Telepon di rumah kami berdering dini hari tadi.
SUAMIKU meraihnya. Aku terduduk di tempat tidur dan melirik jam. Jam 3 pagi !
Telepon itu memberitakan bahwa rumah di belakang rumah kami kebakaran.
Mulanya kami pikir, kebakaran terjadi di belakang rumah yang kami tinggali. Tapi bukan. Rumah yang terbakar itu, ternyata rumah yang berpunggungan dengan rumah lama kami. Di kompleks yang sama dengan rumah yang kami tempati kini, di blok lain.
Rumah itu rumah pertama kami. Rumah mungil yang kami beli saat kami belum lama menikah . Bertahun kami tinggal disana sampai kemudian kami memiliki rejeki untuk pindah ke rumah baru yang lebih luas, rumah kami yang sekarang. Tetap di kompleks yang sama.
***
Wah, pikirku. Kalau sampai api merambat...
Kutepis pikiran buruk itu.
Jika aku mencerna dengan benar, saat telepon kami terima, api belum merembet ke sebelah menyebelah. Semoga tidak, pikirku. Walau tahu, kemungkinan itu besar. Rumah disana itu mepet- mepet satu sama lain. Tembok bertemu tembok. Punggung rumahnya, berdempetan.
Aku ingat dulu ketika masih tinggal di rumah itu, suatu senja ketika tiba- tiba suara seperti air bah terdengar di belakang rumah. Ternyata tandon air di rumah yang berpunggungan dengan kami itu pecah dan airnya tumpah meluber ke rumah kami.
Sontak area jemur yang kami buat di atas dapur kebanjiran. Selain itu, makanan yang kami masak untuk makan siang itu yang ada di dalam lemari dapur, juga basah tersiram air.