Akhir-akhir ini masyarakat kita sudah mulai melupakan budaya antri, misalnya antri membeli tiket, antri membayar ke kasir, dan lain sebagainya. Dari sini terlihat bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mau mengantri dan saling menyerobot untuk mendapatkan antrian lebih awal.
Hal seperti ini terjadi karena kurangnya pengajaran budaya antri pada pendidikan formal dalam pendidikan moral dan karakter. Budaya antri berpusat pada pengajaran dan bukan pada hukuman.
Maka dari itu, tanamkan pendidikan moral dan karakter sejak dini. Seperti budayakan antri. Jika budaya antri anak diberi informasi dan diberikan pengarahan serta dipraktekkan dengan benar, maka anak akan mendapatkan cara untuk dapat berperilaku dengan benar.
Selain itu, anak juga dapat diajarkan bagaimana cara membina hubungan dengan seseorang secara baik seperti saling menghargai, kerjasama, tolong menolong, ketegasan, kewibawaan dan rasa hormat terhadap sesama, apalagi terhadap orang yang lebih tua.
Mengajari budaya antri pada anak bisa dilakukan dengan hal-hal kecil, misalnya; mengajarkan anak bermain secara bergiliran, mengajarkan baris berbaris ketika mau masuk ke dalam kelas, mengajarkan untuk baris mengantri saat mau mencuci tangan, mengajarkan anak untuk bergiliran mengambil makanan.
Mengajari anak untuk mengantri ketika masuk rumah, mengajari anak untuk bergiliran saat menonton tv, mengajari anak untuk mandi lebih awal agar dapat antrian lebih awal, dan lain sebagainya.
Salah satu Seorang guru di Australia pernah berkata bahwa ia tidak terlalu khawatir jika muridnya tidak bisa matematika, ia jauh lebih khawatir jika muridnya tidak pandai mengantri.
Mengapa demikian? Padahal yang terjadi pada negara kita justru kebalikannya. Ternyata alasannya adalah karena mereka hanya perlu 3 bulan saja secara intensif untuk bisa matematika, sementara mereka perlu melatih anak hingga 12 tahun atau bahkan lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat bahwa ada pelajaran berharga dibalik proses mengantri.
Semua anak kelak juga kemungkinan tidak semuanya akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali tambah, kurang, kali dan bagi. Karena setiap anak pasti mempunyai kemampuan tersendiri, misalnya menari, melukis, arsitek, dan lain sebagainya.
Kita ketahui bahwa ilmu matematika tidak setiap saat akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ilmu mengantri itulah yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dibalik kata 'mengantri' pasti ada pelajaran berharga.
Lantas ada pelajaran berharga seperti apa dibalik kata mengantri?