Heboh-heboh cuitan CEO Bukalapak ternyata cukup membuat KAGET sendiri pembuatnya, yakni Achmad Zaky, sang Jenius kelahiran 1986 dan lahir dari rahim kampus ternama di JawaBarat, ITB.
Ia yang mengatakan dalam cuitannya menegenai DATA budget R&D negara-negara di dunia berdasar (mungkin) wikipedia ini, justru menjadi trigger sebuah gerakan menghilangkan aplikasi buatannya tadi di kalangan pengguna gadeget dan pelanggan e-commerce BUKALAPAK yang ditandai dengan tagar #UninstallBukalapak sejak hari Valentine kemarin, 14 Februari 2019.
Sebetulnya, tidak ada yang salah dengan data yang ia tukil tadi, karena data tersebut memang real sebagai data yang dipublikasikan, namun sayangnya kali ini Akhmad Zaky tidak secermat saat mengulik kode-kode data pemrograman yang justru membutuhkan ketelitian lebih tinggi. Ia lupa memperhatikan kalau release tadi adalah berpatokan pada data di tahun 2013 (Indonesia).
Belum lagi, di akhir data, ia menyematkan sedikit "harapan" baru, agar budget R&D Indonesia bisa ditingkatkan setelah terpilihnya Presiden Baru.
***
Riuh rendah tepuk tangan dan sorakan gembira meenggetarkan JCC Senayan Jakarta saat sang CEO mengatakan "Ini kebanggaan bagi Bukalapak, kami perusahaan startup dianggap anak sekarang karena ayahnya datang. Terima kasih, tepat hari ini kami sembilan tahun,". Achmad Zaky secara tidak langsung mengatakan bahwa Jokowi adalah ayah dari Bukalapak, sebuah perusahaan E-Commerce Indonesia berbasis marketplace C2C yang berfokus pada pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Sebuah luapan kegembiraan mungkin, setelah 2 tahun sebelumnya, ia juga menerima Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Jambi pada 21 Juli 2016. Tanda Kehormatan ini merupakan penghargaan negara yang diberikan oleh Presiden atas jasa dan darma bakti seseorang kepada bangsa dan negara sehingga bisa dijadikan teladan bagi orang lain.
Belum lagi ketika ia secara personal menambahkan, cerita perjuangannya membesarkan Bukalapak yang tahun ini menginjak usia ke 9, dan menempatkannya menjadi perusahaan unicorn yang memiliki nilai kapitalisasi di atas USD 1 miliar atau setara Rp 14,5 triliun (kurs Rp14.500), "Dulu kami enggak punya apa-apa, kami mahasiswa ITB yang kami miliki hanya kecintaan pada barang bernama teknologi dan mungkin mimpi dan harapan. Tidak ada hal lain yang kami miliki selain itu, tepat hari ini juga kami memperingati mimpi ini,"
***
Kali ini, ditengah suasana hangat Pemilihan Presiden 2019, ditengah "pecahnya" masyarakat menjadi 2 kubu pemilih, dan ditengah kritisnya warga terhadap statement-stament yang seringkali blunder atau bahkan hoaks, Achmad Zaky pun membuat sesuatu hal yang akhirnya berbuah fatal.
Cuitan di twitter pribadinya mengenai "semagat perubahan", sudah mulai ia tulis beberapa kali termasuk "sentilan" kepada almamaternya sendiri di tanggal 14 Februari 2019. Ia membandingkan data Dana Abadi Universitas di belahan dunia lain dengan Dana Abadi ITB yang ia sebut perbandingannya bagai bumi dan langit.
Padahal, beberapa hari sebelumnya pun, ia atas nama Bukalapak justru baru mencanangkan kerjasama bidang iptek lewat hadirnya Laboratorium Riset Berbasis Artificial Intelligent (AI) pertama di Indonesia, yang diberi nama Bukalapak-ITB Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center, setelah sebelumnya pada bulan Januari 2019 juga sudah melakukan kerjasama dengan menggulirkan BukaBike, yakni penggunaan sepeda bertenaga matahari untuk mahasiswa di lingkungan kampus ITB berbasis aplikasi.
Sayangnya, di cuitan terakhirnya ini ia agak kurang teliti, seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya. Data yang tertulis, jelas memperlihatkan data sampling tadi diambil tahun berapa di kolom-kolom selanjutnya, sehingga tidak fair jika harus mengcomparenya dengan negara-negara lain yang hasil sampling datanya sudah updated. Dan ketelitian inilah yang berbuah fatal, sehingga akhirnya ia dengan "terpaksa" harus menghapus cuitan kontroversialnya tadi..
Padahal seharusnya, sebagai CEO perusahaan berbasis IT dan pengulik data bahkan internet, seharusnya ia bisa mengupdate sendiri data tadi dengan membuka website WORLD BANK atau UNESCO yang menyediakan data yang sama dengan data pembanding yang terbaru, dibanding wikipedia yang merupakan website "crowd sourcing", yang jika belum ada yang mengupdate, maka data yang disajikan adalah data terakhir yang dirubah seseorang/organisasi yang memiliki akses member wikipedia.
***
Memang kejadian blok produk atau uninstall aplikasi ini bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Mungkin kita masih ingat bagaimana ajakan stop beli Sari Roti, #UninstallGojek, #UninstallPath, atau #UninstallTraveloka baru-baru ini. Semua didasakan kasus yang sebetulnya tidak terkait langsung dengan performa aplikasi. Namun berdampak cukup luas sehingga perusahaan harus mengeluarkan "jurus" ekstra dalam menghadapi hal tadi. Kasus LGBT, kasus investasi dari perusahaan lokal yang pernah menyakiti rakyat, atau kasus akibat petinggi aplikasi sekedar "menyalami" salah seorang yang walkout karena ada salah satu gubernur hadir dalam acara tertentu.