“Wanita Harapan,” inilah sebutan yang kami berikan untuk para Wanita Perkerja Seks Komesial (PSK). Merekayang pekerjaannyamenjual jasa denganmelayani para lelaki hidung belang memenuhi nafsuseksualnya, demi lembar-lembar rupiah.Berbagai alasanyang melatar belakangi para wanita harapan ini terjun di dunia hitam ini, mulai dari dijual, di tipu sampai yang menerjunkan diri dengan suka rela. Namun, mereka melakukan pekerja ini karena tuntutan perut.
Normalnya tentu tidak satupun wanita di muka bumi ini yang mau menggeluti pekerjaan tersebut, tapi lahan pekerjaan seakan tertutup bagi orang-orang yang tanpa pendidikan yang cukup. Pada umumnya alasan mereka menggeluti pekerjaan tersebut adalah tuntutan ekonomi, ditambahdenganminimnya pendidikan yang mereka miliki, membuat mereka mencari jalan pintas yang cepat menghasilkan uang tanpa membutuhkan kemampuan (skill) tertentu.
Menurut beberapa wanita harapan yang kami wawancarai, salah satu penyebab mereka terpaksa terjun dipekerjaan ini karena tidak bertanggungjawabnya kepala keluarga (suami) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Halitu memang alasan yang klise, tapi bagi kalangan ekonomibawah tuntutan perut idak dapat ditunda.Wanita harapan ini di hati kecilnya ingin meninggalkan pekerjaan tersebut, apabila pemerintah atau sector swasta bersedia mempekerkannya. Seperti yang terjadi pada para wanita harapan penghuni Rumah hiburan Gang Dolly di Surabaya. Mereka diberikan uang bantuan beberapa juta rupiah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selagi masa transisi ke pekerjaan barunya sampai bias mandiri. Ada yang berdagang kecil-kecilan dengan berjualan gorengan, warung nasi uduk atau disalurkan bekerja di laundry. Mereka juga diberikan pendidikan ketrampilan oleh pemerintah daerah agar dapat membuka lembaran hidup dengan lebih baik. Sehingga mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya lebih baik, agar tidak menjadi seperti orang tuanya.
Profesi sebagai wanita harapan yang tidak mendapatkan tempat dimata masyarakat, membuatmereka kurang mendapatkan perlindungan hukum. Profesi mereka bahkan dijauhkan dari lingkungan social masyarakat, tetapi sebagai warga Negara mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum. Sanksi social yang mereka terima selama ini cukup berat, yaitu dikucilkan masyarakat dan sebaiknya pemerintah memperhatikan mereka dengan memberikan perlindungan hokum layaknya warga negara.
Para wanita harapan hanya berjuang untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya, yang mungkin awalnya bukan atas kemauannya sendiri terjun di dunia hitam tersebut. Kita ketahui bersama berapa wanita yang telah diperjual belikan, dengan iming-iming memberikan pekerjaan dengan gaji yang besar. Namun karena kebodohannya mereka terperosok ke jurang yang tidak pernah mereka ketahui. Lalu dimana pemerintah selama ini yang seharusnya melindungi warganya ? Yang dapat memberikan kenyamanan setiap warganya untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan dan merangkulnya agar mendapatkan kembali harga diri dan penghidupan buat keluarganya. Sebaiknya masyarakattidak memandang sebelah mata pada profesi tersebut, karena hanya ingiin mencari sesuap nasi untuk mengisi perut keluarganya. Seperti sebutan yang kami berikan “Wanita Harapan,” yang berarti mereka akan memberikan harapan hidup lebih baik kepada keturunnya.
Nama Kelompok :
Edwina Fauziah Tahira (125010107111162)
Tasya Damaris (125010107111181)
Muhammad Rizki Ramadhan (125010107111185)
Raden Ruly Wicaksono (125010107111204)
Ginanjar Riski Husada (1250101071112234)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H