ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman : "Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya" (QS. Al Mulk ayat 2).
KETIKA dilahirkan ke muka bumi, manusia tidak bisa memilih lahir dimana, kapan dan dari orang tua yang mana, karena itulah ketentuan Allah Ta'ala. Namun ketika tumbuh dan berkembang, barulah mereka diberikan beragam pilihan hidup.
Karena hidup ini hakikatnya adalah ujian Allah bagi orangf beriman, guna mencapai derajat yang paling baik amalnya, atau dalam konteks Qur'ani disebut sebagai "Ahsanu 'Amala". Posisi itu hanya bisa dicapai bagi mereka yang tekun beribadah, yakni menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangannya.Ada dua ungkapan paradoksal, yang pertama ialah ; "Apa yang tampaknya mudah dilakukan orang lain dalam penilaianmu, belum tentu kau bisa melakukannya". Sedangkan ungkapan yang kedua berbunyi ; "Jika orang lain bisa melakukannya, mengapa kamu tidak ?"
Dua kutipan bijak tersebut tampaknya berbeda terminologi motifnya, mengapa demikian ?. Ungkapan yang pertama mengandung nasehat baik, sebuah falsafah agar kita jangan punya mental meremehkan karya orang lain, sekalipun itu kita anggap sesuatu yang sangat sederhana, kita belajar respek atau menghormati prestasi orang lain.
Setidaknya karya orang lain tersebut sudah merupakan sebuah langkah maju, selangkah di depan (one step ahead) dan kita tertinggal di belakangnya. Sikap seperti ini mengajarkan kepada kita makna kesederhanaan, tawadhu, kebersahajaan dan sikap sikap membumi (down to the earth), tidak jumawa apalagi sombong dengan mengungkapkan bahwa kita juga pasti mampu melakukan prestasi yang setara, padahal belum tentu bukan ?.
Sementara ungkapan yang kedua adalah "jika orang lain mampu melakukannya, mengapa saya tidak ?". Pernyataan demikian selayaknya hanya ditanamkan di dalam hati sanubari, tidak lain maksudnya adalah justru menjadi penyemangat, menjadi cambuk agar kita tergerak, termotivasi untuk juga berprestasi, terinspirasi untuk melakukan aktifitas karya yang lebih baik daripada yang kita lihat dari orang lain.
Nah, dengan penyemangat seperti ini, niscaya kita akan mampu dan diberi kekuatan oleh Tuhan untuk mengembangkan diri sendiri dengan pencapaian gemilang, tanpa harus takabbur. Dua ungkapan diatas memberikan pelajaran bagi kita agar menyikapi prestasi orang lain dengan beragam seni kehidupan yakni seni bersikap, seni mengamati, seni meniru hal-hal baik, dan seni memodifikasi-atau membuat prestasi yang lebih baik daripada orang lain, atau yang disingkat sebagai "ATM" atau Amati-Tiru-Modifikasi.
Sehingga terbentuklah karakter baik dalam berkreasi dan berinovasi, yakni menjadikan karya dan atau prestasi orang lain sebagai pemacu, sebagai sebuah inspirasi dan motivasi, kemudian jangan lupa untuk disisi lain mengapresiasi karya tersebut dengan cara yang elegan, jangan mencela seolah-olah kita lebih baik daripada orang lain.
Karena kesombongan niscaya tak mendatangkan manfaat apa-apa bagi kita dan hanya akan merugikan diri sendiri, dilain pihak kesombongan akan pencapaian prestasi juga niscaya akan menjadi beban mental yang menghambat proses kreatifitas seseorang, kontra produktif dan malah menjerumuskan !. Disitulah letak seni mengubah hingga melanggengkan karakter baik yang potensinya dimiliki semua manusia.
Dua hal yang menjadikan potensi karya manusia itu tidak terwujud adalah yang pertama adalah sombong alias takabbur, dengan segala derivatifnya seperti sikap gengsi, ujub, merasa bisa, merasa lebih baik dari orang lain dan yang kedua adalah sikap malas (indolent, futur) dengan segala manifestasinya seperti putus asa, merasa tak ada gunanya, merasa sia-sia serta tak menggunakan waktu dengan berikhtiar sebaik-baiknya.
Ya, seni kehidupan senantiasa meliputi kita. Karena itulah mereka yang alergi terhadap hal-hal yang berbau seni dengan segala manifestasinya, niscaya akan sulit memahami seluk beluk kehidupan ini. Seni menjadi pilar penting dalam keseharian hidup manusia.