Mina.. Arafah..
PASRAH.. pasrah.. pasrah.
Ikhlas.. ikhlas.. ikhlas.
Itu adalah hal- hal yang senantiasa kuingatkan pada diriku sendiri selama menunaikan ibadah haji, dua tahun yang lalu.
Telah kubaca banyak cerita. Telah kudengar banyak riwayat.
Ibadah haji merupakan ibadah dimana jutaan orang berkumpul pada suatu waktu tertentu di tempat yang sama. Bisa dibayangkan suasananya.
Maka kuingatkan diriku sendiri, untuk fokus pada tujuan keberangkatan kami – aku dan suamiku – ke Tanah Suci. Niat kami beribadah. Itu saja. Sepanjang tujuan beribadah itu tercapai, aku sudah akan mensyukurinya. Semua yang lain diluar itu, aku upayakan agar tak terlalu menjadi pikiran.
Jenis makanan, kendaraan, fasilitas, tak lagi menjadi pikiranku.
Dan itulah yang aku lalukan setibanya di Tanah Suci, bahkan sejak mendarat di Madinah.
Soal makanan misalnya, aku tak pernah mau repot- repot memusingkan jenis makanan, atau antri makanan. Tak pernah berminat untuk hadir di ruang makan lebih awal agar menu masih lengkap.
Aku berangkat ke ruang makan sesempatnya saja. Dan faktanya, makanan itu toh selalu ada tersedia. Dengan beragam macam bentuknya.