Lihat ke Halaman Asli

Rusli Sosal

Kebahagianku, telah ku wakafkan kepada mereka yang menderita

Kisah Bocah Penjual Kue; Antara Kepedulian, Iming-Iming Saceng dan Kemandirian

Diperbarui: 3 Maret 2019   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri


"Papa... Tadi to, nene onco suruh beta pi bajual antua punya roti. Beta pulang ambel sampe tiga kali. barang orang bali sampe puluh-puluh papa. Dong bali samua par 20 ribu deng 8 ribu (maksudnya yang laku terjual sebanyak Rp.28.000). Nene Onco langsung kasih beta uang 3 ribu. Nene onco bilang, beso sore kalo su abis mangaji, beta pi bajual lai. Beso beta pigi bajual bantu nene onco ulang pa e... Supaya kalo beta dapa kasih uang, beta simpan par bali buku deng pena to papa..???," Lapor bocah penjual kue itu penuh semangat dengan dialek ambonnya.

Namanya Haira Maria Intan. Kelahiran Latu, 12 Juni 2010. Saat ini, ia sedang mengenyam pendidikan sebagai siswa kelas III di SD Negeri Latu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

Gadis kecil yang manja disapa Rara ini adalah putri kedua, beta dan istri tercinta Nur Ain Patty. Dalam keluarga kecil kami, Rara adalah anak yang memiliki karakter unik dari tiga saudara kandungnya, Laila, Khasanah dan Raihanun.

Pribadinya sangat penurut, peduli antar sesama, sangat sabar jika lagi sakit dan crewet ketika lagi sehat. Di sekolah, anaknya tidak terlalu cerdas. Dua kali naik kelas, hanya mampu meraih peringkat VI dan IV. Namun kalau lagi dirumah, ia sangat dewasa jika diajak ngobrol.

Semenjak mengenyam pendidikan dibangku kelas 1 SD, sepulang dari sekolah, bocah berkulit hitam manis ini, melewati kesehariannya dengan bermain, nyantri di TPQ serta belajar. Jarang sekali dia menghabiskan waktu siang untuk tidur.

Hingga di suatu senja, sekira akhir 2016. Rara disuruh pergi jualan roti. Roti yang dijual adalah milik adik kandung dari beta punya ibu mertua. Namanya Ibu Saiha Patty (53). Statusnya adalah janda, punya tiga orang anak (satu laki-laki, dua perempuan) namun semuanya sudah pada menikah.

Kala itu, dengan hanya bermodal sendal jepit, sambil menyunggi sebuah box plastik kecil, Rara kemudian jalan kaki keliling kampung Latu, menawarkan barang jualannya kepada warga sekitar.

Tiga kali dia bolak-balik ke rumah neneknya untuk mengambil roti. Walhasil, rotinya laris terjual sebanyak 28 buah dengan harga per buahnya yakni Rp.1000. Atas kerja kerasnya itu,Rara dihadiahi saceng (Rp.3000). Pengalaman di hari pertama dalam menjalani aktifitas barunya sebagai penjual roti itu, kemudian dia kisahkan ke beta.

Rupanya, ada rasa penasaran untuk menceritrakan hal tersebut. Pasalnya, saat beta baru pulang dari Piru, setiba dirumah dengan kondisi sangat lelah. Sepatu dan tas belum sempat juga beta lepas. Namun, Rara sudah buru-buru menarasikan sepenggal pengalamannya itu.

"Papa... Tadi to, nene onco suruh beta pi bajual antua punya roti. Beta pulang ambel sampe tiga kali. barang orang bali sampe puluh-puluh papa. Dong bali samua par 20 ribu deng 8000 ribu (maksudnya yang laku terjual sebanyak Rp.28.000). Nene Onco langsung kasih beta uang 3000. Nene onco bilang, beso sore kalo su abis mangaji, beta pi bajual lai. Beso beta pigi bajual bantu nene onco ulang pa e... Supaya kalo beta dapa kasih uang, beta simpan par bali buku deng pena to papa..???," Kisahnya.

Lelah yang tadinya menyandera raga, seketika legah tak terbekas usai mendengar ceritanya itu. Bukan saja kebahagiaan yang dirasa, tapi juga ada kebanggaan tersendiri. Sebab di usianya yang masih belia, Rara sudah mampu memberikan hal terbaik untuk keluarga. Dan hingga sekarang, dia masih tetap setia membantu neneknya menjual roti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline