Lihat ke Halaman Asli

Pendekatan Fenomenologi dalam Agama Islam

Diperbarui: 4 April 2017   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14210361201325998541

BANDUNG, 12 - 01 - 2015

Fenomenologi menurut Foulcault adalah peyelidikan tentang cara sesuatu – objek, citra, gagasan, emosi – hadir dalam kesadaran kita. Fenomenologi  dalam kerjanya tidak merujuk pada status objek di luar kesadaran kita artinya dengan penuh kesadaran kita melakukannya tanpa khilaf dan lupa. Sederhananya fenomenologi menunda pengetahuan tentang suatu objek sampai kita memiliki pengalaman. Dalam versi murni Edmund Husserl “fenomenologi bertujuan mencari dasar pijakan bagi pengetahuan manusia. Semua asumsi dan teori yang bertujuan menemukan struktur atau bentuk bawaaan kesadaran, termasuk semua kemungkinan pengalaman mental”. Fenemenologi mencoba menjelaskan presepsi individu sebagai pengalaman ruang, warna dan cahaya menurut Maurice Merleau – Ponty. Fenomenologi tak berminat pada penjelasan. Mereka menginginkan pengalaman langsung.

Di Indonesia mayoritas pemeluk agama islam yaitu melalui dogma tanpa ada pijakan pengetahuan atau bisa kita sebut sebagai epistimologi, mereka menyakini suatu agama itu dengan penjelasan orang lain. Alhasil mereka kebingungan dan mempercayai suatu agama dengan kekosongan belakang, tanpa ada warna, kesadaran dan keteduhan dalam hati, hanya kegersangan dan kekosongan yang akan tampak dalam pemeluknya.

Saya akan mencoba membawa pendekatan fenomenologi dalama agama Islam memakai metode sufi. Contoh kasus yang akan saya angkat yaitu terjemahan teks kuno seperti contoh berikut “Dalam kasus dimana sejarawan agama berusaha memasukan bahan uji kultur Islam dalam fenomenologinya, kekurangan – mampuan linguistic sangat tampak, dan kecendrungan untuk bergantung pada terjemahaan kuno yang tidak tepat atas puisi Persia dimana gambaran mabuk suci dan ekstase berlimpah ruang. Fenomena ini jelas memiliki tempat tersendiri dalam sufisme, meskipun hendaknya dilihat dalam kaitannya dengan idealitas arus utama Islam”.

Pendekatan fenomenologis juga sesuai bagi pemahaman yang lebih baik atas Islam, terutama model yang di kembangkan Friedrich Heiler dalam kajian komprehensifnya Erscheinungsformenund Wesen der Religion. Menurutnya ketika kita ingin mengkaji suatu agama kita harus mencoba masuk dalam inti agama dengan pertama mengkaji fenomena dan kemudian lapisan respons manusia yang semakin mendalam atas Tuhan, sehingga mencapai inti paling suci tiap agama, Tuhan, deus absconditus. Fredrich van Hugel mengatakan bahwa jiwa (ruh) melemah ketika berhubungan dengan hal – hal material yaitu pengalaman spiritual tertinggi dapat dipacu oleh suatu objek sensual : sekuntum bunga, keharuman, awan atau seseorang. Para pemikir Islam selalu mempertimbangkan hubungan antara manifestasi lahiriah dan Esensi, dengan berdasar pada kalimat Al – Qur’an.

Sangat di sayangkan, di Indonesia kita mengakaji tentang Tuhan itu kafir dan haram. Perlu di ingat kita mengkaji Tuhan tentang tanda – tanda dan naman – namaNya bukan Dzat-Nya. Kebebasan berpikir di kekang sedemikian rupa dalam beragama. Ia itulah Indonesia dengan segala macam fundamentalisnya.

Tuhan adalah segala sumber sesuatu. Tanda – tanda yang Tuhan berikan bukan hanya di langit yaitu semesta tercipta, namun juga dalam jiwa manusia yaitu dalam kapasitas manusia untuk memahami dan mengagumi dalam cinta dan keingintahuan manusia dalam apapun yang orang rasakan, pikirkan dan alami. Dunia sebagaimana adanya, merupakan buku besar dimana orang – orang yang memiliki mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar, dapat mengetahui tanda – tanda kekusaan Allah. Dengan demikian terbimbing oleh perenungan mereka terhadap sang pencipta itu sendiri. Tingakat sensual dan spiritual bertemu melalui tanda – tanda, dan dengan memahami juga menginterpretasikannya orang akan mampu memahami kebijaksanaan dan kekuasaan Tuhan.

Aspek spiritual kehidupan seseorang hanya dapat di ungkapkan menggunakan aspek sensual, contoh angin menjadi tampak hanya melaui gerakan rumput. Sebagaimana pujangga Ghalib dendangkan debu yang kita lihat di gurun pasir menyembunyikan penunggang kuda yang menghampurkannya ke atas dan lapisan buih pada permukaan laut menunjukkan pada jurang dalam yang tak terukur. Dia (Allah) mengungkapkan kehendak-Nya melalui kalam-Nya, berbicara melalui para Nabi dan membimbing-Nya membawa manusia pada jalan keselamatan.

Shalat (do’a) adalah kefanaan diri seseorang dalam kebersamaan dengan Dzat Suci atau pengorbanan jiwa seseorang dihadapan Tuhan tercinta yang memiliki kekuasaaan menyeluruh. Haji menunjukan pada perjalanan tanpa akhir jiwa menuju Tuhan. Puasa mengajarkan seseorang agar hidup pada cahaya dan pujian, seperti yang dilakukan oleh para Malaikat dan dengan demikian tiap dan masing – masing bentuk lahiri dapat menjadi suatu tanda (ayat) pengalaman spiritual karna tunduk pada Allah dan Kalam-Nya merupakan arti kata Islam.

Dalam karya J.J Waardenburg yang berjudul Classical Approaches To The Study Of Religion jilid I. Bredasarakan pada Ayat Al – Qur’an, Nuri Heiler, belajar dari pertemuan (lingkaran) luar hal suci menuju inti terdalam Agama, sehingga menunjukan bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Lingkaran empat kalinya di baca sebagai berikut : dada, sadr, terkait dengan Islam (Al – Qur’an [39]: 22) yaitu dalam model kami, elemen institusional, eksternal Agama. Lingkaran berikutnya menyebut hati, qalb sebagai tempat iman ‘Keimanan’ (Al – qur’an [49] : 7) hati adalah organ yang melaluinya iman sejati, interiorisasi atas penerimaan eksternal Bentuk Agama, dapat di capai. Dengan demikian ia merupakan organ untuk aspek spiritual Agama. Fu’ad, hati nurani adalah tempat ma’rifat, intuitif, ilmu pengetahuan ‘gnostik’ (Al – Qur’an [53]: 11) itu berarti bahwa disinih ilmu pengetahuan Ilahiyah, hadir begitu sajah dari kami (Al – Qur’an [18]: 65) dapat direalisasikan. Akhirnya orang mencapai lubb, inti paling dalam hati, yang merupakan tempat Tawhid (Al – Qur’an [3] : 190) yaitu pengalaman bahwa disanah hanya ada Dzat yang telah dan akan menjadi keabadian menuju keabadian tanpa seorang teman (sekutu), tampak dan nyata hanya ketika Dia mengungkapkan diri-Nya kepada manusia.

Lahiriyah penting sebagaimana dada untuk menutup misteri jantung, namun Esensi Tuhan selamanya tetap tersembunyi (ghaib), manusia hanya dapat menarik baju anugrah-Nya dan mencoba menemukan jalan kepada-Nya melalui ayat – ayat-Nya. Prularitas ayat diperlukan untuk menutup Dzat abadi yang transenden dan lebih dekat dari pada urat leher. Prularitas ayat dan utinitas (Ke-esaan) Tuhan hadir bersama. Ayat menunjukan jalan kehadirat-Nya, dimana orang beriman pada akhirnya meninggalkan khayalan di belakang karena sesuatu di alam ini akan hancur kecuali Wajah-Nya. seperti gambar di bawah ini :

I.Dunia manifestasi luar berisi tiga bagian :

1. objek suci, ruang suci dimana pemujaan (peribadatan) berlangsung. waktu suci dimana ritual paling penting dilaksanakan. Angka suci yang bengannya objek, ruang, kata, orang suci, perbuatan suci (ritus) di ukur.

2. kata (Kalam) suci :

(1). Kalam Terucap : a). kalam Tuhan, ‘mantera’, nama Tuhan, ramalan (firman), mitos, legenda, ajaran dan doktrin. b) kata kepada Tuhan, do’a pemujaan, pertaubatan, pujian, syukur, permohonan, penyerahan. c) diam suci.

(2). Kalam Tertulis yaitu Kitab Suci.

II. Dunia iamajinasi religious, pikiran, imej (khayalan) ide tentang wujud tak tampak dan karya tampak Tuhan :

a)Konsepsi Wujud (Teologi)

b)Konsepsi Penciptaan (Kosmologi dan Antropologi, termasuk kondisi asal dan dosa asal)

c)Konsepsi Wahyu yaitu kedekatan kehendak Ilahiyah dalam kata yang di ungkapakan, dalam sejarah, dalam jiwa (Kristologi)

d)Konsepsi pertaubatan :

1.Orang yang bertaubat

2.Objek pertaubatan

3.Jalan pertaubatan (Seteriologi)

e)Pemenuhan (balasan) dimasa mendatang atau dunia mendatang (Eskatologi).

III. Dunia pengalaman religious yaitu apa yang terjadi dalam jiwa, sebagai lawan dari gambaran Tuhan kahyali atau rasional, nilai Agama yang disisihkan dalam konfrontasi antara manusia dan objek Suci dan dalam pelaksanaan perbuatan suci yaitu :

1.Penghormatan (kepada Tuhan atas diri-Nya, kesucian-nya).

2.Ketakutan.

3.Keimanan dan kepercayaan Mutlak pada Tuhan, yang mengungkapkan dirinya sendiri, karya, aturan, cinta dan pertolongan.

4.Harapan.

5.Cinta, rindu kepada Tuhan, pasrah kepada-Nya, balasan atas cinta Tuhan. Berikutnya untuk nilai – nilai ini ada kedamaian, kebahagiaan dan keinginan untuk berbagi. Kemudian ada pegalaman religious luar biasa ; isnpirasi, perpindahan agama tiba – tiba, pekerjaan dan penerangan, visi dan audisi, ekstase, kardiognosis dan berbagai eksistensi kekuaatan fisik seperti berbicara dan menulis otomatis, berbicara dalam lidah (bahasa asing) dan stigmatisasi.

IV. Dunia objektif Agama, pusat lingkaran adalah Realitas Tuhan yang dipahami melalui semua manifestasi lahirinya, gagasan batin, dan pengalaman jiwa, dalam pengertian ganda :

1.Sebagai Deus revelatus, Tuhan yang menghadapkan wajah kepada manusia sebagai kesucian, kebenaran, keadilan, cinta, kasih sayang, keselamatan mutlak, Tuhan personal, yang di pahami sebagai Engkau dan satu bagian dari komuni.

2.Sebagai Dues ipse atau abscinditus, ke Ilahiyahan yang dipahami sebagai Dia sebagai kesatuan (ke- Esaan) mutlak. Ada korelasi antara segmen – segmen berbagai lingkaran bentuk fisik berupa ekspresi, pikiran, perasaan, pada akhirnya berhubungan dengan realitas Ilahiyah. Meskipun realitas itu tidak pernah benar – benar dapat di ekspresikan dalam bentuk ekspresi, pikiran dan pengalaman manusia, ada hubungan tertentu dengan Tuhan, analogia entis : wujud tercipta berhubungan dengan wujud Ilahiyah tak tercipta.

Semoga dapat bermanfaat walaupun sangat banyak kekurangan @uhay_01

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline