[caption id="attachment_119651" align="alignleft" width="300" caption="Dr Suzanna Airiani, kedua dari kanan"][/caption] Lahir dan dibesarkan di kota Medan, Sumatera Utara, Suzanna Airiani memang berasal dari keluarga pendidik. Ayahnya dulu adalah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), sementara sang ibu seorang guru sekolah dasar. Airiani yang sejak TK, SD dan SMP bersekolah di Budi Murni 1, lulus SMA Santo Thomas 1, Medan, tahun 1989. Tahun itu juga wanita yang minta dirahasiakan umurnya ini, berhasil lulus seleksi masuk Fakultas Kedokteran USU-Medan. Dengan prestasi sebagai mahasiswa peringkat tiga besar di FDOK USU, Suzanna Airianipun diwisuda tahun 1995. Tahun berikutnya dokter muda ini mulai bertugas di suatu Puskesmas terpencil di Deli Serdang, Sumatra Utara. Selama penempatan ini, dokter Airiani - yang agaknya menyimpan sebuah obsesi besarnya - tidak menyia-nyiakan waktu. Disamping melayani masyarakat sebagai dokter Puskesmas, ia memenej waktu luangnya untuk belajar, mempersiapkan diri guna menempuh ujian persamaan dokter Amerika, The United States Medical Licensing Examination (USMLE) Ujian ini memang dipersyaratkan oleh FSMB, The Federation of State Medical Board -semacam IDI-nya Amerika. Dokter Airiani ternyata bisa melewati tahap ini, dan kunci gembok dunia kedokteran Amerikapun ditangannya. Dengan tiket USMLE ditangan, tahun 2000, wanita kelahiran 26 April ini diterima sebagai Research Fellow di Departemen Oftalmologi, Columbia University, New York. Mulai saat itu, Airiani berkesempatan bekerja di bawah asuhan profesor-profesor terkemuka di bidang ilmu penyakit mata, yang memiliki reputasi internasional, seperti Prof. Richard Braunstein, Prof. Stanley Chang dan Prof. Stephen Trokel. Ketiganya adalah pakar ahli mata di Columbia University. Dalam rentang waktu yang singkat sebagai researcher , Airiani sudah merampungkan beberapa proyek riset dan menghasilkan puluhan tulisan ilmiah yang dipublikasikan, baik dalam bentuk jurnal ilmiah, maupun yang disampaikan di konferensi internasional. Disamping itu, ternyata penyuka fotografi ini juga dipercaya untuk mengelola website yang berisi koleksi atlas khusus untuk penyakit mata. Atlas ini dikenal luas di kalangan akademisi, dan telah dimanfaatkan oleh para mahasiswa kedokteran, dokter umum, spesialis mata maupun spesialis lainnya sebagai bahan referensi di internet. Atas kesuksesan website ini, pada 2003-2004, ia menerima scholarship dari C.V. Starr Foundation. Puas menggeluti bidang riset ini, panggilan untuk menjadi dokter spesialis bedah mata rupanya semakin kuat bergema. Melalui persaingan ketat diantara 300-an pelamar, Airiani diterima sebagai Oftalmologi Residen di Columbia University, setelah melalui proses seleksi yang berat. Rupanya, seleksi untuk memasuki pendidikan spesialisasi di bidang ilmu penyakit mata ini, termasuk sangat kompetitif di Amerika. Persaingan ini menjadi makin ketat, khususnya bagi program di Columbia University, karena reputasi dan posisi unversitas ini sebagaisalah satu Ivy League , sebuah panggung kehormatan berisi delapan universitas ternama Amerika. Columbia University berlokasi di jantung Manhattan kota New York. Sebelum memulai pendidikan di bidang oftalmologi, Airiani menjalani satu tahun internship di bidang bedah umum. Seorang spesialis mata di negara Paman Sam, ternyata juga diwajibkan untuk mempelajari dasar dasar di bidang ilmu bedah lainnya. Mulai dari bedah neurologi, oromaksilofasial, jantung dan plastik rekonstruktif. Dengan pengetahuan ini, dokter mata di Amerika juga bisa memahami ilmu bedah secara meluas dan kelak akan berguna untuk perawatan pasien secara lebih menyeluruh. Dr Airiani menjalani internship di Department Bedah, New York Presbyterian Hospital, rumah sakit dengan reputasi ternama yang menempati ranking top 6 se-Amerika, dimana pemimpin-pemimpin top dunia rutin berobat, termasuk bekas presiden Bill Clinton. Setelah menyelesaikan pendidikan spesialis mata pada tahun 2008, Suzanna Airiani MD (Medical Doctor ) mendalami pendidikan super-spesialist bidang kornea di rumah sakit mata terkemuka Amerika, Wills Eye Institute di Philadelphia. Selama menjalani super spesialisasi ini, ia telah melakukan berbagai teknik bedah mata advanced surgical technique , khususnya transplantasi kornea. Baik dengan mengganti seluruh lapisan kornea ataupun yang baru-baru ini menjadi sangat populer di Amerika: The Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK), dimana hanya lapisan paling belakang dari kornea yangdiganti dengan jaringan dari donor kornea. Selain itu Airiani juga rutin melaksanakan operasi katarak phakoemulsifikasi dengan implantasi lensa artifisial dan operasi refraksi laser (LASIK). Bedah LASIK inilah yang mempertemukan saya dengan isteri dokter Hasly Harsono ini. Setelah melalui tahapan pemeriksaan dokter Airiani beberapa waktu lalu, akhirnya saya jadi pasien bedah LASIK di Wills Eye Institute. Dr Airiani membedah LASIK mata kanan saya, dalam tim Professor Christopher Rapuano, salah satu pimpinan Wills Eye Institute. Dan alhamdulillah, operasi Lasik itu berhasil dengan baik, walaupun sebelumnya beberapa teman sempat menakut nakuti saya dengan menggambarkan betapa seremnya ketika mata ditembak sinar laser."Besi baja saja bisa hancur meleleh man, apalagi mata, iiiiiiihhh, ngeri !". Airiani mentertawakan cerita saya itu. "Ah, laser untuk membedah mata, ya [caption id="attachment_120077" align="alignright" width="300" caption="wills eye institute,philadelphia."][/caption] nggak seperti laser untuk peranglah ", kata ahli Lasik ini. Jadi lumayan tenang juga hati awak. Saat ini, Suzanna Airiani MD aktif sebagai staf pengajar bagi dokter-dokter muda yang sedang menjalani spesialisasi mata di Columbia University dan New York University. Disamping itu, ia juga praktek pribadi untuk memeriksa dan mengobati pasien dan melakukan berbagai operasi mata. Sebagai tahap terakhir bagi pendidikan dokter spesialis mata di Amerika, Airiani mengikuti ujian tingkat nasional yang diselenggarakan oleh The American Board of Ophthalmology, dan telah lulus dengan menerima sertifikat penuh sebagai American Board Certified Ophthalmologist. Keluarga Suzanna Airiani saat ini tinggal di jantung kota Manhattan, New York. Sang suami tercinta, Hasly Harsono - alumni SMU Sutomo Medan - juga tengah menyelesaikan bidang spesialisasi bedah umum. Bagi yang ingin datang untuk konsultasi mata di New York, bisa email melalui: konsultasi.mata@gmail.com. (RB-Philadelphia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H