Lihat ke Halaman Asli

Serunya Lomba Kuliner dengan Hidangan Sisa

Diperbarui: 2 Desember 2015   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Lomba kuliner anti mubazir (dok RBP)"][/caption]

Mubazir alias melakukan hal yang sia-sia adalah sifat Setan, maka manusia yang doyan berbuat sama yaa pantaslah kalau dibilang teman dari Biang Kerok terbesar sepanjang jaman itu. Usai Lomba Hias Tumpeng yang diselenggarakan untuk merayakan ulang tahun ke-6 Rumah Belajar Persada (RBP) pada Rabu (18/11) lalu, ruang guru dipenuhi dengan sisa-sisa nasi tumpeng plus aneka hidangan pelengkapnya yang tak habis disantap bersama seusai makan siang. Semuanya lezat, masih layak makan, dan pastinya telah menguras sumber daya berbagai bentuk untuk menghadirkannya. Menyingkirkannya begitu saja ke dalam keranjang sampah akan merupakan tindakan mubazir level kakap !

Untunglah RBP punya tradisi melakukan lomba-lomba perayaan tak dibatasi hanya untuk kalangan anak didik saja, tapi juga melibatkan Civitas RBP lainnya, termasuk para guru. Untung juga ada sosok Wina Yunitasari, SPd., yang selalu punya ide dadakan nan seru soal lomba unik..Maka sore itu, kehebohan kecil berlangsung di ruang guru saat mereka adu kebolehan memadukan setangkup roti tawar dengan berbagai hidangan sisa tumpeng. Wina membolehkan setiap peserta membuat apa saja yang dianggap lezat dengan mewajibkan penampilan sekreatif mungkin.

[caption caption="Parade hasil kreatifitas olah kuliner sisa (dok RBP)"]

[/caption]

Nugget ayam, mie goreng, telur dadar, urap sayur, krupuk, dan hidangan sisa lainnya pun diupayakan sedemikian rupa oleh para ibu guru yang ceria itu agar bisa klop dengan roti tawar masing-masing. Pilihan favorit mereka dalam urusan dekorasi hidangan adalah menata garnis menyerupai ekspresi wajah di atas roti isi karya mereka, lalu ada pula yang membuat rumah ikon RBP, dan … bentuk abstrak yang hanya bisa dipahami oleh pembuatnya sendiri ! Aktifitas lomba mereka lakukan secara bergiliran karena masih ada di antara mereka yang harus mengawasi kegiatan belajar siswa peserta kelas bimbingan khusus dan dalam batas waktu yang dipatok Wina.

Akhirnya roti isi karya mereka pun berjajar rapi di atas meja siap memasuki babak penjurian namun kejutan lain sudah menanti,”Nah, juara akan ditentukan berdasarkan ekspresi pembuatnya saat memakan hasil karya masing-masing …” Ujar Wina dengan ekspresi jail. Para guru terperangah dan beberapa melontarkan pekik kaget sebelum akhirnya tertawa seraya menyiapkan mental untuk menyantap roti isi buatan sendiri yang diperkirakan bakal ‘ajaib’ rasanya itu.

“Pokoknya harus habis, tidak boleh ada yang tersisa.” Tandas Wina.

[caption caption="Proses penjurian berdasarkan voting dan ekspresi ... (dok RBP)"]

[/caption]

Perut terguncang keras menahan tawa ketika menyaksikan beragam ekspresi yang muncul saat mereka berjuang menghabiskan roti plus mendengar celoteh-celoteh jenaka mereka untuk menjatuhkan mental para pesaing. Psywar pun rupanya berlaku di sini. Wina dengan rajin memotret sana-sini,”Yang paling bagus ekspresinya yang menang.” Ujarnya sambil tersenyum-senyum penuh arti. Foto-foto yang jauh dari ‘jelita membahana’ ala Syahrini pun berparade memenuhi layar chat grup Whatsapp mereka menunggu untuk dinilai oleh para juri online yang terdiri atas rekan-rekan mereka yang tak sempat ikut lomba karena harus mengerjakan tugas edukasi atau menyelesaikan urusan di luar kantor sore itu.

Begitulah perut kenyang, hati senang, dan  lauk-pauk lezat yang masih tersisa pun bisa dikemas dibagi untuk dibawa pulang. Alhamdulillah, hangatnya kebersamaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline