Lihat ke Halaman Asli

Rudy W

dibuang sayang

Sejarah Supersemar "Kudeta" Soeharto terhadap Soekarno, Keberadaan Surat Asli Masih Misteri

Diperbarui: 8 Maret 2021   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Supersemar (liputan6.com)


Tiga hari lagi, yaitu tanggal 11 Maret, merupakan salah satu hari paling bersejarah dalam politik pemerintahan di Indonesia.

Jika kini generasi milenial mengenal Universitas Sebelas Maret yang berlokasi di Solo, barangkali mereka menduga-duga ada apa dengan tanggal 11 Maret?

11 Maret dikaitkan dengan munculnya apa yang disebut dengan Supersemar (surat perintah sebelas maret). 

Supersemar yang dibuat tanggal 11 Maret 1966 ini adalah surat perintah dari Soekarno kepada Soeharto agar Soeharto yang pada saat itu Pangkostrad dan berpangkat Letnan Jenderal untuk mengambil alih kekuasaan untuk ketertiban dan keamanan yang kacau balau.

Supersemar ini menjadi penting karena di sinilah tonggak atau tanda beralihnya Orla (Orde Lama) pimpinan Presiden Soekarno ke Orba (Orde Baru) pimpinan Soeharto.

Akan tetapi kelanjutannya kemudian, Supersemar ini masih mengandung kontroversial hingga sekarang.

Ada 3 versi Supersemar yang beredar yang mana ketiganya diyakini diragukan keasliannya. Upaya ANRI (Arsip Nasional Indonesia) untuk mencari Supersemar asli belum ketemu ujung pangkalnya hingga kini.

Salah satu dari ketiga versi Supersemar itu adalah versi Jenderal Muhammad Yusuf. Dalam biografi Muhammad Yusuf karya Atmadji Sumarkidjo, berjudul "Panglima Para Prajurit", Muhammad Yusuf mengatakan "Jangan tanyakan lagi ke saya, yang asli sudah dibawa Basoeki Rachmat ke Soeharto,".

Supersemar yang beredar sekarang dan tercatat dalam buku-buku sejarah adalah Supersemar yang dikeluarkan oleh Mabad (Markas Besar Angkatan Darat). Dimana kini keberadaan yang asli?

Muhammad Yusuf mengatakan jika Supersemar itu ditulis oleh Komandan Cakrabirawa Brigadir Jenderal Saboer dengan rangkap 3. Yang utama diteken Soekarno lalu diberikan ke Soeharto. Setelah itu keberadaan surat itu konon tidak tahu dimana rimbanya lagi.

Salinan yang kedua dipegang oleh Brigadir Jenderal Saboer, dan salinan yang ketiga oleh Jenderal Muhammad Yusuf sendiri. Keduanya (naskah kedua dan ketiga) tidak pernah diteken Soekarno.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline