Lihat ke Halaman Asli

Rully Novrianto

A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Air Mata Sebelum Hujan

Diperbarui: 21 September 2024   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AI generated image by leonardo.ai

Hujan datang tepat saat pikiranku melayang jauh. Duduk di kursi rotan di balkon kecil ini, aku tak merasa perlu menyelimutkan diri dari dinginnya malam. Angin membawa suara gemercik air yang jatuh dari langit, menggetarkan dedaunan hijau yang memenuhi pot-pot bunga di sekitarku. 

Seekor kucing duduk di sampingku, mungkin dia mencari kehangatan yang sama seperti yang kubutuhkan. Tapi malam ini, bahkan kehangatan tak bisa meredakan gemuruh di dadaku. Bukan soal hujan, bukan soal malam yang semakin larut. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar cuaca yang membuat hatiku begitu berat. 

Di hadapanku, jendela rumah-rumah tetangga menyala, menandakan kehidupan yang terus berjalan. Tapi rasanya mereka jauh sekali, seperti aku berada di dimensi yang berbeda---terpisah. Mereka sibuk dengan dunia mereka, sementara aku terjebak dalam pusaran pikiranku sendiri.

Aku tidak pernah benar-benar menyukai hujan, tapi malam ini setiap tetesnya terasa seperti bisikan. Bisikan yang mengingatkanku pada hal-hal yang selama ini kupendam dalam-dalam. Tentang janji-janji yang diucapkan tapi tak pernah ditepati, tentang harapan yang perlahan-lahan terkikis seiring berjalannya waktu. 

Mungkin yang lebih menyakitkan dari hujan malam ini adalah kenyataan bahwa aku pernah berharap. Dan mungkin yang lebih parah, aku masih berharap.

Kucing itu meringkuk lebih dekat, seolah-olah tahu bahwa aku sedang butuh teman. 

"Apa kamu juga merasa kesepian?" tanyaku padanya. 

Tentu saja dia tak menjawab, hanya matanya yang memandang kosong ke arah hujan. Aku menghela napas panjang. Kadang-kadang, lebih mudah bicara dengan kucing daripada dengan manusia.

Ada momen hening yang panjang, hanya suara hujan dan napasku yang terasa berat. Ingatan-ingatan datang tanpa diminta. Percakapan-percakapan lama yang tak pernah kuselesaikan. 

Satu ingatan menyelinap masuk, tentang sebuah percakapan di bawah langit yang sama, tapi dengan suasana yang jauh lebih cerah. Tentang tawa yang kini terasa asing di telingaku. Tentang tangan yang dulu erat menggenggamku, tapi sekarang sudah tak lagi ada di sisiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline