PBNU (Pengurus Besar Nahdatul ulama) menyebutkan tidak ada toleransi bagi pengecualian sektor wisata dalam RUU (Rancangan Undang Undang ) Minuman Beralkohol.
Seperti diketahui wacana pengaturan atau pengendalian terkait produksi, penyimpanan, atau peredaran Minol (Minuman Beralkohol) sudah mulai muncul sejak bulan Nopember tahun 2020 lalu.
Maka pada saat itu muncullah prakarsa dari sejumlah fraksi di DPR yaitu dari PKS, PPP, dan Gerindra untuk membuat RUU Minol yang diusulkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Bukhori Yusuf dari PKS mengatakan alasannya mengapa dia mengangkat tema RUU itu. Bukhori Yusuf menyebutkan beberapa data dimana organisasi kesehatan dunia WHO ada 2,3 juta orang yang meninggal karena mengkonsumsi alkohol pada tahun 2011.
Angka tersebut meningkat pada tahun 2014.
Data lain yang dikemukakannya adalah di negara kita ada 14 juta dari 60 juta anak muda yang minum Minol ini.
Namun RUU tersebut lantas sempat ramai karena menimbulkan pro dan kontra. Christina Ariani dari fraksi Golkar mengatakan pengesahan RUU Minol bakal mematikan sejumlah usaha dan menciptakan banyak pengangguran.
Sutarman dari PDIP mengatakan bagaimana jadinya jika RUU Minol ini disahkan. Menurutnya di agama Kristen ada suatu acara yang disebut dengan Perjamuan Kudus yang memakai sarana air anggur untuk diminum.
Sedangkan dari Golkar, Firman mengatakan RUU Minol ini harus memperhatikan juga wilayah-wilayah yang mana alkohol ini sudah menjadi tradisi yang turun menurun, seperti di Bali, NTT, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Papua.
Sedangkan Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Gomar Gultom, mengatakan suatu RUU jangan hanya dipukul rata.
Gomar bahkan mencontohkan UEA (Uni Emirat Arab). Negara mayoritas Muslim itu bahkan baru saja mencabut UU tentang larangan Minol ini. Sejak 13 Nopember 2020, mengonsumsi Minol atau Miras bukan lagi sebuah tindak pidana.