Lihat ke Halaman Asli

Rullysyah

Penulis

Perppu Pasti Disetujui DPR, Ini Alasannya

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelumnya saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha buat para pembaca dan para kompasianer yang merayakannya.

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya : http://politik.kompasiana.com/2014/10/03/perppu-sby-pasti-disetujui-dpr-kebohongan-diatas-kebohongan-678098.html

Ya betul, menurut saya kemungkinan besar Perppu yang ditanda-tangani oleh SBY kemarin akan mulus disetujui di DPR meskipun mungkin ada bumbu-bumbu sedikit.

Sedikit Flashback, tentu kita semua masih ingat berita-berita yang beredar di media pada tanggal 26 September kemarin.Tepatnya pada sekitar jam 9 pagi, beredar berita tentang respons SBY atas Hasil Voting Paripurna danSikap Fraksi Demokrat yang melakukan aksi Walk Out.

Dikabarkan dari Washington DC SBY sangat kecewa dengan Hasil Voting Paripurna, khususnya aksi Walk Out yang dilakukan Fraksi Demokrat. Dan SBY meminta agar Dewan Kehormatan Demokrat segera bertindak.DK Demokrat harus cari tahu siapa dalangnya yang menyebabkan Fraksi Demokrat W.O. dan memberinya mereka sanksi.

SBY menyatakan sejak dari awal dirinya menginginkan Pilkada dilakukan secara Langsung tetapi dengan melakukan beberapa Perbaikan. Tapi karena sudah diketok palu maka SBY berjanji akan memperjuangkannya baik saat ini masih menjadi Presiden maupun setelah tidak menjadi Presiden. Betapa seriusnya ucapan SBY yang diupload ke Youtube tersebut.

Sampai di sini, tentu masyarakat pun bingung dengan berita-berita tersebut.Apa yang kita pikirkan tentang SBY pada saat itu?

Tgl 26 September sejak dini hari hingga siang hari terjadi 100 ribu kali hujatan ke SBY di Twitter. emua orang kecewa dengan Dagelan Politik Fraksi Demokrat yang katanya dukung Pilkada Langsung tapi malah Walk Out. Akhirnya Semua orang memaki dan menyalahkan SBY untuk itu. Tetapi SBY sendiri malah menyatakan dirinya tidak pernah menyuruh Demokrat Walk Out.

Siapa yang salah sebenarnya? Pada beberapa tulisan sebelumnya sering saya katakan bahwa sejak tahun 2012 memang saya sudah tidak percaya kepada SBY lagi. imata saya, SBY bukanlah Pemimpin Bangsa. SBY hanyalah seorang Politisi yang cerdik dan bisa bertahan cukup lama.

Sebagai Politisi, Dua Hal yang dilakukan SBY selama 10 tahun ini adalah : PENCITRAAN dan BERBAGI (Bernegoisasi dengan Lawan Politiknya). Dengan PENCITRAAN, SBY mampu meraih simpati dan dukungan masyarakat. Dengan BERBAGI (Kekuasaan) maka Lawan Politik bisa menjadi Teman.

SBY Pemimpin Yang Penakut. SBY takut dilengserkan seperti Gus Dur. SBY juga takut dikucilkan seperti Megawati. Selalu Cari Posisi Aman. SBY selalu mencari selamat sendiri. Dengan PENCITRAAN dan BERBAGI, maka SBY selalu dlm Posisi yang aman terkendali. Itulah sebabnya saya sering menyebut nama SBY bukan Susilo akan tetapi Slamet Bambang Yudhoyono. Cari selamat terush sih.

Kalau diperhatikan dengan jeli, Sebenarnya RUU Pilkada Tidak Langsung adalah RANCANGAN PEMERINTAH (Rancangan SBY juga). RUU ini malah sudah dibuat sejak 2 Tahun yang lalu. Jadi memang sangat menggelikan bahwa setelah UU Pilkada disahkan Paripurna, SBY dengan serius menyatakan mendukung Pilkada Langsung.

Kita ingat, Awal September bersama KMP, Demokrat menyatakan mendukung Pilkada Tak Langsung. Tetapi setelah begitu banyaknya penolakan dari masyarakat, maka mendekati Paripurna sikap SBY dan Demokrat BERUBAH. SBY dan Demokrat berbalik mendukung Pilkada Langsung.

Hal ini saja sudah tidak sinkron bila dibandingkan dengan keberadaan RUU tersebut. Sejak awal RUU yang membuat adalah SBY juga. Dan AKHIRNYA kita lihat bersama-sama pada Paripurna terjadilah sandiwara Fraksi Demokrat yang melakukan aksi Walk Out.

Secara Logika, kalau memang benar SBY mendukung Pilkada Langsung, RUU itu bisa ditarik sebelum diputus di Paripurna. Secara Logika, kalau SBY dan Demokrat memang mendukung Pilkada Langsung, pasti tidak melakukan Walk Out sehingga KMP yang menang Voting. Masalah 10 Opsi itu pasti bisa disesuaikan sehingga sangat tidak perlu dan sangat tidak masuk akal bagi Fraksi Demokrat untuk melakukan Walk Out.

Melihat itu semua makaanalisa saya menyimpulkan bahwa SBY telah melakukan 2 Strategi Besar menjelang lengsernya dari kursi Presiden. Ada bau tajam Konspirasi disana berikut dengan Target Pencitraan. (seperti yang sudah-sudah).

Sangat sulit membayangkan kalau SBY membiarkan begitu saja Citra nya jatuh di akhir pemerintahannya. SBY bukan orang bodoh jadi tahu betul akan hal tersebut. Mana mungkin SBY mau meninggalkan kesan sebagai Bapak Anti Demokrasi atau Bapak Penghianat Reformasi.

Menurut analisa saya,sepertinya semua inimemang sudah direncanakan oleh SBY. Tetapi karena tidak berjalan mulus sehingga akhirnya PLAN C harus dijalankan untuk mengakhirinya.

Analisa saya, Plan A dari SBY adalah mengakhiri masa Pemerintahannya dengan menggandeng Jokowi dan PDIP. Itu adalah yang paling ideal buat SBY. Tetapi sayangnya Megawati tidak menyambutnya.

Kemudian karena hal tersebut maka Plan B dijalankan.Plan B adalah aksi BALAS DENDAM, MENGHUKUM PDIP dan MENGUASAI PARLEMEN. Sebagai “Musuh” dari PDIP Alasan tersebut memang cukup manusiawi.

Kita tahu bahwa menjadi Oposisi di sistim Pemerintahan Presidensial itu sangat berat dan sangat Pahit. Golkar saja tidak pernah bersedia untuk itu. Tentu Demokrat juga. Berbeda dengan Golkar dan Demokrat, PDIP dan Gerindra pernah merasakan hal tersebut.

Setidak-tidaknya bila tidak bergabung dengan pemerintah, Obat Penawarnya adalah dengan menguasai Parlemen. Dengan menguasai Parlemen maka Demokrat ataupun koalisinya akan memiliki posisi tawar yang tinggi. Bahkan Pemerintahpun kalau kepleset sedikit akan bisa dikendalikan lewat Parlemen.

Untuk hal tersebut mau tidak mau Demokrat harus berkonspirasi dengan partai-partai yang lain. Dan pilihannya sudah tersedia yaitu KMP. Dan UU MD3 yang baru sudah sangat memfasilitasi hal tersebut. Koalisi yang terbentuk akan sangat dominan di Parlemen.Ini sangat jauh berbeda ketika PDIP berada diluar Pemerintahan dan menjadi minoritas di Parlemen selama 10 tahun.

Sebenarnya tadinya Demokrat (SBY) dan KMP ingin menggunakan UU Pilkada Tidak Langsung untuk lebih memperkuat Posisi Koalisi mereka. Diatas kertas mereka akan lebih mampu mengontrol Birokrasi Daerah dan memiliki posisi kendali atas jalannya Pemerintahan keseluruhan.

Sayangnya Penolakan dari berbagai kalangan masyarakat sangat-sangat signifikan. Bahkan para kepala daerah juga ikut menolak keras hal tersebut. Memancing kemarahan masyarakat adalah Tragedi bagi Demokrat. Hancur sudah nama besar SBY dan partai Demokrat yang telah dibangun selama 10 tahun.

Lalu untuk mengenai UU Pilkada Tidak Langsung yang sudah di sahkan Paripurna DPR, sebenarnya diatas kertas UU itu sangat mudah dipatahkan di MK. Jimly Assidiqie mantan Ketua MK sdh mengatakan itu. UU Pilkada Tidak Langsung tidak sinkron dengan UU MD3. Dapat dikatakan belum ada Undang-undang yang menyatakan DPRD memiliki wewenang untuk memilih Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati dan Walikota.UU Pilkada ini kalau sampai di Judicial Review di MK kemungkinannya akan dikabulkan gugatannya.

Dengan kondisi seperti itu maka mengeluarkan Perppu adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nama SBY. Dengan Perppu maka nama SBY dianggap masyarakat SUDAH memperjuangkan Pilkada Langsung dengan sekuat tenaga. Nama SBY akan tetap harum.

Ya itulah yang disebut Pencitraan. Karena sebenarnya Tanpa Perppu pun UU Pilkada Tidak Langsung sangat mungkin dibatalkan di MK. Dan kalau itu sampai terjadi maka SBY dan Demokrat akan malu besar. Lebih baik dikalahkan oleh PDIP di Parlemen daripada dikalahkan rakyat di MK.

Bukan hanya Demokrat yang malu dikalahkan rakyat. Koalisi Merah Putih pun demikian. 5 tahun berikutnya KMP akan dihukum dan dimusuhi oleh masyarakat. Ini sangat merugikan dan ini harus dihindari.

Demokrat dan KMP sebenarnya sudah berhasil membalas Dendam kepada PDIP dan Jokowi melalui UU MD3. Begitu juga pada Paripurna DPR yang lalu yang mengesahkan UU Pilkada. Rasanya itu sudah cukup, karena bila diteruskan maka PDIP akan dianggap masyarakat TERDZALIMI. Bisa-bisa Rebound efeknya.

Sekarang saatnya untuk mengambil hati masyarakat. Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa Demokrat saat ini akrab dengan KMP.

Logika Umum seharusnya ketika SBY merencanakan Perppu maka KMP akan menolaknya keras-keras. Dan berusaha untuk menghadang. Faktanya ?

Logika Umum kalau bukan Sandiwara seharusnya SBY sudah memecat kader-kadernya yang berkhianat. Dan selanjutnya SBY mendekati Koalisi PDIP dan merayu PPP atau PAN untuk menguasai Parlemen. Dengan langkah tersebut maka Perppu akan mudah disahkan.

Tetapi yang terjadi seperti yang kita saksikan bersama-sama kemarin, Di DPR yang baru Demokrat malah bersatu dengan KMP. Bahkan menempatkan salah satu kadernya sebagai Wakil Ketua DPR.

Apa boleh buat. Itulah memang Pilihan dari SBY. Sehingga kita lihat SBY begitu PeDe nya menanda-tangani Perppu untuk membatalkan UU Pilkada. Dan dari kubu KMP kita saksikan bersama-sama. TIDAK ADA lagi suara keras yang mengatakan akan menolak Perppu tersebut.

Sampai disini kesimpulan yang ada sudah cukup jelas. Ada Pencitraan, ada Konspirasi, ada Sandiwara dan lain-lain sebagainya. Mudah-mudahan Tulisan ini tidak dibaca oleh SBY dan Prabowo. Hehee. Bisa berubah lagi ke Plan D.

Silahkan saja SBY dan KMP bermanuver sesukanya. Silahkan saja mau bikin Perppu atau tidak, tidak masalah untuk rakyat. Yang penting buat masyarakat adalah : UU Pilkada Tak Langsung segera dibatalkan. Dan tolong kalau bisa untuk KMP dan SBY jangan buat gaduh lagi negeri ini. Lelah rakyat menyaksikannya.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline