Kembali ke awal, dimana sebagian besar wilayah Indonesia saat itu sangat dipengaruhi oleh Belanda. Namun ada satu pulau yang ada di Nusantara ini dipengaruhi oleh Portugis.
Sejak abad ke 16, Timor Timur yang berbatasan dengan provinsi Nusa Tenggara Timur di Indonesia, ini diduduki oleh bangsa Portugis. Dalam perjalanannya kemudian, kelompok Fretilin, atau Front Revolusi Kemerdekaan Timor Leste, menyatakan kemerdekaannya pada 28 Nopember 1975.
Sembilan hari kemudian, Indonesia menganeksasi wilayah yang disebut dengan Bumi Lorosae itu. Indonesia memporak-porandakan Bumi Lorosae dan menjadikan Timor Timur menjadi bagian wilayahnya, provinsi ke 27.
Inilah cikal bakal yang mana pada nantinya, orang-orang Timor Leste tersebut menyebutkan Indonesia itu sebagai negara penjajah yang kejam dan pembantai.
Bimbang dengan apa yang terjadi, didukung oleh PBB, pada Agustus 1999, mereka mengadakan jajak pendapat. Pada hasilnya, mayoritas mereka memilih untuk merdeka dari Indonesia.
Tak lama berselang setelah referendum itu, milisi anti Kemerdekaan Timor Timur yang didukung oleh militer TNI mengadakan kekerasan. Hampir 1.500 penduduk Timor Timur dibunuh dan lebih dari 300.000 penduduk terpaksa mengungsi ke Timor Barat.
September 1999, Interfet, Angkatan Udara Internasional Untuk Timor Timur diterjunkan ke Bumi Lorosae untuk mengakhiri penganiayaan. Setelah itu, pada akhirnya, Timor Timur resmi diakui sebagai sebuah negara pada 20 Mei 2002. Nama Timor Timur berubah menjadi Timor Leste.
Waktu berlalu, hampir dua dekade kemudian, mantan Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri mengatakan bahwa hubungan negaranya dengan Indonesia terus membaik, kendati masih ada beberapa masalah yang belum terselesaikan yang melibatkan kedua negara.
Arab News yang mewawancarai Alkatiri, memuat pernyataan Alkatiri yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan "pendukung terbesar" Timor Leste.
Patut dicatat, Mari Alkatiri adalah Perdana Menteri pertama (2002-2006). Mantan Sekretaris Jenderal Fretilin itu mengatakan hubungan Timor Leste dengan bekas penjajahnya itu sebagai "luar biasa dan sangat baik".
Dalam artikel yang dimuat Arab News, 25 Mei 2018, itu, Alkatiri menjelaskan soal masih adanya masalah yang dimaksud adalah perbatasan darat dan laut dengan provinsi Nusa Tenggara Timur di Indonesia.