Lihat ke Halaman Asli

Rumah Kayu

TERVERIFIKASI

Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Menikmati Kegagalan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang kegagalan, dan keberhasilan… BEGITU banyak media menurunkan berita tentang Steve Jobs saat pendiri Apple Inc., perusahaan yang melahirkan iPhone, iPad, iPod dan Mac itu meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Apple disebut- sebut sebagai perusahaan teknologi dengan jumlah asset terbesar, 362 milyar dollar Amerika, disusul oleh IBM dan Microsoft. Banyak artikel tentang Jobs menuliskan kembali kisah pahit Steve Jobs yang bahkan pernah terusir dari Apple, perusahaan yang didirikannya. Sesudah berbagai jalan berliku ditempuhnya, sebelas tahun setelah dia meninggalkan Apple, Jobs akhirnya kembali ke Apple karena perusahaan lain yang dia dirikan, Next, dibeli oleh Apple. Sebuah keberhasilan manis yang diraih setelah hal sangat pahit menimpanya.

***

Ada artikel menarik di Washington Post yang berjudul How We Succeed by Failing menyoroti hal tentang keberhasilan dan kegagalan yang juga menggunakan cerita tentang Steve Jobs yang harus meninggalkan Apple sebagai ilustrasinya. Steve Jobs, walaupun sangat sukses, juga sering gagal, termasuk pernah mengalami kegagalan yang sangat parah. Kathleen Parker, penulis artikel di Washington Post tersebut menyarikan pelajaran yang dapat diambil dari apa yang dialami oleh Jobs: kadang- kadang seseorang (memang) harus gagal untuk dapat berhasil. Pada umumnya, manusia memang harus pernah merasakan kegagalan untuk dapat berhasil, tulis Parker. Tak ada seorangpun yang tiba- tiba bisa berada di puncak. Bahkan orang yang beruntungpun kadangkala mengalami ketidak beruntungan. Siapapun dengan riwayat hidup yang cemerlang dan penuh kesuksesan juga memiliki riwayat tentang kegagalan, penghinaan dan kemunduran. Senada dengan apa yang ditulis di Washington Post itu, sebuah posting menarik yang dimuat di akun sukangeblog juga menyoroti tentang kegagalan ini. Posting tersebut mengambil ilustrasi dari kisah Stephen King, penulis kisah misteri terkenal yang konon mengalami banyak penolakan atas karya- karyanya sebelum akhirnya bertahun- tahun setelah mencoba menulis lagi, lagi dan lagi akhirnya sebuah karyanya diterbitkan. Dan pada akhirnya dia meraih kesuksesan. Novel- novel yang ditulis Stephen King hampir selalu menjadi novel best seller. Bukan hanya Stephen King. Dalam dunia tulis menulis, salah satu contoh populer lain adalah tentang J.K. Rowling. Harry Potter and The Philosopher Stone, buku pertama dari serial Harry Potter yang sangat terkenal itu, ditolak oleh banyak penerbit, terutama penerbit- penerbit besar. Harry Potter akhirnya diterbitkan oleh Bloomsburry, sebuah penerbit kecil di London ( dan keputusan untuk menerbitkan buku ini bukan diambil atas dasar keputusan profesional para editor senior tapi semata sebab putri CEO penerbit Bloomsburry yang berusia delapan tahun memohon pada ayahnya agar bersedia menerbitkan buku itu ). Harry Potter kemudian ternyata meledak menjadi sebuah karya fenomenal.

***

Kegagalan, sebenarnya adalah sesuatu yang wajar dialami oleh manusia. Seperti keberhasilan, kegagalan adalah suatu siklus hidup. Bagian dari perjalanan jiwa untuk memaknai hidup, mencapai pengertian akan hidup, agar dapat mencapai sesuatu yang lebih baik. Tentu, tentu saja manusia harus memiliki kekuatan dan keberanian untuk menghadapi situasi sangat tak enak yang bernama kegagalan itu. Hanya manusia- manusia yang kuat yang bisa bangkit lagi, dan lagi setelah jatuh dan gagal. Dan manusia- manusia semacam inilah yang kelak akan mencatat sejarah serupa Steven Jobs, J.K Rowling, Stephen King dan semacamnya. Lalu, menyadari bahwa sebenarnya kegagalan merupakan suatu siklus dimana kebanyakan manusia akan mengalaminya, maka sebenarnya ada satu hal selain tekad dan keberanian untuk menghadapi kegagalan dan kesanggupan untuk bangun kembali setelah jatuh yang selayaknya dimiliki oleh manusia. Apa itu? Ini: kemampuan untuk menikmati saat- saat gagal. Eh, menikmati? Ya, benar, menikmati. Sebab, kegagalan yang menimpa seseorang selayaknya dimaknai sebagai suatu ujian untuk mencapai level yang lebih tinggi. Apapun yang lebih tinggi itu. Bisa materi. Bisa pencapaian spiritual. Bisa juga kedua- duanya. Dan sungguh, kegagalan memang hanya akan berarti jika setelah gagal itu sesuatu yang lebih tinggi dapat diraih. Jika tidak, maka kepahitan itu akan menjadi sia- sia. Karena itulah kemampuan untuk bersabar dan menikmati saat- saat gagal diperlukan. Sebab, adakalanya kegagalan itu terjadi diluar kemampuan manusia untuk mengatasinya. Ada contoh menarik yang dapat digunakan sebagai ilustrasi. Ada sebuah permainan yang dirancang oleh sebuah event organizer untuk membangun team work sekaligus berwisata mengeksplorasi sebuah kota. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membagi sebuah kelompok besar menjadi kelompok- kelompok yang lebih kecil. Semua kelompok kecil ini diberi tugas yang sama untuk mencari beberapa tempat di kota tersebut, dengan menggunakan kendaraan andong. Ada banyak soal yang harus dipecahkan. Soalnya sama, tetapi pencapaiannya berbeda. Sebab adakalanya informasi yang sama dicerna dengan cara yang berbeda oleh kelompok yang berlainan. Situasi yang dihadapi kadang juga tak sama. Selain itu, adakalanya juga muncul faktor hambatan atau bantuan yang sulit diprediksi sebab datang dari pihak luar. Ada kelompok yang secara efisien bisa memecahkan soal demi soal dengan urutan yang benar dan mencapai banyak tempat. Ada kelompok yang sebab tak sependapat tentang solusi yang harus diambil lalu mengabaikan informasi yang sebenarnya sudah ada di tangan. Ada kelompok yang hanya berputar- putar berulang kali di tempat yang sama sebab walau mereka sudah memiliki informasi kemana harus pergi, namun sang pengemudi andong tak tahu jalan mana yang harus ditempuh! Dalam situasi semacam itu, yang akan harus dilakukan adalah menerima saja bahwa hal tersebut terjadi. Sebab memang ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan manusia, baik faktor internal maupun eksternal. Ada yang bisa dieliminir, ada yang tidak. Tak ada cara lain untuk bisa melalui situasi semacam itu selain menikmati dan mentertawakan saja kegagalan itu. Bagaimanapun, hidup akan terus berjalan. Gagal pada suatu periode tak berarti kegagalan itu akan berlanjut terus menerus. Akan ada akhir suatu siklus. Akan ada tenggat waktu tentang sesuatu. Dan kesempatan lain akan muncul. Karenanya, saat banyak halangan menghadang, just have fun. Nikmati saja kegagalan itu. Sambil tentunya, di pihak lain, juga terus berusaha untuk bangun dan melangkah maju. Dunia terus berputar. Tak ada yang abadi. Tidak juga kegagalan. Suatu saat, roda yang tadinya berada di bawah akan kembali naik ke atas…

** gambar diambil dari: breakfreeconsulting.com **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline