Setelah pemerintah resmi mengumumkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% yang katanya hanya untuk barang mewah, kamu pasti akan menemukan beberapa harga produk akan ikutan naik, walaupun bukan termasuk barang mewah.
Itulah yang dikenal dengan efek oportunisme regulasi. Tapi tunggu dulu, apa semua ini gara-gara PPN saja atau ada sesuatu yang lebih licik di balik layar?
Apa Itu Efek Oportunisme Regulasi?
Nah, istilah ini mungkin nggak sering kamu dengar, tapi efeknya bisa kamu rasakan. Begini penjelasannya: ketika ada perubahan regulasi, seperti kenaikan PPN, beberapa pelaku usaha memanfaatkan momen ini buat menaikkan harga barang atau jasa mereka.
Nggak peduli barang itu barang mewah atau bukan, asal ada alasan untuk naik, ya naik. Kadang-kadang alasannya masuk akal, tapi sering kali lebih mirip alibi saja.
Contohnya, tukang bakso gerobakan dekat rumah saya. Sebelumnya, harga per mangkuk cuma Rp10.000. Kemarin waktu saya beli jadi Rp11.000. Alasannya? "PPN naik, Mas."
Padahal kalau dipikir-pikir, apa hubungannya PPN 12 persen sama harga bakso yang dari dulu nggak pernah kena pajak barang mewah? Emangnya baksonya dibikin dari daging wagyu?
Barang Bukan Mewah, Tapi Harga Ikutan Naik
Yang paling bikin gemas, kenaikan ini nggak cuma terjadi di barang yang memang seharusnya dikenai pajak tinggi. Produk yang sehari-hari kita anggap biasa saja terkena juga imbasnya. Ini barang-barang kebutuhan harian, lho, bukan barang mewah kayak tas branded atau mobil sport.
Ada yang bilang, "Ah, itu kan cuma seribu dua ribu perak lebih mahal." Tapi kalau dihitung-hitung, pengeluaran sehari-hari bisa jadi membengkak tanpa disadari.
Masalahnya bukan cuma soal uang. Rasanya kayak dibohongi diam-diam, karena kenaikan ini sering nggak transparan. Kamu bayar lebih mahal, tapi nggak tahu kenapa.
Siapa yang Diuntungkan?
Di sinilah oportunisme regulasi bermain. Akan ada banyak pihak yang memanfaatkan momen ini untuk menaikkan harga dan menyalahkan kenaikan PPN. Padahal, sebagian besar margin keuntungan mereka sebenarnya masih aman-aman aja.