Entah kenapa, hari ini tiba-tiba ingat kamu Bemo...
====
Jakarta, ibukota negara Indonesia ini, memang merupakan etalase pertama baik bagi wisatawan mancanegara maupun role model bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Salah satunya yakni moda transportasi, bagi para warganya.
Jika dahulu, moda transportasi pasti muncul pertama kali di Jakarta, baru kemudian daerah daerah lain mengikuti, tidak demikian saat ini. Jika di Jakarta MRT - LRT baru bisa digunakan Maret 2019 nanti, tapi di Palembang justru telah lebih dulu memiliki dan mulai digunakan secara rutin oleh warganya sebagai pilihan moda transportasi dalam kehidupan kesehariannya.
Kalah cepat ? Bisa jadi. Kalah perencanaan ? Belum tentu...
Jakarta saat ini, jauh berbeda sekali dengan jakarta tempo doeloe. Kita jaman Belanda, seringkali kita melihat foto-foto atau bahkan video singkat yang memperlihatkan di beberapa wilayah jakarta, dilintasi moda transportasi Tram layaknya di Eropa dan Amerika, yang hilir mudik membawa penumpang dari lokasi satu ke lokasi lainnya, kereta ringan yang menggunakan jalur rel melintas bersamaan dengan mobil, motor, gerobak berkuda dan manusia di jalanan.
Dan jangan lupa, tiang-tiang pancang untuk MONORAIL/ MRT sendiri, sudah terpasang dengan kokoh disepanjang jalan HR Rasuna Said sampai Kawasan Senayan Jakarta, sejak tahun 2004 namun terhenti di tahun 2007.
Jakarta yang sangat padat penduduknya ini juga, makin seperti tidak tertata model pembangunannya. Kalau kita bandingkan lagi, peta Jakarta saat masih bernama BATAVIA, serta perubahannya sampai saat ini...terlihat semakin tidak jelas. mana kawasan perumahan, bisnis, hiburan, dll. Jalan-jalan baru pun bermunculan seiring kawasan hunian yang terus tumbuh, baik di tengah kota, pinggir kota, maupun kawasan-kawasan satelitnya.
Akhirnya, banyak terbentuk jalan baru, jalan-jalan kecil, bahkan gang sempit. Masyarakat yang tiggal di kawasan yang menjorok kedalam, perlu moda transportasi kecil, ringan, yang bisa membawa mereka ke jalan besar (raya) yang memang dilalui moda transportasi yang jauh lebih besar seperti angkot, bus ukuran medium, bahkan bus besar.Maka dari itu, bermunculan lah moda transportasi lingkungan...sebut saja, yang pernah kita kenal atau dengar seperti helicak, bajaj, dan bemo.
Nah, untuk urusan moda tranportasi beroda tiga ini, helicak yang kemudian bertransformasi menjadi bajaj, bisa disebut transportasi yang "spesial", karena bisa mengantarkan kita kemanapun kita mau layaknya taksi, karena memang tidak memiliki trayek/jalur tertentu dalam operasinya, mereka hanya dibatasi per wilayah saja, jadi bajaj jakarta barat dilarang masuk ke kawasan jakarta selatan misalnya.
Lalu, untuk kendaraan roda tiga yang bertrayek, hanya ada 1... BEMO !!
Jika Anda tumbuh di tahun 80-90an, maka Anda akan familiar sekali dengan moda transportasi 1 ini. Bemo hampir merajai angkutan umum lingkungan, karena muat banyak, dan area operasinya hampir sama dengan halicak atau bajaj. Selain itu, bentuknya pun sangat unik.."monyong", dan bahkan sering dikonotasikan dengan komedian legendaris Dono WARKOP.
Bemo sendiri merupakan singkatan dari "Becak Motor", yang sedianya memang dikeluarkan untuk menggantikan posisi becak, dan beroperasi layaknya taksi atau bajaj tanpa trayek. Namun kemudian, bemo justru dibatasi ruang geraknya hanya untuk dalam lingkungan saja dan diberi trayek pendek.
Si "monyong" ini sejatinya merupakan alat transportasi barang ringan merek Daihatsu Buatan Jepang, dengan model MidgetMP, itulah kenapa ketika di Jakarta digunakan untuk angkutan umum dan diberi kursi penumpang di belakang, kondisinya lumayan sempit. Dengan 1 penumpang di depan, dan 6 penumpang di belakang, posisi duduk agak menjadi kurang nyaman karena harus berdempetan sekali dan beradu lutut dengan orang yang duduk di seberang kita.
====
Kehadiran bemo di wilayah kami, menjadi KUNCIAN sejak lama. Bagaimana tidak, di wilayah kami (jakarta barat), ada 3 trayek utama yang "digarap" oleh bemo walau bermuara di lokasi yang sama, yakni seberang MALL CITRALAND GROGOL. Pertama, Trayek 01 Grogol-Dutamas. Kedua, Trayek 02 Grogol-Perdana. Ketiga Trayek 11 Grogol-Fajar. Keseluruhan trayek ini adalah wilayah "nanggung" dari Grogol. Jika masuk dari grogol menuju wilayah ini, melewati banyak sekali pemukiman penduduk yang tidak terjangkau angkutan umum, namun jika kita memilih naik ojek atau bajaj harganya akan fantastis; jauh berbeda jika kita menggunakan bemo yang tahun 1996-1997 jauh dekat penumpang hanya membayar 1000 rupiah untuk sampai tujuan, namun jika menggunakan ojek atau bajaj, harus merogoh kocek antara 5000-8000 rupiah.
Jam operasinya pun sangat "memanjakan" penumpang. Bemo-bemo ini sudah standby dari titik dalam sejak pukul 06.00 pagi untuk mengantarkan para penumpangnya ke GROGOL, untuk mereka melanjutkan perjalanan ke masing-masing tujuan dari terminal grogol. Sedangkan sore-malam harinya, bemo-bemo ini setia menunggu penumpangnya hingga pukul 8 malam. Serivenya pun memuaskan, hampir tidak pernah terjadi "pengalihan" penumpang dari bemo satu ke bemo lain ditengah jalan karena sedikitnya penumpang, tidak seperti bus atau metromini yang saat itu yang sering sekali memindahkan penumpang ke bus dibelakangnya, atau bahkan menurunkan penumpang ditengah jalan dengan mengembalikan uang penumpang seenaknya.