Lihat ke Halaman Asli

Bercanda Dengan Dramaturgi Politik dan Demokrasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Proscript for Democrazy" : "A democracy is nothing more than mob rule, where 51% of the people may take away the rights of the other 49%. The great thing about democracy is that it gives every voter a chance to do something stupid.”

1. Masa kampanye Pilpres, dua kubu mulai berseteru dg jargon masing-masing. Di kertas kubu 1 diatas angin karena didukung lebih banyak partai, kubu 2 pun tak mau kalah. Maka dimulailah drama itu. (Skor 0-0)

2. Masa nyoblos, kubu 2 diatas angin karena Quick Count unggulkan mereka. Kubu 1 tak mau kalah, hadirkan juga Quick Count yg belakangan namanya raib ditelan bulan . (0 -1)

3. Masa pengumuman resmi KPU, kubu 2 dinyatakan menang tipis, pendukungnya bersorak dan jumawa, teriak kemenangan menenggelamkan kesulitan hidup sehari-hari. Ekspresi kecewa ada di kubu 1, begitupun para pendukungnya. Dimulailah perlawanan itu, tercetuslah tuduhan kecurangan TSM, Terstruktur, Sistematis, Masif. Kubu 1 bulat ajukan tuntutan hasil pilpres ke MK. ( 0-2)

4. Masa sidang MK. MK Tolak tuntutan kubu 1. Lalu kubu 2 resmi memenangkan kursi istana. Pendukung kubu 2 kembali jumawa, berbagai sindiran dan olok-olok menohok pendukung kubu 1 -- mulailah drama "bully-mem-bully" 'sakitnya tuh disiniiii ..!' . Sebagian pendukung kubu 2 masih waras, lalu belokkan jargon dari "salam dua jari" menjadi "salam tiga jari", alih-alih sila persatuan, atau mungkin sekedar meredam sakit hati kubu1. (0-3)

5. Kalah di kursi Kepresidenan, mulailah kubu1 merancang strategi konstitusional lainnya, kali ini tekad kuasai parlemen. Maka gol-lah UU Pilkada, yg salahsatunya memutuskan pilkada melalui DPRD, sebuah strategi jangka panjang yg ditengarai sarat kepentingan kekuasaan kubu 1 di daerah. SBY dan Demokrat turut ramaikan situasi dg akrobat politik cari-aman. Kubu 2 mulai mutung. Metro TV ngambek, TVOne mulai senang . (1-3).

6. Taktik lain kubu 1 melalui UU MD3 yang antara lain mengubah tatib pemilihan ketua DPR melalui mekanisme sistem paket. Kubu 2 meradang dan ajukan gugatan ke MK. Hasilnya MK tolak gugatan kubu 2 soal MD3. Kubu 1 nyengir, kubu 2 tertohok. Pimpinan DPR dikuasai kubu 1. Metro TV tambah sewot, TVOne jumawa, antiklimaks dimulai. Olok-olok kubu1 mulai menohok pendukung kubu 2. terutama di medsos --- 'sakitnya tuhh disinniiii.. . (2-3).

7. Akhirnya kubu 2 pun tambah gedhek, ketika kubu 1 ambil posisi jumawa, saat paket pimpinan MPR berhasil dikuasai. Lalu Metro TV dan para pendukung kubu 2 'speechless' dan 'lemes'.. . . Para pendukung kubu 1 dapat kesempatan retaliasi dalam ranah "bully mem-bully" TVone ge-er tapi rada terkendali. MetroTV gak mau istilah KMP maka diubahnya dg Koalisi Oposisi, satu dari beberapa kekesalannya atas antiklimaks yg terjadi. (3-3).

BEGITULAH juga interaksi kehidupan berjalan sepanjang masa, dramaturgi (alur emosi dalam sebuah cerita) politik tu hanyalah miniatur lintasan waktu. Setiap orang, kelompok atau bangsa akan dipergilirkan segala lebih dan kurangnya. Dinamika itu akhirnya akan selalu berakhir dg ekuilibrium, keseimbangan ataupun 'zero-sum game'. Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya...Klw tak ambil hikmah dan pelajaran dari waktu, maka 'we stand on the same wrong side !', dan sakitnya tuhhh disinnii dan disanna, dimana-mana. .@ HariIniKamuBesokGiliranSaya .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline