" Fisika Halliday... Iya, ada... Apa lagi ? "
TELEPON di rumah kami berdering awal Agustus yang lalu. Si Bungsu yang mengangkat. Lalu percakapan itu terjadi.
" Halliday udah. Apa? Giancoli? Iya ada juga. Chang.. Kimia.. oh, ini dia... Iya... Iya nanti dibawain... "
Mendengar percakapan itu dan apa yang dilakukan si bungsu saat menerima telepon, bisa kuduga, siapa yang ada di ujung lain saluran telepon itu.
Si bungsu, sambil pesawat telepon berada di kupingnya, berdiri di kamar, di depan rak buku dimana buku- buku pelajaran kakaknya berada.
" Itu Mas ? " tanyaku pada si bungsu, yang dijawab dengan anggukan.
Lalu, lanjut si bungsu, " Kata mas, bukunya tolong dibawain kalau kita kesana. "
Aku mengangguk paham. 'Kesana' yang dimaksud adalah jika kami datang menengok ke kota dimana si mas itu kini berada.
Yang disebut 'mas' oleh si bungsu itu adalah kakaknya, anak tengah kami, anak nomor 2 yang saat itu baru saja diterima di Perguruan Tinggi yang letaknya di kota yang berbeda dengan tempat kami tinggal.
Baru usai daftar ulang. Kuliah baru akan dimulai beberapa minggu setelah itu tapi rupanya dia sudah mulai mempersiapkan buku- buku apa saja yang akan dibutuhkannya dan mendapati bahwa beberapa buah buku yang akan digunakannya di tahun pertama sudah dia miliki saat SMA.