Sebuah Tinjauan Atas Implementasi Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Indonesia
Selasa, 20 Februari 2018 publik kembali dikejutkan oleh berita tentang kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek kontruksi pemerintah. Tiang Girder dalam proyek pembangunan Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) ambruk di dekat Gardu Tol Kebon Nanas Jl. DI. Panjaitan Jakarta Timur . Sedikitnya ada tujuh pekerja proyek mengalami kritis akibat kecelakaan kerja tersebut, seperti yang diberitakan www.merdeka.com (20/2/2018) . Kejadian ini menambah daftar kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek pemerintah selama lima bulan terakhir. Sebelumnya, Minggu, 4 Februari 2018, Crane proyek jalur kereta Double Double Track (DDT) di Jatinegara, Jakarta Timur ambruk dan menimpa pekerja yang berada dibawahnya (https://news.detik.com). Lalu, pada tanggal 22 Januari 2018, kontruksi Light Rail Transit LRT di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur ambruk dan menyebabkan lima orang korban (http://megapolitan.kompas.com)
Akhir tahun 2017 juga diwarnai dengan berbagai kecelakaan kerja proyek kontruksi. Pada tanggal 30 Desember 2017 sempat terjadi kecelakaan konstruksi di proyek Tol Pemalang-Batang. Dalam sebuah video yang viral di media sosial perpesanan, tampak sebuah girder ambruk ketika hendak dipasangkan (https://finance.detik.com). Sebelumnya, pada 3 November 2017 pembatas beton proyek Mass Rapid Transit (MRT) jatuh di Jalan Wijaya II, Jakarta Selatan dan menimpa sepeda motor, untungnya pengendara sepeda motor tak mengalami cedera parah (https://news.detik.com). Lalu tanggal 15 November 2018, beton proyek Light Rail Transit ( LRT) jatuh dan menimpa sebuah mobil di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur (http://megapolitan.kompas.com). Kemudian pada 17 Oktober 2017, Crane proyek Light Rail Transit (LRT) juga roboh dan menimpa ruko di Jalan Kelapa Nias Raya Blok, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kejadian tersebut menyebabkan satu rumah warga rusak dan satu orang mengalami luka (http://poskotanews.com).
Rentetan kejadian kecelakaan kerja yang terjadi pada beberapa proyek kontruksi pemerintah selama 5 bulan terakhir tersebut menimbulkan pertanyaan di benak kita tentang bagaimana implementasi kebijakan Keselamatandan Kesehatan Kerja (K3) saat ini di Indonesia? Persoalan ini penting untuk kita perhatikan, karena selain akan mengakibatkan kerugian material, ada hal penting yang dipertaruhkan disini melebihi kerugian material tersebut, yaitu nyawa manusia.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA
Beberapa kasus kecelakaan kerja pada proyek pemerintah tersebut masih sedang dilakukan investigasi secara intensif oleh pihak kepolisian dan instansi terkait. Namun, terdapat beberapa kasus dari hasil penyelidikan yang telah dinyatakan penyebabnya. Hasil investigasi Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, menyimpulkan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek jalur kereta Double Double Track (DDT) di Jatinegara adalah akibat adanya kelalaian operator. Bantalan beton yang akan dipasang belum tepat pada posisinya, namun sudah dilepas dengan alat yang mengangkat. Akibat tidak pas, bantalan tersebut jatuh dan menimpa pekerja (http://wartakota.tribunnews.com).
Begitu juga dengan ambruknya kontruksi beton pada proyek Tol Pemalang-Batang, Dirjen Bina Kontruksi Kementerian PUPR menyatakan bahwa kecelakaan kontruksi tersebut terjadi karena tidak dilaksanakannya SOP (http://properti.kompas.com). Meskipun kejadian tersebut hanya menimbulkan kerugian material, namun merupakan kondisi yang mengancam keselamatan kerja pekerja dan orang-orang yang berada disekitarnya. Lalu, Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, menyatakan bahwa penyebab jatuhnya pembatas beton proyek Mass Rapid Transit (MRT) yang menimpa sepeda motor adalah karena lengan crane (boom) yang goyang (http://www.tribunnews.com). Beberapa hasil investigasi tersebut mengindikasikan faktor kelalaian manusia (human errors) sebagai penyebab dalam kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian manusia merupakan salah satu faktor klasik. Faktor tersebut tidaklah berdiri sendiri namun kausalitas dari faktor lainnya, yaitu - kondisi kerja, tindakan tidak aman, kecelakaan, dan cedera -seperti yang dinyatakan H.W Heinrich melalui Teori Domino (http://www.pusdiklatk3.com). Dari hasil penelitiannya, 98% penyebab kecelakaan disebabkan "tindakan tidak aman" sehingga untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan cara mengeliminasi faktor tersebut. Disamping itu, kecelakaan kerja berkaitan dan/ atau bersumber dari faktor organisasi dan manajemen. Ketika terjadi kecelakaan kerja, dapat diasumsikan bahwa ada prosedur (SOP - K3) yang tidak dipatuhi dalam pelaksanaan kegiatan dan indikasi lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen.
RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (RK3) SEHARUSNYA TIDAK HANYA SEKADAR DOKUMEN PELENGKAP
Kebijakan publik menjadi salah satu komponen utama, disamping lembaga-lembaga negara, warga (citizen), dan wilayah(Nugroho, 2014: 26-27) dari sebuah negara sebagai entitas formal. Kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan merupakan salah satu instrumen penting yang digunakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk mengendalikan, mengelola negara dan mengatasi berbagai persoalan yang sedang dan mungkin akan terjadi di masyarakat dan dalam bernegara.
Terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang K3 dengan menerbitkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang tersebut mewajibkan diterapkannya K3 di tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Keharusan menerapkan K3 juga diatur didalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pada pasal 86.