Lihat ke Halaman Asli

Rullysyah

Penulis

Soal Naik Turun Harga BBM, Jokowi Jangan Lepas Tangan Begitu Saja

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Subsidi BBM atau Harga BBM adalah Polemik negeri yang takkan pernah berakhir sampai dengan saat ini. Kejatuhannya Rezim Soeharto salah satunya juga akibat kenaikan harga BBM. Dan setelah ituGus Dur, Megawati dan SBY menjadi trauma berat dengan yang namanya Subsidi BBM ini. Sebenarnya yang tidak pernah disadari Pemerintah (siapapun Presidennya) selama belasan tahun belakangan ini adalah bahwa BBM secara nyata-nyata sudah menjadi salah satu kebutuhan Primer masyarakat selain Pangan dan Sandang.

Naiknya harga BBM di lapangan atau pada kehidupan sehari-hari langsung memicu naiknya harga Pangan dan Sandang. Itulah alasan utama bahwa seharusnya sejak dulu Harga BBM disikapi dengan bijak. Subsidi memang harus dilakukan Pemerintah untuk kebijakan Regulasi. Tetapi yang terjadi kemudian Subsidi menjadi Bumerang bagi Pemerintah karena memberatkan APBN. Ini menjadi kesalahan Pemerintah selama belasan tahun sejak zaman Reformasi.

Pemerintahan Gus Dur, Mega dan SBYPenakut dan Tidak Kreatif.

Subsidi BBM adalah Hal yang memang sangat Pelik dan sangat berat kalau memang harus ditanggung pemerintah seluruhnya. Sangat disayangkan selama belasan tahun sejak zaman Reformasi pemerintahan Gus Dur, Mega dan SBY masih saja menggunakan cara-cara subsidi Rezim Soeharto. Ini sangat tidak kreatif.

Pertumbuhan kendaraan yang memicu kelonjakan kebutuhan BBM dalam negeri semakin memperbesar jarak antara kemampuan produksi BBM dalam negeri dengan Jumlah Impor produk BBM luar negeri. Kebutuhan Impor BBM semakin besar dan berarti Beban Subsidi BBM dari APBN semakin hari semakin bertambah. Inilah yang membuat Subsidi BBM menjadi momok yang sangat menakutkan bagi SBY, Mega dan Gus Dur.

Selama 16 tahun sejak Reformasi, 3 Presiden masih saja menerapkan kebijaksanaan Subsidi Pukul Rata. Sungguh Tidak Kreatif. Subsidi total pada Penjualan BBM oleh Pertamina menimbulkan ekses yang tidak terkendali. Ada penyalahgunaan Subsidi BBM, ada penimbunan dan penyelundupan BBM dan lain-lain seterusnya sehingga membuat Fakta bahwa Subsidi BBM sebenarnya tidak menjangkau target yang tepat. Tidak menjangkau masyarakat bawah yang membutuhkan sehingga bisa dikatakan Pemerintah hanya melakukan pemborosan uang Negara selama belasan tahun.

Pemerintahan Jokowi Terlalu Berani dan Terlalu Drastis Merubah Kebijakan

Berbeda dengan 3 Presiden sebelumnya Presiden saat ini Joko Widodo dengan penuh keberanian malah secara umum dapat dikatakan mencabut Subsidi BBM sekaligus. Memang ada sedikit subsidi yang disisakan untuk kepentingan Nelayan Indonesia tetapi secara umum mayoritas rakyat Indonesia sudah tidak memperoleh subsidi lagi.

Jokowi mengambil langkah tegas ini dengan alasan Subsidi BBM akan dialihkan ke hal-hal yang lebih tepat sasaran. Salah satu contoh, Jokowi mengalihkan Subsidi BBM untuk membeli puluhan ribu Traktor untuk Petani. Selain itu Jokowi merencanakan membangun irigasi besar-besaran untuk mewujudkan Swa Sembada Beras untuk 3 tahun kedepan.

Langkah kebijakan Jokowi ini sampai saat ini masih dapat diterima mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi Jokowi juga sudah melakukan Upaya Pembenahan besar-besaran di Lingkaran Setan Pertamina. Tetapi dengan naiknya harga BBM berikut Kurs Dollar yang meroket sangat tinggi lama kelamaan daya beli masyarakat akan turun drastis. Harga-harga kebutuhan masyarakat menjadi tidak terkendali dan hal ini sedikit demi sedikit akan membuat masyarakat luas kecewa dan marah pada Jokowi. Ini tidak bisa dibiarkan karena akan berkembang menjadi isu yang bisa dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya.

Seharusnya Jokowi tidak mengambil kebijaksanaan yang menimpulkan perubahan Drastis di masyarakat. Pasti ada cara yang lebih baik untuk itu. Pemerintah jangan sok-sok an memikul sendiri beban berat ini. Tim-tim Ekonomi Jokowi juga belum terlihat mampu melakukan perubahan yang lebih positif.Pemerintah butuh dukungan dari semua lapisan masyarakat dan para pakar Ekonomi dan Perdagangan. Pasti ada cara yang lebih baik dibanding mencabut Subsidi BBM secara drastis itu.

Subsidi BBM Masih Diperlukan Rakyat Sebenarnya

Bicara tentang rakyat adalah bicara tentang bagaimana rakyat dapat hidup dengan layak dan mampu memenuhi kebutuhan primernya. Kehidupan Layak yang menjadi standar masyarakat kita adalah Cukup Makan, Cukup Sandang, Cukup Rumah dan Cukup kebutuhan anak. Inilah standar Kebutuhan Primer masyakat kita secara umumnya.

Selama masyarakat masih bisa membeli beras dan lauk, bisa membeli baju lebaran dan masih bisa ngontrak di rumah yang layak huni ditambah bisa menonton TV dan mampu menyekolahkan anak-anaknya, kemungkinan besar masyarakat tidak akan pernah perduli siapa yang jadi Presiden, Gubernur dan lain-lain sebagainya.

Tetapi ketika uang untuk membeli beras tidak cukup, ketika baju sudah robek belum bisa dibelikan gantinya, ketika anak mau sekolah tidak ada ongkos berikut Uang SPP anak belum terbayar, maka hal-hal yang seperti ini membuat Rakyat menjadi marah. Pemimpin-pemimpin akan disalahkan kalau yang seperti ini masih terjadi. Dan ini tidak ada urusanya dengan Subsidi BBM.

Sebenarnya yang paling dibutuhkan masyarakat adalah Beras Murah, Lauk Murah, Sekolah Murah dan Rumah Murah. Hanya itu. Masyarakat tidak perduli dengan harga BBM selama semua yang dibutuhkan masih terjangkau olehnya. Inilah sebenarnya yang harus dipenuhi dan diperhatikan oleh Pemerintah.

Namun ketika BBM naik, supir angkot, supir bis regular dan antar kota, supir truk mulai mengeluh. Pendapatan mereka berkurang. Mau tidak mau mereka menaikan tariff angkutannya. Organda atau Dinas Perhubungan sampai kapanpun tidak akan bisa mengendalikan hal ini. Dan akhirnya kenaikan ongkos angkut itu membuat para pedagang beras dan pedagang lainnya akhirnya ikut-ikutan menaikan harga barang dagangannya. Sampai di masyakarat semua harga sudah naik. Dan akhirnya masyarakat menjerit.Begitulah yang terjadi.

Kita semua sepakat bahwa sejak zaman Soeharto yang namanya Subsidi BBM Pukul Rata memang tidak tepat. Kita semua sepakat bahwa Penyalahgunaan BBMBersubsidi, Penimbunan dan Penyelundupan harus dibasmi. Dan kita juga tidak setuju kalau APBN Pemerintah harus jebol karena menanggung besarnya subsidi BBM. Semua hal itu kita bisa sepakat.

Tapi yang kita tidak sepakat dengan pemerintah adalah Pemerintah harga-harga yang sudah melambung tinggi akibat dampak kenaikan ongkos angkut dan tranportasi. Inilah yang menjadi acuan bahwa sebenarnya masyarakat masih membutuhkan subsidi BBM khususnya di sektor angkutan umum. Dan ini adalah Prioritas yang tidak boleh disepelekan oleh Pemerintahan Jokowi.

Harus Ada Cara Bijak Memberlakukan Subsidi BBM.

Di negeri ini sebenarnya banyak orang pintar. Di negeri ini sebenarnya banyak pakar-pakar ekonomi, perdangangan dan transportasi. Mengapa pemerintah tidak bisa mengajak mereka untuk mencari solusi masalah yang satu ini? Mengapa sampai sekarang tidak ada cara efektif Pemerintah untuk memberlakukan Subsidi BBM Khusus untuk Angkutan Umum?

Kita sepakat bahwa Subsidi Total BBM harus dihapus. Tetapi kita tidak sepakat kalauSubsidi BBM untuk Angkutan Umum, Nelayan dan Home Industri dihapus. Banyak cara sebenarnya yang dapat dilakukan. Tetapi yang terjadi pemerintah melakukannya sebatas wacana saja.

Pernah ada wacana Pembagian Kupon Subsidi BBM. Cara yang seperti initentu sangat tidak efektif. Kupon BBM akan sulit dikontrol penggunaannya. Sangat mudah dibayangkan bahwa Kupon BBM ini akan mudah berpindah tangan dan diperjual belikan.

Lalu ada kebijakan yang dilakukan Pemerintah bersama Pertamina yang waktu itu digembar-gemborkan akan berjalan tetapi kenyataannya mandek tanpa kejelasan apapun. Kebijakan RFID. Alat digital yang dipasang pada kendaraan dalam bentuk sebuah Ring yang ditempatkan di leher tangki bensin mobil dan dihubungkan dengan panel digital di Pom Bensi yang terhubung ke server Pertamina. Alat canggih ini begitu diluncurkan diklaim akan mampu mengontrol pemakaian subsidi BBM. Tapi faktanya ini program abal-abal dan mandeg tanpa penjelasan ditengah jalan.

Pasti ada cara yang lebih baik untuk Subsidi BBM khususnya Angkutan Umum ini. Jokowi harus segera mengambil langkah strategis untuk ini. Sebab kalau tidak, gejolak keresahan masyarakat akan semakin membesar. Para politisipun sibuk melakukan Pencitraan dengan mengatakan Jokowi sudah melanggar UU karena menyengsarakan rakyat/ mencabut Subsidi. Semua ini tidak bisa dibiarkan.

Saran Sederhana Subsidi BBM Khusus Angkutan Umum

Penulis sempat berpikir, mungkin harus ada cara sederhana dan praktis untuk memberlakukan Subsidi BBM Khusus Angkutan Umum. Tidak usah pakai cara-cara canggih dan digital. Mengapa Pertamina tidak pakai cara manual/ konvensional saja yang lebih efektif?

Kita hanya butuh Data yang Akurat dari Dinas Perhubungan Darat. Bahwa semua Angkot, Bis-bis Reguler, Bis-bis AKAP, dan semua truk-truk pengangkut khususnya sembako dan komoditi pertanian tentu ada data lengkapnya pada Dinas Perhubungan.

Semua jenis angkutan yang bersinggungan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari harus ada nomor registrasinya. Data inilah yang akan dipakai menerapkan subsidi BBM khusus Angkutan Umum oleh Pertamina. Pertamina harus punya Data Induk seluruh Angkutan Umum yang beroperasi.

Pada saat Pemerintah menaikan harga BBM secara umum, Pemerintah diwajibkan memutuskan besarnya subsidi BBM bagi Angkutan Umum. Tentukan saja sebisanya, entah Rp. 500 atau berapapun.

Selanjutnya Pertamina harus membuatkan/ menyediakan Nota Penjualan BBM khusus Angkutan Umum dan disebar di setiap SPBU. Bahwa setiap Angkutan Umum yang membeli BBM di SPBU wajib meminta Nota Penjualan di SPBU bersangkutan. Harga beli BBM untuk semua angkutan umum adalah sama dengan harga pasar yang berlaku saat itu.

Selanjutnya keesokan harinya atau kapanpun waktunya (sempatnya tapi dibatasi masa berlakunya) para Supir Angkutan bisa membawa Nota Pembelian Asli ke Pertamina untuk mendapatkan Kompensasi selisih harga BBM Bersubsidi Angkutan Umum dengan Harga Normal yang berlaku.

Petugas Pertamina akan memeriksa identitas kendaraan dan Nota Pembeliannya. Bila sah dan sesuai dengan persyaratannya maka petugas Pertamina memasukan data angkutan umum itu ke server pertamina dan selanjutnya memberikan/mengembalikan Uang selisih Subsidi BBM. Cara ini juga bisa dimanfaatkan para supir Angkutan Umum untuk menjadikannya semacam Tabungan Jangka Pendek.

Bila kita ingin mengantisipasi penyimpangan oknum Angkutan Umum dalam melakukan pembelian BBM bersubsidi tersebut tentu Pertamina bisa membatasi Kuota setiap Angkutan Umumnya sesuai dengan jarak tempuh umum dari setiap angkutan umumnya.

Penulis yakin bahwa para Pakar dan Ahli Ekonomi, Perdagangan dan Transportasi lebih paham tentang cara-cara menerapkan Subsidi Khusus Angkutan Umum. Semua cara pasti tidak sempurna dan ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh Oknum-oknum nakal. Tetapi akan lebih baik paka cara yang sederhana dan mudah diaplikasikan seperti yang disarankan diatas atau sejenisnya. Tidak perlu alat digital yang rumit dan butuh perencanaan jangka panjang.

Jokowi harus segera melakukan hal-hal seperti ini agar situasi dan kondisi tidak berkembang dan berubah menjadi gejolak politik dipemerintahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline