Lihat ke Halaman Asli

Jangan Pernah Jadi Perokok

Diperbarui: 11 Agustus 2017   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER: sehatcenter.com

Sulit terdeteksi, minim gejala, tapi risiko kematian besar. Itulah kanker paru, penyebab kematian akibat kanker terbesar di dunia. Mengenali faktor risiko dan deteksi dini menjadi hal yang mendesak di tengah mahalnya pengobatan yang satu ini.

Lebih dari separuh orang yang memiliki kanker paru meninggal dalam kurun waktu satu tahun setelah diagnosis.

Studi yang dilakukan terhadap para penyandang kanker selama 38 tahun oleh National Cancer Institute di Amerika ini menunjukkan betapa harapan hidup untuk penderita kanker paru begitu rendah dibandingkan dengan kanker lain.

Menurut Dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), PhD, staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Respirasi FKUI, ini tak lepas dari karakteristik kanker paru yang khas.

"Kanker paru sulit ditemukan. Kalau sudah terdeteksi, pasien umumnya tidak tertolong. Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal," ujar dokter yang bertumpu di RSUP Persahabatanini.

Dr. Elisna menambahkan bahwa perjalanan sel kanker paru cukup panjang. Jika kanker terdeteksi 1 centimeter saja dengan CT scan, itu berarti awal kanker sudah terbentuk 10 tahun sebelumnya.

Jika organ paru-paru kita dibuka dan direntangkan, maka luasnya akan sama dengan lapangan bola. Karena itu, wajar jika ada sel kanker 1 centimeter yang tidak bergejala khas, kecuali ia tumbuh tepat di saluran napas. Itulah sebabnya deteksi dini sangat penting.

Di Indonesia, problem dan tantangan kanker paru berbeda dari negara lain.

Dr. Niken Wastu Palupi, MKM, Kepala Sub-Direktorat Kanker, Kementerian Kesehatan RI, menguak bahwa selain kasus baru yang terus meningkat, pembiayaan juga semakin tinggi - kanker paru adalah pos pembiayaan tertinggi ketiga BPJS pada 2016.

"Ini yang membuat Kemenkes RI memutuskan untuk mengambil langkah-langkah intervensi, diantaranya dengan mengampanyekan pentingnya memelihara lingkungan sehat, menjalankan gaya hidup sehat, mengetahui faktor risiko, dan melakukan deteksi dini," papar Dr. Niken.

Sementara itu, untuk mereka yang sudah terdiagnosis, maka yang bisa dilakukan semaksimal mungkin adalah penatalaksanaan kasus, pencegahan komplikasi, rehabilitasi, dan menjalankan program paliatif agar kualitas hidup pasien dapat meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline