Lihat ke Halaman Asli

Rumah Kayu

TERVERIFIKASI

Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selingkuh No, Poligami Yes?

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1330527254376696509

Tentang perselingkuhan, poligami, dan cinta... DARIPADA berselingkuh, lebih baik poligami. Kalimat ini kerap diungkap beberapa teman. Kesan yang aku tangkap adalah, poligami merupakan alternatif jika selingkuh sudah terlanjur dilakukan. Yang menarik adalah, beberapa teman perempuan yang menganjurkan poligami justru mengatakan tidak bersedia dimadu. Artinya, poligami dinilai sebagai hal yang bisa dipahami, kendati belum sepenuhnya diterima (menganjurkan orang lain melakukan tapi tak bersedia jika terjadi pada diri sendiri).

Aku pernah menyaksikan tayangan televisi (sudah lupa kapan dan tv apa) yang membahas tentang poligami, dan mengambil contoh kasus seorang mubaligh kondang yang beberapa tahun lalu kerap menghiasi layar kaca. Tayangan itu menggambarkan bagaimana tokoh ini  mengumumkan secara terbuka bahwa dia akan menikah lagi, dan istrinya yang pertama setuju. Kemudian dipaparkan bagaimana setelah dia berpoligami, 'karirnya' kemudian mulai merosot, undangan ceramah mulai menipis dan kontrak di stasiun tv tidak diperpanjang. Reportase di televisi itu menyimpulkan, kalau kemerosotan itu disebabkan karena dia berpoligami. Masyarakat Indonesia bisa memahami kenapa dia berpoligami, tapi tidak (atau belum) bisa menerima. (Siapa tokoh dimaksud, tak perlu ditulis ya? Tapi aku yakin teman-teman tahu siapa dia). Dari sudut pandang laki-laki (suami), poligami memang bisa menjadi alternatif jika karena sesuatu dan lain hal, terlibat cinta terlarang dengan perempuan lain. Seperti yang kerap diungkap beberapa teman, daripada berzinah, yang jelas-jelas dibenci Tuhan, lebih baik poligami yang halal. Namun resep ini hanya bisa berlaku jika si lelaki selingkuh dengan perempuan yang masih gadis. Bagaimana jika si lelaki berselingkuh dengan perempuan yang sudah punya suami? Apakah si perempuan harus bercerai dengan suaminya untuk kemudian kawin dengan pasangan selingkuhnya? Dari sisi perempuan, seorang gadis (atau janda) yang berselingkuh dengan lelaki yang sudah berkeluarga mungkin tak keberatan jika dimadu. Apalagi jika dia sudah terlanjur mencintai kekasihnya. Tapi bagaimana jika yang selingkuh itu sudah punya suami? Apakah harus poliandri? Berbeda dengan poligami yang sudah bisa diterima, poliandri dianggap sebagai hal yang sama sekali tidak patut. Oh ya maaf, posting soal poligami ini sengaja difokuskan pada hal-hal praktis. Untuk hal terkait religi, mohon teman-teman yang lebih paham bisa membantu memberi penjelasan. Atau mungkin ada teman yang sekarang menjadi 'pelaku' poligami dan bisa memberikan 'kesaksian"? Atau mungkin ada teman perempuan yang menjadi istri pertama, kedua atau kesekian yang mau berbagi pengalaman? Kembali ke poligami, aku pribadi menganggap hal ini tergantung bagaimana konsep kita tentang pernikahan. Pada kondisi normal, pernikahan dianggap sebagai penyatuan seorang lelaki dan perempuan, yang meninggalkan orang tua masing-masing untuk membentuk keluarga yang baru. Bahwa mereka, tidak lagi dianggap sebagai dua person yang terpisah tapi telah menjadi satu kesatuan. Dengan poligami, berarti tidak hanya dua person yang menjadi satu, tapi bisa tiga, empat atau lima. Poligami juga terkait dengan konsep kita tentang cinta. Apakah cinta itu ibarat kue tart yang bisa dibagi? Dengan memberi separuh ke istri pertama dan separuhnya lagi ke istri kedua? Atau dibagi empat sama-rata-sama-rasa? Ataukah cinta itu begitu abstraknya hingga kita bisa memberikan seratus persen untuk istri pertama dan seratus persen ke istri kedua? Bagaimana pendapat Anda?

** gambar diambil dari: smh.com.au **




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline