Lihat ke Halaman Asli

Rufman I. Akbar

Dosen di Tangerang Selatan

Dampak Positif Fenomena Doom Spending, Jika Dianggap Ada

Diperbarui: 7 Oktober 2024   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dampak Positif Doom Spending bagi Pembelajaran Gen Z dan Perekonomian

Tulisan ini mencoba melihat dampak positif fenomena doom spending, dan kalau mungkin - ikut mengarahkan agar fenomena tersebut menjadi berdampak positif (setidaknya mengurangi dampak negatif)

Meskipun fenomena doom spending sering dikaitkan dengan dampak negatif seperti pemborosan dan ketidakstabilan finansial, jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, perilaku ini juga memiliki beberapa dampak positif bagi pembelajaran generasi Z dan perekonomian secara keseluruhan.

Bagi Gen Z, doom spending tidak selalu murni konsumsi yang impulsif dan tidak terkendali. Dalam banyak kasus, pengeluaran ini bisa menjadi sarana bagi mereka untuk mengenali pola konsumsi pribadi, mengeksplorasi preferensi, dan bahkan menemukan minat baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Misalnya, ketika seseorang membeli alat tulis mewah, gadget teknologi, atau langganan kursus online sebagai bentuk pelarian dari kecemasan, secara tidak langsung mereka terpapar pada alat-alat atau sumber daya yang berpotensi meningkatkan produktivitas dan keterampilan. Belanja yang dipicu oleh stres ini dapat mengarah pada penemuan hobi baru, ketertarikan pada dunia kreatif seperti menggambar, menulis, atau bahkan pemrograman komputer. Pengeluaran untuk hobi ini bisa memicu semangat belajar yang lebih besar, memperluas wawasan, dan memperkaya pengalaman pembelajaran Gen Z di luar kurikulum formal.

Selain itu, bagi perekonomian, doom spending bisa menjadi penggerak yang signifikan, terutama di masa-masa sulit seperti resesi ekonomi atau ketidakpastian global. Saat Gen Z yang dikenal sebagai digital native melakukan doom spending, mereka cenderung membeli barang dan jasa secara online. Ini tidak hanya menghidupkan kembali sektor e-commerce, tetapi juga memberi dorongan bagi industri kecil dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan platform digital untuk menjual produk mereka. Belanja yang dilakukan oleh Gen Z, walaupun dalam konteks emosional, mampu memicu sirkulasi uang di pasar, yang pada akhirnya membantu menjaga stabilitas permintaan dan penawaran.

Lebih lanjut, doom spending yang cenderung terfokus pada produk-produk kreatif, fashion, hiburan, dan teknologi menciptakan peluang bagi industri-industri kreatif dan teknologi untuk berkembang lebih pesat. Banyak startup yang bermunculan untuk memenuhi kebutuhan konsumen Gen Z yang dinamis ini, sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan inovasi di berbagai sektor. Dalam skala makro, pengeluaran mereka bisa membantu mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di masa-masa sulit, di mana belanja konsumen menjadi salah satu kunci untuk menjaga agar roda perekonomian tetap berputar.

Dari perspektif pembelajaran, fenomena doom spending dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian ekonomi dan psikologi yang menarik. Hal ini bisa menjadi topik pembahasan mengenai hubungan antara emosi, pengambilan keputusan finansial, dan perilaku konsumen di era digital. Memahami dorongan di balik doom spending dapat memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana emosi memengaruhi perilaku ekonomi, sehingga para pelaku ekonomi dan pendidik bisa mengembangkan pendekatan yang lebih efektif untuk mengelola dan membimbing generasi ini dalam menghadapi tekanan emosional dan finansial di masa depan.

Dengan memahami doom spending secara lebih holistik, kita bisa melihat bahwa meskipun perilaku ini tidak sepenuhnya positif, ia dapat memiliki manfaat dalam konteks pembelajaran personal dan perkembangan ekonomi. Hal ini mengajarkan Gen Z tentang manajemen keuangan dan pengambilan keputusan yang lebih baik, sekaligus menjadi pendorong bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi dalam skala yang lebih luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline