Lihat ke Halaman Asli

Tirta Sangga Jaya, Mengelola Air Sembari Berbisnis

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

KANAL Tirta Sangga Jaya (TSJ) bilamana terwujud jadi kenyataan, akan  punya multi-manfaat. TSJ menjadi sarana pengelolaan air yang bisa dikembangkan menuju bisnis air baku, transportasi air dan jalan, pembangkit listrik tenaga air serta pariwisata. Mimpi Syaykh AS Panji Gumilang untuk Jakarta itu, bisa menjadi proyek monumental yang masuk akal dengan menata aliran air dari Sungai Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum serta sejumlah sungai kecil yang menyerbu Ibukota Negara. Syaykh prihatin atas nasib Ibukota Negara dan masyarakat Jabodetabek yang mengalami kesulitan lantaran terjangan air bah di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Padahal dengan tatakelola air yang diimpikannya lewat pembangunan kanal huruf U, selain memanfaatkan air dengan semestinya, juga menawarkan berbagai bisnis yang menggiurkan. Atau, “sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.” Mimpi tentang TSJ bermula dari keprihatinan atas nasib 'sial' yang menimpa Ibukota Negara yang setiap tahun terancam banjir, terutama air kiriman dari daerah hulu. Setiap musim hujan, air terbuang percuma ke Laut Jawa, setelah menerjang kawasan-kawasan pemukiman Jakarta. Padahal di musim kemarau para petani Banten dan Karawang-Bekasi berteriak kekurangan air, lantaran pasokan air dari Waduk Jatiluhur tak mampu menjangkau daerah pertanian di sepanjang kawasan Pantura (Pantai Utara) Jawa. TSJ bukan semata-mata proyek pengendalian banjir Jakarta, melainkan juga menawarkan berbagai peluang bisnis dan kesempatan kerja bagi masyarakat Jabodetabek. Secara geografis, TSJ menghubungkan tiga provinsi—DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Jalan tol dua arah yang melintas di luar Jakarta—dari Sumatera ke Jawa, Bali dan NTB, dan sebaliknya, secara berarti akan mengurangi beban jalan-jalan Ibukota dari kendaraan berat, seperti truk gandeng, trailer dan bus. Juga, dengan membangun PLTA di Waduk Cibinong, maka kekurangan pasokan listrik di wilayah Jabodetabek bisa teratasi. Bisnis Basah Air Baku Banyak perusahaan daerah air minum kesulitan air baku. Proyek Tirta Sangga Jaya menawarkan jalan keluar yang menggiurkan. Manajemen PT. Aqua Golden Misissippi Tbk, akhir 2005 pernah  berencana mengubah status dari perusahaan terbuka (go publc) menjadi perusahaan tertutup (go private). Pihak manajemen berencana menghentikan (delisting) perdagangan sahamnya dari lantai Bursa Efek Jakarta (BEJ). Namun dalam tiga kali Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham, peserta RUPS tidak pernah mencapai quorum 75%. Artinya, para pemegang saham, khususnya pemegang saham independen yang minoritas, sama sekali tidak menyetujui rencana delisting dari BEJ. Pertanyaan yang paling penting, kenapa ada setuju dan tidak setuju pada go public dan go private? Jawabannya, kedua-duanya menginginkan keuntungan yang maksimal. Pemegang saham independen menyadari bahwa bisnis air minum, terlebih dengan posisi kepemimpinan pasar Aqua, merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Jadi, tidak heran jika tawaran harga Rp 100.000 per lembar saham dari pemegang saham pengendali ditolak oleh pemegang saham independen. Padahal nilai riil saham PT. Aqua Golden Misissippi saat itu hanya ribuan rupiah per lembar. Bisnis air mineral merupakan mesin yang menggiurkan bagi banyak orang. Bisnis Sepanjang Zaman Bisa saja orang menganggap TSJ hanya proyek mimpi yang tak mungkin terwujud. Namun dari segi penyediaan dan pasokan air baku saja, proyek kalau sudah jalan, bisa menjadi mesin uang tidak terkira. Tanpa diuraikan secara rinci pun, TSJ dengan rencana pembangunan kanal sepanjang 240 KM, pasti mampu memasok air baku dalam jumlah sangat besar. Dari bisnis air baku saja, TSJ bisa meraup uang triliunan rupiah setiap tahun. Karena air merupakan sumber pokok kehidupan manusia, ternak dan industri. Bisnis air baku di mana pun di dunia memiliki posisi yang amat prospektif, bisa disejajarkan dengan komoditi-komoditi unggulan lainnya. Misalnya, dalam 100 tahun terakhir, komoditi air minum sering disejajarkan dengan minyak mentah atau gas (Migas) dalam perspektif pembandingan apple to apple. Atau dalam sepuluh tahun terakhir diperbandingkan dengan bisnis teknologi informasi (IT). Sejak awal abad ke-20, bisnis Migas disebut-sebut sebagai bisnis paling bergengsi. Namun para pelaku bisnis belakangan ini lebih percaya menanamkan uangnya ke dalam bisnis air minum ketimbang Migas. Kenapa? Logika berpikirnya sangat sederhana. Walaupun penting, kenyataannya tidak semua orang membutuhkan Migas. Berbeda dengan air, dibutuhkan hampir setiap saat. Manusia mampu bertahan hidup dan sehat selama 3x24 jam tanpa makanan. Namun dalam 1x12 jam tubuh manusia akan langsung melemah jika tidak mengonsumsi air atau paling sedikit terancam dehidrasi. Itulah sebabnya mengapa usaha-usaha air minum paling kecil sekalipun, seperti pedagang kaki lima dapat bertahan hidup dari sekadar menjajakan air mineral atau minuman lain seperti teh, kopi, atau susu dalam kemasan. Itu semata-mata didorong tingginya intensitas masyarakat dalam mengonsumsi air. Inilah yang menempatkan air baku sebagai bisnis yang sangat prospektif. Jika dikelola dengan baik, bisnis air dapat berlangsung sepanjang masa. Kemitraan Bisnis Keberadaan TSJ yang melintasi atau berdekatan dengan seluruh kawasan Jabodetabek, memberikan kemudahan tersendiri dalam pendistribusian air baku. Posisi strategis ini memberi peluang besar bagi air baku TSJ untuk mengakses dan diakses PDAM-PDAM di daerah sekitarnya. Ada sekitar 8 PDAM yang berpotensi menjadi mitra bisnis TSJ, yakni PDAM Kabupaten Bekasi, PDAM Kabupaten Karawang, PDAM Kabupaten Bogor, PDAM Kabupaten Tangerang, PDAM Kota Bekasi, PDAM Kota Bogor, PDAM Kota Tangerang, PDAM DKI Jakarta. Salah satu poin penting dari keberadaan TSJ sebagai pemasok air baku adalah kemungkinan kualitas airnya yang jauh lebih baik dari sumber air baku yang selama ini digunakan PDAM-PDAM tersebut. Di satu sisi, kualitas air baku yang berkualitas memudahkan TSJ mengikat perjanjian kemitraan dengan PDAM-PDAM tersebut. Di sisi lain, kualitas air baku TSJ akan memberi banyak insentif kepada PDAM-PDAM tersebut. Pertama, ongkos pengolahan air baku bisa ditekan, karena PDAM tidak perlu melakukan proses pembersihan berulang-ulang untuk mendapatkan standar air bersih yang dibutuhkan. Selama ini, PDAM mengeluh rugi karena mutu air baku yang sangat buruk. Mereka harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk pengolahan air baku agar mendapatkan mutu air yang dibutuhkan konsumen. Kedua, berkurangnya ongkos pengolahan air baku, akan dengan sendirinya mengurangi biaya distribusi air bersih ke para pelanggan. Dengan demikian, setiap PDAM berpeluang meningkatkan keuntungan. Ketiga, efisiensi tersebut memberi peluang bagi PDAM untuk membuat lompatan besar; melebarkan wilayah usaha dengan mengembangkan jaringan distribusi guna menjangkau lebih banyak pelanggan, dan meningkatkan mutu air bersih supaya siap minum. Penggunaan air baku yang bermutu melipatgandakan keuntungan yang akan diraih masing-masing PDAM. Ini merupakan kunci utama bagi TSJ mengikat perjanjian kemitraan dengan PDAM. Dalam estimasi minimal dengan asumsi menjaring 20 juta pelanggan air bersih di seluruh kawasan Jabodetabek dan sekitarnya, maka TSJ berpeluang memasok sekitar 50 juta meter kubik air baku per bulan atau 600 juta meter kubik per tahun. Katakan saja, air baku itu dijual ke PDAM Rp 2.000 per meter kubik, maka diperoleh omzet sebanyak Rp 1,2 triliun setahun. Saat ini jumlah pelanggan PDAM di wilayah Jabodetabek masih sekitar 2 juta KK. Dengan pasokan air baku TSJ, jumlah pelanggan PDAM bisa melompat 10 kali lipat atau 20 juta pelanggan. Tentu, begitu proyek ini menjadi kenyataan, perhitungan yang lebih persis bisa dilakukan oleh tim profesional. Bisnis Pariwisata Kawasan TSJ juga berpeluang besar mendulang uang masyarakat Jakarta dari liburan akhir pekan. Lewat konsep multisensasi, kawasan wisata TSJ bisa meraup para pelancong jauh lebih besar dari kawasan-kawasan wisata lainnya di wilayah Jabodetabek. Ada kelakar di kalangan masyarakat profesional Jakarta. Mengantisipasi kemacetan setiap Jum’at sore, lebih baik terlambat tiba di rumah daripada terjebak kemacetan sangat parah di jalan. Atau memilih alternatif pulang lebih awal. Tetapi saat yang bersamaan, ribuan orang membuat janji dengan rekan atau sejawat bisnis. Maka ketika mereka tumpah di jalan pada waktu yang bersamaan, meninggalkan kantor lebih awal pun, bisa terjebak macet. Biasanya, pasangan atau keluarga memulai libur akhir pekan mereka pada hari Jum’at. Bagi masyarakat Jakarta, dua tujuan penting untuk berlibur: ke arah Puncak atau Pantai Carita. Namun kawasan wisata TSJ bisa menawarkan paket wisata dengan kapal pesiar atau menikmati dam Cibinong dengan segala fasilitas yang ditawarkan. Kalau memilih berlibur ke kawasan wisata, para pelancong tidak perlu mengambil jalan darat. Mereka bisa mengambil transportasi air dengan menitip kendaraan mereka di setiap dermaga transit. Di tempat-tempat tertentu, mereka bisa menikmati fasilitas hotel, restoran, olahraga dan rekreasi di alam terbuka. Mereka bisa mengambil paket wisata tiga dimensi: marina, alam dan air. Misalnya, mengambil paket penuh pelayaran dengan kapal pesiar 24 jam plus fasilitas penginapan dan restoran. (Tim Berindo )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline