Lihat ke Halaman Asli

Rudy Wiryadi

Apapun yang terjadi

Pro dan Kontra Panjat Pinang, Warisan Belanda yang Masih Ada Hingga Sekarang

Diperbarui: 8 Oktober 2021   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Lomba panjat pinang (nasional.tempo.co)

Setiap datang tanggal 17 Agustus setiap tahunnya tidak lengkap rasanya perayaan kemerdekaan Indonesia itu dimeriahkan oleh berbagai lomba, mulai dari lomba makan kerupuk, balap karung, membawa kelereng di sendok, dan panjat pinang.

Ujung tiang yang terbuat dari batang pohon pinang diikatkan dengan berbagai macam barang. Mulai dari makanan, sepeda, radio, kaos, dan sebagainya.

Sejumlah anak atau pemuda berlomba-lomba menaiki batang pohon pinang itu untuk mencapai puncaknya dan meraih barang yang diinginkannya. Sebelumnya, batang pinang ini dilumuri dulu oleh pelumas supaya "seru" sehingga tidak mudah begitu saja anak-anak atau pemuda itu menaiki batang dan meraih hadiahnya.

Dalam upaya mendahului para peserta lainnya, mereka bahkan saling injak satu sama lain.

Asep Kambali, sejarawan sekaligus founder KHI (Komunitas Historia Indonesia) mengatakan tradisi panjat tebing di Indonesia dalam sejarahnya dimulai dari jaman penjajahan dulu.

Pada sekitar tahun 1920-an, perlombaan panjat pinang itu disebut dengan Klimmast, yang artinya "memanjat tiang".

Biasanya Klimmast itu digelar pada setiap tanggal 31 Agustus untuk memperingati perayaan ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina yang berulangtahun pada 31 Agustus.

Hadiah yang dikaitkan di ujung tiang itu adalah barang-barang mewah menurut jamannya seperti pakaian, bahan makanan, dan sebagainya.

Sama seperti sekarang, tiang itu diberi pelicin dulu sebelum lomba supaya "seru".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline