Lihat ke Halaman Asli

Rully Moenandir

TV and Movie Worker

Debat Cawapres Ungguli Debat Capres

Diperbarui: 19 Maret 2019   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arsip Kompas

Entah kenapa malam debat cawapres kemarin itu ngantuknya bukan main.
Baru selesai segmen satu, tidak terasa ketika terbangun sudah waktunya untuk salat subuh, itu berarti pas tayang commercial break saya tertidur pulas.

Sayang, sediki sedih, gara-gara tidak menonton langsung debat Cawapres 2019, yang kali ini Trans Corp sebagai Official Broadcasternya grup yang menaungi Trans Tv, Trans 7, CNN Indonesia, CNBC Indonesia, dan detikcom, yang sudah tidak asing didengar masyarakat Indonesia.

====

Debat yang ditunggu banyak orang (termasuk saya tentunya), karena ini adalah pertama kalinya dalam sejarah bangsa Indonesia dimana Calon Wakil Presiden yang sejak dulu dianggap sebagai "hiasan" dalam pemerintahan pendamping Presiden, kali ini diperhitungkan sebagai "sesuatu" yang dianggap bernilai dan punya "power" dalam struktur pemerintahan di Indonesia.

Arsip Kompas

Tepatnya, ketika masa kepemimpinan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Jusuf Kalla (JK), peran Wakil Presiden terlihat dengan jelas. Jika dahulu posisi Wapres hanya "manggu-manggut" terhadap semua kebijakan yang dilakukan Presiden, tidak terjadi pada kolaburasi pasangan SBY-JK. 

Selain terlihat harmonis dalam ritme kerja pemerintahan, terlihat saling mengisi dalam pelaksanaan kerja, namun kedua pasangan ini juga terlihat "perang" dalam mengambil beberapa keputusan. 

Perang yang berarti "saling koreksi" sebelum akhirnya keputusan tadi disahkan dan berdampak langsung di masyarakat sebagai stakeholder negara. Sebuah "perang" yang bagus dalam sebuah tatanan kenegaraan tentunya, jauh lebih baik dibanding budaya "yes boss" atau "asal bapak senang", yang selama ini melekat pada sistem pemerintahan kita, baik di pusat, apalagi di daerah.

Waktu terus berjalan, efek "kerja" cawapres juga terus berkembang. Jaman pemerintahan SBY-BUDI juga terlihat hal yang sama. Wapres Budiono yang merupakan akademisi sekaligus praktisi keuangan, berkali-kali silang pendapat dengan SBY mengenai arah kebijakan ekonomi Indonesia saat itu. 

Walau sebelumnya dicemooh banyak partai yang berseberangan (bahkan juga oleh partai pendukung), masukan Budiono yang akhirnya disepakati SBY berdampak baik. 

Tidak ayal, "pertentangan" inipun terus berlanjut hingga pemerintahan Jokowi-JK saat ini. "Pertentangan" tadipun tidak hanya terjadi pada "pasangan" saja, bahkan pada level "pembantu" alias menteri. Jika level "pembantu" ini dahulu sangat takut dengan sosok "majikan", di pemerintahan kali ini para "pembantu" ini justru mendapat porsi lebih untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka sesuai dengan kapasitas kementereriannya atau keilmuannya, terkait kebijakan-kebijakan yang direncanakan Pemerintah dalam hal ini Presiden.

Arsip Kompas

Presiden, yang dahulu dianggap "Maha Tahu" dan "Maha Benar", kali ini ditempatkan sebagai "Expert Planner" yang memang butuh masukan dari banyak sisi terkait Rencana-rencana Dahsyatnya kedepan. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline