Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Amrullah

Pemuda Lamongan

Cerpen | Puspita Merah 1

Diperbarui: 12 Februari 2019   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu bernama cerah. Lengking sinar terang menerangi alam raya. Di salah satu belahan bumi didapatilah gadis muda, dengan binar mata memukau, senyum semburat bertajuk pelita, badan kecil pendek menjadikan ia gadis kecil yang lucu. Gadis itu periang sangat. Seakan kesejukan alam raya bergantung pada suasana hatinya.

Ia tinggal di dataran tinggi dengan berselimut suhu yang sejuk, sesejuk tatapannya. Tingkahnya yang kian polos dan lugu menjadikan ia sebagai kesukaan banyak orang. Sikap yang ramah tamah, lebar senyum itu sudah melekat sejak ia lahir ke dunia. Gadis itu bernama anggun.

Di setiap harinya anggun adalah gadis yang selalu membantu orang tuanya bekerja di kebun teh orang tuanya. Gadis remaja yang usianya berkisaran 17 tahunan itu sangat lihai dalam berkebun. Tabu memang. Seukuran gadis yang cantik jelita bak dewi kayangan itu bekerja di kebun dengan penuh senyuman. Tanpa kenal kata enggan dalam tiap langkahnya, hanya dan hanya senyuman yang selalu meriasi perkebunan.

Pada suatu kala, usaha perkebunan milik orangtuanya itu harus tiba pada titik rendah dimana usaha itu mengalami keterpurukan. Tiada longsor tiada topan tapi ini merupakan bencana yang sangat merugikan. 

Usaha perkebunan orangtua anggun tergolong perusahaan perkebunan swasta yang tergolong kecil. Perkebunan rakyat seperti milik orangtua anggun tersebut secara umum masih belum memiliki kekuatan besar dalam menghadapi persaingan pasar terutama terkait daya saing produk. 

Selama ini perusahaan-perusahaan besar swasta ataupun milik negara yang lebih dominan menguasai pasar dan mendapatkan keuntungan besar untuk bisnis berbasis perkebunan. Tentu saja ketidakberdayaan mereka menjadikan peluang bagi beberapa pihak yang mempunyai niat licik dan picik.

Tok.. Tok.. Tok.., suara ketukan tangan membentur pintu rumah dari luar. Bergegaslah anggun dengan tangkasnya membukakan pintu rumah kayunya itu. Terdapat orang yang berpakaian rapi tak dikenalnya membawa koper layaknya orang kaya.

"Bapak yadi ada ?" orang berbaju rapi itu bertanya dengan mata menggerayangi rumah kayu milik keluarga yadi.

"Bapak? Iya ada. Ada perlu apa tuan datang kesini, kalau saya boleh tau?"

"Saya di sini ingin bertemu dengan bapak yadi" jawabnya tegas dengan mata yang tak mau menatap ke anggun.

"Bapak sedang istirahat di kamar. Beliau sedang tidak enak badan" jawab anggun dengan nada judes.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline