Lihat ke Halaman Asli

Rudy W

dibuang sayang

Bagi Orang Lamalera Ikan Paus Merupakan Hadiah Besar dari Tuhan

Diperbarui: 14 Mei 2018   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

robbwolf.com

Lamalera menjadi terkenal di dunia saat ini terutama karena budaya menangkap ikan paus secara tradisional. Media menyebut mereka sebagai pemburu ikan paus, namun masyarakat setempat menolak julukan itu karena sebetulnya mereka hanya "mengambil saja" dari laut di Lamalera yang mereka sebut Ina Lefa atau Bunda Laut.

Kampung Lamalera terletak di pantai selatan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dahulu pulau ini bernama Lomblen dan menjadi bagian dari kabupaten Flores Timur. Sekarang Lembata telah dimekarkan menjadi kabupaten sendiri. Lamalera sendiri dalam bahasa setempat berarti piring matahari. Tak heran kampung dengan pantai karang ini benar-benar terasa panas. Asal muasal orang Lamalera adalah dari Luwuk di Sulawesi.

Kampung Lamalera menjadi terkenal di dunia saat ini terutama karena budaya menangkap ikan paus secara tradisional. Media menyebut mereka sebagai pemburu ikan paus, namun mereka menolak julukan itu karena sebetulnya mereka hanya "mengambil saja" di laut Lamalera yang mereka sebut sebagai Ina Lefa atu Bunda Laut.

Ikan paus tidak selalu bermain di laut Lamalera, terkadang dalam suatu musim tangkap, biasanya Mei hingga Oktober, tak seekor paus pun yang mampir di "halaman" laut Lamalera. Di saat seperti itu, nelayan Lamalera kembali menjadi nelayan biasa yang menangkap ikan terbang, tuna, pari dan lain-lain.

RITUAL AGUNG

Penangkapan ikan paus bagi orang Lamalera merupakan suatu ritual yang agung. Bagi mereka ikan paus merupakan hadiah besar dari Tuhan. Mereka menyebutnya sebagai knato atau "paket". Seperti hadiah umumnya, tidak secara teratur bisa didapatkan dan waktunya tidak bisa ditentukan.

Pada awal Mei biasanya orang Lamalera berkumpul di tepi pantai dan melakukan acara ceremoti, duduk bersama sambil membicarakan nasib kampung. Orang Lamalera percaya sekali jika suatu tangkapan berkurang itu menandakan ada yang salah di darat, dan persoalan darat ini harus diselesaikan dahulu, dengan duduk bersama dalam suasana damai. Persoalan-persoalan keluarga diselesaikan atau dicarikan jalan keluarnya. Musim lefa lalu dimulai dengan melarungkan nama-nama keluarga yang telah meninggal di laut, berdoa buat mereka dalam sebuah perayaan Misa Katolik di bibir pantai.

Ritual lain yang dilakukan adalah mengunjungi batu paus di atas bukit Labalekang, di mana para tuan tanah melakukan acara-acara persembahan kepada leluhur untuk meminta berkat bagi musim melaut yang akan tiba.

Mendapatkan ikan paus bagi nelayan Lamalera merupakan sebuah berkat. Ikan yang dibagi dengan adil tersebut dengan mengikuti tata cara pembagian yang sudah turun temurun, menjadi tali pengikat silaturahmi antara orang pantai dengan tandem dagang mereka orang darat (gunung).

Tandem barter ini disebut dengan karafate, di mana ibu-ibu Lamalera pergi "pnetan" atau menukar hasil tangkapan laut dengan kampung-kampung tetangga yang lebih banyak menghasilkan panen pertanian. Ini dilakukan ibu-ibu Lamalera setiap hari pada pagi buta setelah mempersiapkan makanan buat anak yang sekolah atau buat suami yang melaut. Para ibu ini mulai menyebar ke kampung-kampung pedalaman.

Pada hari Sabtulah baru mereka bertemu di pasar tradisional bernama Wulandoni. Di sinilah wajah-wajah laut bertemu wajah-wajah daratan, tukar cerita, tukar informasi, bersenda gurau sambil dengan takaran-takaran yang mereka sendiri pahami. Wulandoni adalah rendezvous mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline