Lihat ke Halaman Asli

Rudy W

dibuang sayang

Benarkah Indra Penciuman Manusia Tidak Sebaik Spesies Lain?

Diperbarui: 24 April 2018   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER GAMBAR: Handout/Bobi

Indra penciuman adalah indra yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar dengan mudah dengan mencium aroma makanan tersebut.

Di dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut halus yang berfungsi untuk menyerap kotoran yang masuk melalui sistem pernafasan. Selain itu ada juga konka nasal superior yang berfungsi untuk mendeteksi bau-bauan yang masuk melalui hirupan nafas.

Tahukah Anda, selama berabad-abad beredar mitos bahwa indra penciuman manusia tidaklah sebaik spesies lain? Sebuah studi terbaru telah mematahkan mitos tersebut.

Dalam studi yang dilaporkan di jurnal Science itu, John McGann, pakar neurologi dari Rutgers University, menganalisis sejumlah literatur sejarah dan penelitian terdahulu yang membuat orang memiliki kesalahpahaman tentang inferioritas indra penciuman manusia.

McGann menguak bahwa anggapan tentang kemampuan membau manusia yang lemah bersumber dari Paul Broca, ahli bedah otak dan antropolog abad ke-19. Pada 1879, Broca menulis bahwa volume area olfaktori dalam otak manusia jauh lebih kecil dibanding area otak lain. Tidak seperti mamalia lain, manusia tak perlu mengandalkan indra penciuman untuk bertahan hidup.

Teori Broca ini begitu berpengaruh sampai-sampai pakar neurologi Austria yang juga bapak psikoanalisis, Sigmund Freud, turut meyakini bahwa inferioritas indra penciuman manusia telah membuat kita lebih rentan terhadap gangguan mental.

Faktanya? Memang, bulbus olfaktori kita - hanya 0.01 persen dari total volume otak (bandingkan dengan 2 persen pada tikus). Namun, ditinjau dari proporsi ukuran, organ olfaktori manusia sesungguhnya cukup besar (60 milimeter pada otak dewasa).

Selain itu, jumlah saraf olfaktori manusia hampir sama dengan mamalia lain. Ini membuat manusia sanggup mendeteksi nyaris 1 triliun jenis bau yang berbeda. Hanya saja, manusia mungkin memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap bau tertentu jika dibandingkan dengan anjing atau tikus.

Sepanjang hari, sel-sel khusus dalam hidung menangkap zat kimia dari luar, lantas mengirimkan sinyal ke bulbus olfaktori. Bulbus ini lantas mengirim informasi ke bagian otak lain yang akan menghubungkan bau tersebut dengan stimulus di lingkungan, bahkan memori dan emosi kita.

"Manusia sanggup menyusuri jejak bau," tegas McGann. "Perilaku dan afektif kita juga dipengaruhi indra penciuman."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline