Disiplin positif tercipta untuk menanamkan motivasi yang ketiga pada teori motivasi pada manusia itu tumbuh dan menguat pada diri murid-murid, sehingga mereka menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percayai. Teori kontrol, motivasi, hukuman dan penghargaan mempengaruhi motif instrinsik pada murid, dimana posisi kontrol guru sangat diperlukan dalam mengarahkan motif yang murid miliki. Karena 5 dasar kebutuhan manusia sejatinya ada pada tujuan hidup manusia, sama halnya dengan murid apabila mereka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan maka hal tersebut dikarenakan murid gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Maka dari itu, keyakinan kelas dapat diwujudkan sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhan dasar murid, melalui penerapan restitusi pada murid sebagai salah satu cara untuk menanamkan disiplin positif yang termasuk dalam budaya positif di sekolah. Hal yang menarik untuk saya bahwa penerapan disiplin positif dalam membangun budaya positif disekolah terlebih tentang penerapan dari restitusi selama ini saya sudah melakukannya namun kurang sempurna dan akan saya perbaiki kedepannya, perubahan secara perlahan namun pasti dimulai dari hal yang paling dasar terlebih dahulu untuk dilakukan sehingga terwujudnya siswa berkarakter yang memiliki nilai Profil Pelajar Pancasila.
Perubahan pada pola pikir saya setelah mempelajari modul ini dalam menciptakan budaya positif di kelas yakni untuk memulai sebuah perubahan baru yang pertama adalah dimulai dari diri, tidak lupa berkolaborasi dengan warga sekolah untuk membangun budaya positif disekolah diperlukan dukungan serta komitmen bersama dalam mewujudkan visi pribadi maupun sekolah.
Pengalaman yang saya alami ketika menerapkan keyakinan kelas dan segitiga restitusi di sekolah, saya mendapatkan banyak pengalaman baru. Keyakinan kelas tidak hanya membahas tentang hak dan kewajiban seorang murid anak tetapi guru termasuk didalamnya. Anak-anak antusias sekali dalam diskusi pernyataan apa saja yang kita yakini pada keyakinan kelas, selain itu saya juga mendapatkan pengalaman baru ketika menerapkan segitiga restitusi, murid yang saya restitusi menjadi pribadi yang lebih kuat karena dia dapat memperbaiki kesalahan mereka dengan kesempatan yang diberikan. Saya sangat senang ketika mengalami 2 hal tersebut, karena saya dapat mengimplementasikan pengetahuan yang saya dapat, dan mendapat umpan balik dari apa yang saya lakukan sehingga hal positif tersebut akan saya lakukan seterusnya.
Dalam penerapan konsep-konsep disiplin positif, keyakinan kelas, serta restitusi di sekolah sudah cukup baik, namun yang perlu diperbaiki lagi tentang 5 posisi kontrol guru. Karena sebelum mempelajari modul ini, saya masih sering memposisikan diri saya sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, dan pemantau. Saya belum mencapai posisi manajer, perasaan saya waktu masih di posisi ‘penghukum’ kadang membuat saya bersalah, mengingat bahwa apa yang dilakukan oleh anak memiliki alasan. Sekarang setelah memahami 5 posisi kontrol guru lebih dalam lagi, posisi yang saya pakai adalah posisi manajer. Saya merasa bangga dengan murid-murid saya, karena mereka mampu bertanggung jawab, mandiri, serta merdeka setelah melakukan penerapan segitiga restitusi.
Hal yang paling penting dalam menciptakan budaya positif di sekolah selain konsep-konsep tersebut yakni adanya komitmen yang kuat dalam melaksanakan hal-hal positif tersebut, tidak hanya berpuas diri dan terlena dengan pencapaian hasil yang baik, namun tetap berusaha meningkatkan serta mengembangkan budaya-budaya positif agar lebih baik ini sehingga selalu ada dan memberikan dampak positif nyata pada lingkungan sekitar sekolah, serta dukungan seluruh warga sekolah sangat dibutuhkan untuk membangun budaya positif di lingkungan sekolah demi mewujudkan merdeka belajar dan murid yang berprofil pelajar Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H