Lihat ke Halaman Asli

Mendung di sore hari

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com



Sepanjang jalan mata melotot kaku

Ku lihat tanah lapang

Kini tumbuh gedung-gedung pencakar langit

Ditepi jalan anak kecil menangis terisak-isak

Perut mengerut kedalam

Kerempeng tinggal tulang belulang

Disana nun jauh diatas langit harapannya tergantung

Seperti tiang bendera, tinggi tak tergapai

Langit mendung berkumpul awan-awan hitam

Menandakan hujan segera turun

Tapi tak ada lagi pohon yang tumbuh

Nafas tersesak abu asap menggelembung ke udara

Corong-corong asap pabrik

Bak badut sedang pawai ramainya

Rumah kumuh dulu kini tersapu rata

Dilindas mesin-mesin modern

Tak mampu bersaing dengan gedung menculang tinggi

Ke atas langit

Semakin jauh kaki membawaku pergi

Semakin banyak tontonan kaum miskin

Tertidur dilorong gang

Dibawah jembatan

Didepan ruko cukong

Kasihan aku pikir dalam hati

Dimana pelayan Negara?

Seharusnya memperbaiki kesenjangan social

Tapi malah asik duduk menikmati ruangan AC

Sambil menggurutu pendapatan yang semakin lemah

Aku tak kuat lagi jalan

Aku ingin berhenti

Namun hati kecil berkehendak lain

Dan berbisik

Teruslah berjalan dan saksikan orang-orang

Supaya kamu tidak seperti mereka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline