Lihat ke Halaman Asli

Atasi Konstipasi pada Anak

Diperbarui: 16 Juni 2017   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

susah BAB pada anak || Sumber: www.parenting.co.id

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak dan balita bisa mengalami konstipasi alias kesulitan buang air besar. Jika ini terjadi, Anda tak perlu panik berlebihan, tapi jangan pula mengabaikan. Berikut kiat atasi konstipasi anak dari para pakar.

Sudah tiga hari Anto mengeluh tak bisa buang air besar. Bocah berusia empat tahun ini hanya bisa menangis kala rasa mulas mulai mendera, apalagi jika ia harus nongkrong berlama-lama di toilet tanpa berhasil membuang hajatnya. Seisi rumah ikut pusing dengan masalah yang dialami Anto. Akhirnya, sang bunda berinisiatif membawa Anto ke dokter anak.

Sebenarnya, bukan hal aneh ketika konstipasi atau susah buang air besar dialami si kecil. Prevalensi konstipasi atau sembelit pada anak memang cukup besar, khususnya anak usia 2-6 tahun.

Kondisi seperti apa yang bisa kita golongkan sebagai konstipasi? Menurut Dr. Badriul Hegar, Ph.D., Sp.A(K), Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, anak disebut mengalami konstipasi bila memenuhi dua dari berbagai kriteria berikut: buang air besar kurang dari dua kali dalam seminggu, teraba benjolan tinja pada perut kiri bagian bawah, tinja keras dan kering, tinja keluar besar-besar atau kecil-kecil seperti kotoran kambing, dan kecepirityaitu tinja keluar tanpa terasa dan mengotori celana dalam.

Sementara itu, menurut Dr. Frieda Handayani, Sp.A, dari RS Evasari, ada dua aspek batasan konstipasi pada anak, yaitu frekuensi dan konsistensi. Dari segi frekuensi, konstipasi terjadi saat buang air besar (BAB) kurang dari tiga kali seminggu. Dari segi konsistensi, bentuk tinja lebih keras. Pasien sendiri biasanya mengeluh nyeri saat buang air besar.

"Frekuensi normal BAB pada anak tergantung usia. Dibawah usia satu tahun bervariasi, bisa satu sampai enam kali per hari. Sementara itu, diatas tiga tahun biasanya sekali sehari," kata Dr. Frieda.

Gejalanya, menurut Dr. Hegar, adalah frekuensi BAB yang berkurang. Jika tadinya setiap hari, kini menjadi beberapa hari sekali. Atau, anak sering mengejan tetapi tidak segera diikuti keluarnya tinggi.

"Bila sudah berlangsung lama, anak yang sudah agak besar sering mencari tempat di pojokan bila akan BAB. Bila tinja keras, tidak jarang setiap BAB diikuti darah yang umumnya disebabkan oleh robekan di sekitar anus. Pada kasus yang sudah kronis, anak sering mengalami kecepirit yang mengotori celana. Jelas, semua gejala ini akan membuat anak merasa tidak nyaman," papar Dr. Hegar.

"Gejala konstipasi yang khas adalah sering mengeluh nyeri saat BAB, mual, dan jadi uring-uringan," Dr. Frieda menambahkan.

Menurut Dr. Hegar, 90 persen konstipasi pada anak bukan disebabkan kelainan pada organ, melainkan faktor fungsional, misalnya akibat trauma setiap akan BAB. "Anak di berbagai usia bisa mengalami konstipasi, sangat bergantung dari penyebabnya," katanya.

Sementara itu, menurut Dr. Frieda, 90-95 persen pemicu konstipasi adalah diet yang tidak benar, yaitu kurangnya serat dan asupan air putih. "Konstipasi pada anak juga bisa dipicu toilet training yang gagal, ketika orangtua tak mampu mengajarkan anak yang sudah waktunya buang air besar sendiri," tegas Dr. Frieda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline