radio dalam perjalanan anda, sesekali jangan lakukan hal itu.
Jadi jika kita tahu bagaimana menyikapi stress, kita bisa mengubah kejadian atau peristiwa yang memungkinkan untuk munculnya stress menjadi eustresss, di mana setiap keadaan atau kondisi yang buruk terjadi, membuat kita bergairah dan memotivasi kita untuk tampil dengan lebih maksimal lagi. Jadikan stress sebagai ‘vitamin’ untuk kita terima dan diolah menjadi energi baru untuk melakukan aktifitas kita selanjutnya.
Sumber:
-Yayasan Pulih
-Buku “The Superstress Solution”, Roberta Lee, MD
Rumahshine juga mengadakan seminar edukasi dengan tema: Pencegahan dan Pemulihan dari Stress. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini atau buka web kami di www.rumahshine.org
Artikel menarik lainnya:
1. Kesaksian korban kekerasan secara verbal
2. Hati-hati!! Bisa terjadi kekerasan dalam pacaran
3. Mengatasi dan mengendalikan rasa kekhawatiran
4. 7 Alasan yang salah untuk menikah
5. Dampak dari pelecehan/penganiayaan terhadap anak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H