Lihat ke Halaman Asli

Prosa; Mengenang Desa

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di situ, ada kenangan sejuk-segar—yang menyelimuti mata, telinga, hidung hingga yang terdalam dari yang luar; seperti bilangan himpunan dalam matematika (rasio, imajinasi, hati, jiwa) . semua, seperti panorama surga yang kilau, ada bintang-bintang yang bersinar-membinar di kala gulita—ada bayang rembulan di alis pantai yang tedu, suara-suara jangkrik yang sepi, gongongan anjing yang ramai, pantulan-pantulan cahaya kemuning dari lentera poci yang disumbuhi balutan kain.

Kini, semua itu tak tampak lagi, tampaknya keadaan jadi berubah total. Astaga ,,, kata seorang pemuda’. Pantas saja, jika aktifitas kemanusia jadi carut-marut, soal ketuhan juga jadi investasi, apa lagi alam, suda pasti jadi modal usaha; ‘’ ya,, kalao bukan politik, pengusaha terkaya ajalah..

Baru. Baru beberapa menit yang lalu, semuanya jadi aktus. Cita-cita mereka tercapai. Sunggu bergembira mereka, memakmurkan masyarakat saya. Terimakasih,,, hehe.

Ada, secuil anggur dalam cawan imajiku yang selalu memutar dikala sepi melandaku. Yaitu, ketika saya masi duduk bersading senang-susah, bercanda, berbagi tawa yang lepas dengan almarhum ‘IBU’ saya. pada momen-momen ini saya mengingat betul, dimana kejadian yang sering saya alami sekaligus juga saya ikut berperan dalam rutin itu. Rutinitas yang kompleks antar saya dengan Ibu saya itu adalah, keseringan membuatkue-kuean. Seperti; Kue lapis, panakuk, angka, waji dll ( sebut saja;makanan khas halmahera).

Tapi, dari semuan kue hasil buatan Ibu saya, tak hanya dicicipi oleh kami sesanak keluarga . Melainkan, bagian demi bagian dipisahkan. Untuk segera dibagi-bagikan ke para tetangga, pak lura, guru-guru saya, bahkaan ke guru ngaji saya. Yang menghantarkan kue buatan ibu saya adalah saya sendiri, masuk dari rumah satu dan kerumah yang lain, hingga bingkisan itu habis terbagi. Sebelum menghantarkan bingkisan-bingkisan itu, ibu saya berpesan; jangan menerima apa-pun jika kamu diberikan.


“jawab saya”,, ‘sip/saya mama’!
balas Ibu saya’, hati-hati!. Jangan lupa juga salam buat ibu Rt, yang kebutulan ibu Rt adalah bibi saya.

Ingatan yang masi termaktub dalam gambaran mental saya seputar kegiatan kue-kean sekaligus pembagiannya hampir terjadi disetiap malam jumat. Namun, aktivitas itu tak hanya terjadi pada rumah kami, tapi, juga pada rumah-rumah yang lain, mengingat ada bingkisan susulan yang menghampiri rumah kita. Wah,, betapa harmoisnya desa kita di kala itu.

Pada suatu waktu, tepatnya di senja hari, tak sengaja saya melontarkan tanya kepada almarhum.
‘Bu’,, kenapa kue-kue buatan ibu harus dibagi-bagikan?’’ ‘bukankah kita juga membutuhkanya!’ entah akan disantap di malam hari atau di pagi hari’!

“nak, jawab si ibu dengan tutur kata yang pelan lagi lembut”.
‘’Tuhan membeikan kita rizki itu, bukan utuk diri kita sendiri,,,tapi,, juga untuk dibagikan kepada yang lain, meski sedikit, asalkan dapat berbagi. Sebab, jika hal itu tak terlaksana, maka, tidur ibu malam ini tak nyenyak nak,’!

Karena diterpa angin bingun yang ambigu untuk menanya, saya terpaksa nunduk dan berdiam diri saja.

Di hari yang lanjut, dering iformsi tertngkap oleh kuping sya, bahwa esok akan ada bebaktian di seputar masjjid dan kantor lurah. Meki tak ada yang merespon info itu, tapi didalam dada kami ada angkasa yang sedang berkobar untuk terut membantu.

Dan,,ketika, cahaya mentari mulai menyembul ke permukaan ufuk , saya kemudian bergegas menuju TKP. Sembari melihat kesana kemari, ko rumah sepi bangat, sangka ku mereka masi pada lahap. Tapi, setelah sampai di TKP ternyata Ibu, ayah dan saudara-saudara saya ternyata lebi dulu beraksi. Keadaan begitu ramai, mulai dari; tua, muda, pemuda, pemudi semuanya terlihat fress dan heppy meski dibawah terik matahari yang begitu panas.

Di kekinian hari semua itu tak lagi terlintas di depan mata yang memandang. Entah kenapa, mereka kini hidup tak lagi kolektif, yang ada malahan pribadiktif + pribadiktif = kaya pribadiktif. Akibat ulah yang rupa, aktivitas gotorong-royong, tolong menolong hampir tak lagi nampak. Bukan tak lagi nampak. Tapi, memang tidak lagi terjadi.

Kebersamaan dalam mencicipi pun tak lagi kunjung, padahal kekayaan yang menguak seperti derus derasnya arus. Parahnya lagi, sebagaian hidup serba melarat, sementara disisi kanan ada yang mewa-kemewahan, sampai berpesta-pesta untuk memamerkan kekayaan mereka. Lebih mesra lagi, karena terjerat egois+ nafsu , satu tak cukup, dua nampaknya membuat cukup, meski itu kepemilikan yang lain. Akhirnya, korupsi pun melanda, terjadi sini-sana. seperti; listrik yang padam kemudian dinyalakan kembali.

Lahan-lahan pertanian pun demikian, akibat revolusi hijau yang dibawah leh seorang kesatria di era orde baru, dengn semngat milioner, ia, membuat tumbuh-tumbuhan tak lagi suci akibat bahan sampa kimia yang di suplai American . kronisnya, kunang-kunang yang menjadi hiasan pepohonon dikala malam itu kini menjauh bahkan jarang untuk ditemui. Dan itu, akibat ulah pupuk kimia yang terjadi diera orde baru. Belum lagi, lautan dan keindahan ekososistem laut kampung saya. kini semua seperi laut merah, soda merah, laut dara keunging,. Gunung-gunungnya seperti orang bercukur yang tak usai potonganya.

Dan, terjadilah sebuah peristiwa besar yang dahsyat, dimana yang keluarga menjadi berdarah, kawan menjadi lawan, celotehtak lagi mempan. Terkecuali parang, itu yang dipandang ampu . semua berubah dengan sekejap, dan saya, seperti anak asing yang yang terasing dari desa saya.

Mutiaraku seperti pecahan puing-puing belin
dikala siang, kadang ia tak kuat menatap yang nyata,
dan, dikala malam ia tak lupa mengetuk yang seluruh
tapi, kini ia hanya dapat melayang , karena, turunnya tak sampai, naiknya pun tak tercapai.

Selamat mengenang dan meraih kembali kesucian desa.

130513, Wonosobo




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline