Cemburu diyakini sebagai tanda cinta. Padahal cemburu yang tidak pada tempatnya berpotensi mengganggu bahkan menghancurkan hubungan. Bagaimana cemburu yang benar dan menyehatkan?
Mudah saja menilai seseorang cemburu atau tidak, jika ia tampak resah saat pasangan tak ada di dekatnya, sensitif, stalking atau mencari tahu via telepon genggam atau sosial media pasangan, banyak bertanya, memonitor gerak gerik pasangan, curiga pada pasangan dan jika bicara menjadi agak ketus, cemas, padahal tidak jelas penyebabnya. Itulah ciri-ciri cemburu yang lazim pada seseorang.
"Sejatinya cemburu tak lebih dari luapan emosi," ungkap Rani Agias Fitri, M.Psi, Psikolog, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara.
"Emosi yang kompleks karena di dalamnya ada perasaan takut ditinggalkan, perasaan terhina, dan kemarahan. Bukan perasaan terancam ketika ada orang lain yang akan mengganggu atau menjadi orang ketiga dalam hubungan romantis. Masyarakat menganggap cemburu itu perasaan takut ditinggalkan, padahal belum tentu, sebetulnya itu masalah persepsi yang kita miliki," papar Rani.
Aditia Samesti, M.Psi, Psikolog, dari ABusiness Consultan menyatakan,"Faktor lain sebab cemburu bisa karena masa lalu dan lingkungan yang berpotensi memunculkan suatu kecurigaan. Contoh, pasangan yang bekerja dengan banyak wanita-wanita cantik atau pria-pria tampan seperti di dunia hiburan. Selain itu sifat pasangan yang sangat ramah dan digandrungi banyak orang, jadi kekhawatiran tersendiri dibanding orang yang selalu formal, cenderung kaku, walaupun hal tersebut tidak mutlak."
Secara ilmiah ada dua jenis cemburu atau jealous, yaitu:
- Cemburu yang bersifat curiga, hampir sama dengan cemburu buta. Kecemburuan yang sifatnya kronis, pada dasarnya dia memiliki sifat tidak mudah percaya, mudah curiga, merasa terancam, sementara ancaman tersebut tidak ada.
- Cemburu reaktif merupakan perasaan cemburu yang ancamannya memang benar-benar ada. Jenis inilah yang paling banyak dialami oleh sebagian besar orang.
Rani menambahkan, "Banyak hal yang bisa memicu cemburu, seperti ketergantungan yang berlebihan pada pasangan, neuroticism atau mudah cemas, merasa tidak nyaman dengan sendiri juga dengan pasangan, merasa dirinya tidak pantas untuknya."
Menurutnya, cemburu tidak selalu negatif, apalagi cemburu yang wajar dibutuhkan untuk memupuk rasa cinta terutama di masa awal menjalin hubungan. Seiring berjalannya waktu, mestinya tumbuh rasa percaya sehingga cemburu tidak berlaku lagi. Mungkin, bagi pasangan yang dicemburui sering kali membuatnya merasa begitu berharga bagi pasangannya.
"Karena dengan cemburu ini memberi sinyal terjadinya sesuatu pada hubungan. Tetapi akan jadi masalah kalau cemburunya tidak beralasan, berlebihan bahkan tidak realistis. Ketika seseorang yakin ada hal yang mengancam hubungannya, tetapi ketika tidak ada bukti atau ada masalah dengan dirinya, tanyakan pada diri sendiri mengapa timbul rasa cemburu yang yang tak beralasan. Itu tandanya cemburu buta loh, bahkan pasangan kita bisa tidak nyaman dan berdampak pada perpisahan," tutur Rani.
"Cemburu yang sehat dan proporsional tetap dibutuhkan, sebagai ungkapan ekspresi bahwa dia memang mencintai dan ingin menjaga hubungan ini. Terapi cemburu buta bisa merusak hubungan. Yang namanya buta itu tidak melihat, kalau tidak melihat pasti banyak nabraknya. Karena kendali diri yang lemah dan bersikap irasional," Tia menambahkan.
Ketika sebuah hubungan sering diwarnai rasa cemburu, kedua psikolog ini menyarankan untuk segera mengevaluasi letak masalah sebenarnya.