Penilaian Akhir Semester -- Seperti sebuah ironi pada sistem pendidikan KITA. Ketika PAS berlangsung masih banyak sekali siswa yang malah tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan. Kemudian dipilihlah untuk menyontek, berargumen soalnya terlalu susah untuk dikerjakan sendiri. Padahal, kalau menengok beberapa minggu sebelum PAS, jelas sudah terang benderang kalau materi yang diPASkan tersebut sudah tuntas di bahas dengan berkali-kali latihan soal dan beberapa tugas. Lalu mengapa PAS masih saja selalu menakutkan untuk dikerjakan sendiri?
Inilah kelemahan sebuah proses penyampaian dan penyerapan informasi yang dalam hal ini adalah 'materi pelajaran' dari seorang pendidik. Tidak! Hal ini bahkan lebih parah dari sebuah kelemahan. Ini jelas sebuah kegagalan. Mengapa hal ini bisa terus menerus terjadi dari masa ke masa?
Sungguh ada banyak celah-celah kelemahan manusia yang menjadikan hal ini bisa terus saja terjadi. Diantaranya adalah kurangnya kesepenuh hatian dari seorang pendidik dalam menyampaikan ilmunya. Mempertahankan makna 'pendidik' itu sendiri dalam lubuk hatinya, bukan sebagai sebuah profesi melainkan memelihara dan memberi latihan, tuntunan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sebenarnya 'materi pelajaran' hanyalah sebuah bahasa. Dan dari bahasalah kita dapat berkomunikasi. Maka, haruslah tercipta sebuah koneksi antara pendidik dengan anak didik sehingga bahasa tersebut bisa saling dimengerti. Bagaimana kita dapat berkomunikasi dengan baik apabila kita sebagai pendidik tidak menemukan cara berkomunikasi yang tepat? Selama hal ini tidak dapat di wujudkan, maka sampai kapanpun proses pemahaman dan penyerapan ilmu pun tidak akan pernah berhasil. Ya gampangnya kalau kita paham apa yang dibicarakan lawan bicara kita, maka kita dapat mengerti pembicaraan yang sedang berlangsung tersebut.
Jadi, 'materi pelajaran' itu bukanlah sebuah tuntutan yang di bebankan pendidik kepada anak didiknya.
Ada kedekatan sosial dan emosional yang harus dibangun oleh seorang pendidik untuk dapat memahami 'bahasa' anak. Kedekatan ini tidak serta merta terwujud. Ada proses yang harus dibangun oleh pendidik untuk dapat masuk ke dalam dunia anak didiknya. Salah satu caranya adalah melalui Keterampilan sosial emosional yang merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif pada seluruh komunitas sekolah. Melalui proses kolaborasi memungkinkan anak dan orang dewasa disekolah, memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Dengan membangun Pembelajaran Sosial dan Emosional ini pendidik membentuk karakter murid sebagai manusia yang merdeka. Karena menurut Daniel Goleman (1995) terdapat 5 (lima) kompetensi kunci dalam pengembangan pembelajaran sosial dan emosional yakni:
- Kesadaran diri (self awareness)
- Manajemen diri (self management)
- Kesadaran sosial (social awareness)
- Kemampuan berelasi (relationship)
- Dan Pembuatan keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision making)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H