Sabtu (8/10) malam itu Bekasi bermandikan hujan yang intensitasnya bermain-main antara gerimis sampai deras, namun itu tak menjadi penghalang bagi beberapa puluh warganya untuk datang menghadiri Malam Sastra Persada yang digelar oleh PKBM ‘Tamansari Persada’ di Kampus Rumah Belajar Persada, Jatibening Baru, Bekasi.
Mereka merepresentasikan banyak latar dari mulai para jurnalis muda yang tegabung dalam Forum Jurnalis Bekasi (Forjas), seniman, mahasiswa, anak-anak SMK binaan komunitas Sastra Kalimalang, para guru Homeschooling Persada beserta anak didik mereka yang didampingi orangtua atau hadir bersama teman-teman, dan tentu saja penggemar sejati dari sosok fenomenal yang tampil sebagai aktor utama malam itu.
Mereka semua ingin bertemu, tepatnya menyaksikan performa, dia yang menggelari dirinya sebagai Presiden Penyair Indonesia. Dia adalah Sutardji Calzoum Bachri (75).
‘Kata’ bagi Sutardji bukanlah alat untuk menyampaikan pengertian, melainkan pengertian itu sendiri hingga kebebasan adalah sifat yang melekat padanya sebagai sebuah kepribadian yang utuh. Maka jangan kaget, bila menemukan puisi karya penyair peraih penghargaan South East Asia Write Award (1979) itu yang seolah berisi murni permainan kata seperti puisi berikut yang dibacakannya pada pementasan bertajuk ‘Ketika Kata Menjadi Kita’ ini.
kakiku luka
luka kakiku
kakikau lukakah
lukakah kakikau
kalau kakikau luka
lukakukah kakikau
kakiku luka