Lihat ke Halaman Asli

Rumah Kayu

TERVERIFIKASI

Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Setelah Pertengkaran: Ketika Jemari Saling Bertaut (Kembali)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13259368581948682588

* bagian ke-5 dari serangkaian tulisan *

Senja merayap. Dee masih berada di halaman belakang rumah kayu. Diletakkannya buku yang dipegangnya. Lalu dia memandang berkeliling Dan matanya dengan segera menangkap sebuah sepeda merah yang tergeletak di salah satu sudut halaman. Lalu juga, tumpukan batu bata yang dibentuk menjadi beberapa buah rintangan. Sepeda Pradipta dan rintangan yang dibuatnya ketika bermain. Dee mengedarkan pandang kembali. Yang terlihat olehnya adalah sebuah ban bekas yang terikat dengan tali tambang yang kuat pada dahan pohon di halaman. Ayunan yang dibuatkan Kuti untuk Pradipta. Lalu di pojok sana… Dee menghela nafas. Ada keran dan pancuran air. Dulu, sengaja dipasang Kuti di sana. Pradipta senang mandi dan bermain air di situ. Rasa rindu menyeruak ke dalam hatinya. Sedang apa ya Pradipta sekarang, pikir Dee. Dan dia bangkit dari duduknya. Akan kujemput Dipta ke rumah Hes sekarang, pikir Dee… Dia ragu sejenak. Kuti masih marah tidak ya? Maukah dia jika kuajak menjemput si kecil bersama- sama ke sana?

***

Sementara itu, di ruang dalam, di hadapan komputer, Kuti masih mendengarkan lagu “Tentang Kita” di headset-nya… Kembali... Kembalilah kini Benahi... Benahi kini Kembali... Kembalilah kini Berjanji... Berjanjilah kini ... ... Mari genggam jemari, memadu dua hati, saling memiliki Kembali... Kembalilah kini, s'gala asa berseri Benahi... Benahilah kini, kepekaan nurani… Kepekaan nurani? Lirik lagu itu menerobos ke dalam pikiran Kuti. Kepekaan nurani inilah yang tadi pagi menjadi penyulut silang sengketa. Tapi… Ah, mungkin Dee bersikap begitu benar- benar karena hanya ingin menyenangkan Pradipta semata, Dan barangkali dia memang belum memahami sepenuhnya mengapa sikapku seperti itu, pikir Kuti. Sedang apa Dee sekarang, pikir Kuti. Dan… sedang apa si kecil Pradipta sekarang? Kuti menggeser duduknya. Kla Project masih melantunkan lagu di dalam headset tapi Kuti tak lagi ingin mendengarkan lagu. Akan kujemput si kecil ke rumah Hes, pikir Kuti. Dan… mmm, Dee mungkin masih kesal, tapi aku yakin dia mau jika kuajak pergi bersama ke sana, pikirnya lagi…

***

Dee berjalan masuk ke dalam rumah. Dari arah berlawanan, Kuti berjalan menuju halaman. Dan keduanya berpapasan... Dee menatap Kuti. Tanpa senyum. Kuti yang mulai tersenyum dalam hati. Dia mengenali Dee dengan sangat-sangat-sangat baik. Dalam situasi ketika Dee yang memang pada dasarnya perasa sedang tak enak hati, Kuti selalu tahu bagaimana cara mengatasinya. Direngkuhnya bahu sang istri. Dan dia berkata, " Jemput Dipta, yuk? " Dee tak menjawab. Kerongkongannya tersekat. Dia sungguh ingin menangis. Dia kesal, tapi juga sedih dan merasa bersalah. Kuti menatap sang istri dan melihat anggukan kecil di sana. Cukup baginya untuk mengerti apa yang ada di dalam pikiran dan hati Dee. Nanti sajalah bicara, pikir Kuti, sekarang, yang penting, menjemput si kecil dulu ke rumah Hes...

***

Berdua, mereka melangkah perlahan menuju rumah Hes. Kuti menggandeng tangan Dee. Dan Dee dengan senang hati merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka. Sejujurnya, Dee tak terlalu heran bahwa setelah pertengkaran tadi pagi, mereka lalu dapat bertemu di satu titik kembali seperti ini. Bukan kejutan bahwa Kuti pada saat yang sama ternyata juga memiliki pikiran yang serupa dengan pikirannya, seperti pikiran untuk menjemput Pradipta saat itu. Dee sudah lama tahu bahwa diantara dia dan Kuti, ada benang halus yang sangat kuat terajut. Benang yang menghubungkan hati dan pikiran mereka. Benang yang getarannya ada pada rentang frekwensi yang sama. Dan karena itulah, kadangkala, kata- kata tak lagi diperlukan... Walau kali ini, pikir Dee, aku akan menanyakan pada Kuti mengapa tadi pagi dia begitu bersikeras dengan sikapnya. Tapi itu bisa menyusul nanti...

***

Mereka telah tiba di depan pagar rumah Hes. Kuti menekan bel. Terdengar suara dering bel itu berbunyi di dalam rumah... p.s. waaah.... ternyata (masih) bersambung (lagi)...  :)

** gambar diambil dari: colourbox.com **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline