Lihat ke Halaman Asli

Henry Yoso: Kekerasan Perempuan Karena Cacat Pikir & Salah Paradigma Masyarakat

Diperbarui: 16 Mei 2016   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggota DPR RI H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH saat menjadi Pembicara di Angkatan Muhammadiyah Kota Metro Lampung - foto: Rumah Aspirasi Henry Yosodiningrat

Anggota DPR RI H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH mengungkapkan, kita semua dibuat marah dan sedih dengan pemberitaan terkait pemerkosaan secara bergilir oleh 14 orang yang berujung pembunuhan terhadap perempuan yang sekaligus anak berusia 14 tahun yang bernama YUYUN di pedalaman Bengkulu.

"Selain kasus Yuyun, masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang kita saksikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, antara lain: mempekerjakan anak di bawah umur, membiarkan anak-anak menjadi pengemis dan tunawisma serta kekerasan fisik baik yang terjadi di dalam lingkungan keluarganya maupun yang terjadi di luar lingkungan keluarga," urai Henry dalam Dialog Publik bertema "Indonesia Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak" yang diadakan Angkatan Muda Muhammadiyah Kota Metro, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Metro, Lampung, Jumat (14/5/2016).

Kekerasan terhadap perempuan dan anak bervariatif, lanjut Henry, dengan tidak memandang korban dari satu dimensi saja, namun banyak dimensi seperti usia, status sosial, dan sebagainya.

"Serta menempatkan perempuan sebagai objek, kekerasan itu bisa terjadi dalam bentuk antara lain: Perdagangan, KDRT, Penyekapan, Pemerkosaan, Perampokan, Penganiayaan bahkan yang berujung pada Pembunuhan," jelasnya.

Henry menilai, kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi karena faktor KULTUR, oleh karenanya untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dibutuhkan adanya Komitmen yang penuh kesungguhan dan berkesinambungan.

"Faktor ini sering dikaitkan dengan nilai dan norma-norma yang menempatkan Laki-laki sebagai pengambil keputusan, dan yang memiliki kekuasaan. Sehingga Laki-laki kerap menganggap dirinya berhak untuk mengevaluasi dan memonitor segala yang dimiliki dan dilakukan oleh perempuan. Faktor itu biasanya terjadi dalam masyarakat yang menganut Kultur Patriarkhat."

Selanjutnya, tambah Henry, jenis kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi dalam bentuk fisik, psikis, ekonomi maupun seksual. Banyak terjadinya kekerasan terhadap perempuan bukan saja semata-mata tentang kejahatan atau kekerasan yang dilakukan oleh pelaku.

"Tapi juga telah terjadi karena CACAT PIKIR, dan karena SALAH PARADIGMA MASYARAKAT, termasuk budaya sebagaimana kita lihat sebagian masyarakat bahkan Penentu Kebijakan di Republik ini, yang kerap kali menyalahkan kaum perempuan baik karena cara berpakaian maupun karena sikap dan perilaku, tanpa memikirkan bahwa Pelaku Kejahatan atau Kekerasan itu adalah Laki-laki maka kaum Laki-lakilah yang seharusnya diajar untuk menghargai perempuan dan tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan dengan alasan apapun juga," tegas Henry.

Untuk itu, diharapkan Henry, persoalan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya bisa diselesaikan melalui Peraturan Perundang-Undangan, namun juga harus dimulai dengan Perubahan Paradigma masyarakat dalam melihat posisi perempuan. "Selain itu, juga merubah budaya atau setidaknya pandangan masyarakat terhadap perempuan yang selalu memposisikan perempuan sebagai objek," demikian Henry Yosodiningrat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline