Lihat ke Halaman Asli

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah (Penyelesaian dengan Jalur Litigasi)

Diperbarui: 4 April 2017   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perbankan merupakan salah sektor yang mempunyai peranan penting di berbagai bidang, antara lain dalam kegiatan masyarakat khususnya di bidang financial, serta kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pribadi seseorang. Dewasa ini masyarakat seolah-olah tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan sebab sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa jasa perbankan sangat membantu kegiatan perekonomian.

Berdasarkan pada penggolongan jenis bank maka menurut Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jasa – jasa yang dapat dilakukan oleh bank umum salah satunya adalah transfer atau pemindahan uang. Fungsi bank dalam menjalankan operasional secara umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary atau lembaga keuangan[1], sehingga bank dalam melakukan usahanya selalu berpedoman pada prinsip kehati – hatian ( prudential banking regulation ) atau pengaturan tentang prinsip – prinsip kehati-hatian pada bank, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup dan pengelolaan bank secara sehat sehingga mampu menjaga kepercayaan masyarakat serta menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan pelayanan sistem pembayaran bagi perekonomian.[2]

Bank selalu dituntut untuk bersikap profesional agar dapat berfungsi secara efisien. sehat serta menghadapi persaingan global. Dalam era globalisasi perkembangan ilmu dan teknologi maju dengan pesatnya. Hal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan, dimana perbankan diharuskan untuk meyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi tersebut untuk melayani nasabahnya dengan baik.

Dalam menjalankan kegiatan perbankan khususnya perbankan syariah, tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu perselisihan atau sengketa di dalamnya. Perselisihan atau persengketaan merupakan suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh setiap orang yang sehat akal dan pikirannya.[3] Pada hakikatnya, sengketa ini dapat muncul karena adanya suatu masalah. Masalah ini sendiri terjadi karena adanya suatu kesenjangan antara das sollen dan das sein, atau dapat pula terjadi karena adanya perbedaan antara hal yang diinginkan dengan hal yang terjadi.

Perselisihan yang terjadi ini pada akhirnya harus diselesaikan oleh keduabelah pihak yaitu pihak bank dan pihak nasabah karena keduabelah pihak ini memiliki kedudukan yang sama sebagai pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi pada perbankan syariah, ada dua (2) metode penyelesaian sengketa yaitu penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi (jalur pengadilan) dan penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi (jalur di luar pengadilan) yang dimana masing-masing metode penyelesaian tersebut memiliki kelemahan serta kelebihan masing-masing. Dasar penyelesaian sengketa di dalam perbankan syariah ini sendiri diatur di dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Prinsip syariah[4] yang menjadi landasan bank syariah bukan hanya sebatas landasan ideologis saja, melinkan juga sebagai landasan operasionalnya. Berkaitan dengan hal itu bagi bank syariah dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya kegiatan usahanya atau produknya saja yang harus sesuai dengan prinsip syariah tetapi juga meliputi hbungan hukum yang tercipta dan akibat hukum yang timbul. Termasuk dalam hal ini jika terjadi sengketa antara para pihak bank syariah dengan nasabahnya.

Penyelesaian sengketa atau yang lebih dikenal dengan istilah dalam bahasa arab Ash-Shulhu yang berarti memutus pertengkaran atau perselihan atau dalam pengertian syariatnya adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 orang yang bersengketa. Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri yang bertujuan ntuk menyelesaikan segala permasalahan atau sengketa yang ada. Prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Adil dalam memutuskan perkara sengketa sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan;
  2. Diselesaikan Kekeluargaan;
  3. Win win solution, menjamin kerahasian sengketa para pihak;
  4. Menyelesaiakan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan

 Al-Hujurat : 9, berbunyi :

“jika dua golongan orang yang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tetapi jika salah satu dari kedua (golongan) berlaku aniaya terhadap yang lain, maka perangilah orang yang menganiaya sampai kembali ke jalan Allah SWT. Tetapi apabila ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil, dan bertindaklah benar, sungguh Allah mencintai orang-orang yang beraku adil ”.

Hadis Rasulullah SAW, yakni sebagai berikut:

“perjanjian diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-hakim dan Ibnu Hibban) ”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline