Lihat ke Halaman Asli

Masrufah_ihsan

bermanfaat bagi sesama tak perlu harus menunggu waktu yang tepat, selalulah bermanfaat bagi yang lain

Tantangan Mengajar Bahasa Arab, karena Rencana Tidak Selalu Sesuai dengan Kenyataan

Diperbarui: 6 September 2019   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Stigma pembelajran Bahasa Arab adalah pembelajaran bahasa yang sulit dan membosankan hingga saat ini masih menggema dipikiran pelajar utamanya pelajar di sekolah menengah islam, maklum saja pada masa ini mereka masih memiliki pengalaman sedikit tentang belajar bahasa arab di Madrasah ibtidaiyah atau di TPQ belum lagi kalau pelajarnya adalah lulusan dari SD yang sebelumnya belum pernah bersentuhan dengan pelajaran bahasa Arab lalu masuk MTs maka tentu hal ini menjadi tantangan bagi pelajar itu sendiri serta  bagi  guru bahasa Arab untuk berusaha menyamaratakan pembelajaran dalam kelas.

Seperti yang saat ini saya alami sebagai mahasiswa yang sedang melakukan praktrek kerja lapangan (PKL), ketika saya bertanya kepada beberapa murid tentang kenapa dikelas ramai, tidak memperhatikan pembelajaran, rata rata mereka menjawab karena saya tidak suka bahasa arab, bahasa arab sulit dan membosankan.

saya paham tentang alasan mereka, karena dulu saya merasa hal itu terjadi pada saya dan teman-teman saya. Memang mempelajari sesuatu hal yang asing dan tidak ada dikehidupan kita sehari hari adalah hal yang sulit, utamanya bahasa yang keberhasilannya sangat tergantung pada pembiasaan dan lingkungan yang mendukung.

Tiga kali tatap muka bersama siswa dalam kelas mata pelajaran bahasa Arab, saya masih belum bisa memahami pola belajar yang mereka sukai, padahal dalam setiap pertemuan saya telah mencoba beberapa metode, strategi dan media, namun hasil nya tetap sama, kendalanya adalah karena ramainya kelas dan saya sendiri tidak bisa menangani hal ini dengan perencaan yang sebelumnya saya tulis di RPP sehingga saya sulit untuk bisa menyampaikan pesan terhadap siswa saya.

Pada satu kesempatan  ada event perlombaan yang saya manfaatkan untuk mendekati siswa siswa saya, yaitu lomba mading. dilomba ini saya manfaatkan penuh waktu saya untuk membantu mereka membuat mading sekreatif mungkin hanya dengan satu tujuan yaitu untuk memperkenalkan diri saya dan mengenal mereka lebih dekat, dengan harapan mereka dapat memahami saya nantinya ketika saya menemani mereka belajar bahasa Arab dikelas.

Pada minggu selanjutnya  saya memasuki kelas siswa saya, dan ada sedikit perubahan dimana saya lebih merasa relax serta siswa yang lebih tertib dibandingkan tiga minggu yang lalu. Dari pengalaman ini saya bisa ambil hikmah bahwa ada poin khusus yang memang seharusnya guru miliki, salah satu nya adalah:

Seorang guru harus bisa mengenali siswanya begitu pula sebaliknya, seperti kata pepatah yang tak hentinya dijadikan acuan bahwa tak kenal maka tak sayang.  

Bagaimana siswa akan merasa nyaman belajar dikelas jika misal gurunya acuh tak acuh terhadap siswanya, apalagi siswa yang masih dalam sekolah tingkat dasar dan menengah dimana mereka masih banyak memerlukan perhatian dan mereka yang masih banyak cari perhatian dari guru mereka.

Hal ini memang sulit dan membutuhkan waktu yang lama mungkin tidak akan cukup hanya dengan 4/5 pertemuan saja yang hanya dilakukan dalam proses belajar mengajar. Dari sekian banyak tuntunan sikap dan sifat seorang guru yang paling penting adalah menciptakan kenyamanan dalam belajar.

Dengan membuat siswa merasa nyaman belajar maka stigma buruk tentang pembelajaran bahasa Arab akan terkikis perlahan demi perlahan, karena ruh seorang guru adalah yang terpenting dari sekian perangkat pembelajaran.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline