Lihat ke Halaman Asli

Doesn’t Matter

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kalimat di atas diucapkan oleh salah satu orang terkaya di dunia, Bill Gates kepada Steve Jobs, saat Jobs marah kepadanya karena ia menuduh Gates mencuri ide user graphical interface untuk sistem operasinya, Windows. Jobs marah karena ia merasa Apple-lah yang pertama menerapkan antar-muka grafis pada mesin Lisa dan kemudian Macintosh. Tapi Gates yang memang pandai berdebat, mengatakan bahwa mereka berdua memang sama-sama pencuri. Jobs mencuri ide tersebut dari pusat riset Xerox di Palo Alto (PARC), dan Gates mencurinya dari Jobs, ketika mengunjunginya di markas besar Apple. Yang dicuri memang cuma ide, bukan teknologinya, karena mereka berdua memiliki engineer yang mumpuni untuk mewujudkan mimpi-mimpi kedua visioner kelas dunia itu.

Karena merasa kalah berdebat, Jobs berkata dengan suara lemah, “Punya kami lebih bagus!” Gates yang baru saja hendak berlalu, kembali lagi dan berkata, “Don’t you understand Steve, it doesn’t matter!” Saya tidak tahu, apakah kenyataannya memang benar-benar seperti itu, tetapi seluruh adegan ini saya lihat dari film Pirates of the Silicon Valley yang dibuat berdasarkan buku Fire in the Valley karya Paul Freiberger dan Michael Swaine (© 2000, McGraw Hil). Tetapi, yang diucapkan oleh tokoh Gates tersebut memang benar. Jobs memiliki team yang terdiri dari ahli-ahli teknologi informasi dan juga disainer yang paling berbakat. Tengok saja karya-karya monumentalnya sejak awal ia mendirikan Apple, didepak, lalu masuk lagi. Bahkan Pixar, perusahaan yang didirikannya setelah keluar dari Apple menjadi perusahaan animasi besar. Jobs memang ahli dalam memadukan seni disain dan teknologi.

Sedangkan Gates, jika Anda pernah melihat sistem operasi besutan Apple, akan sangat terasa beda touch nya jika dibandingkan produk Microsoft, yakni Windows. Tetapi, kenyataannya, indah, cantik, bagus tidak selalu berarti laku dijual. Windows sangat merajalela, baik original maupun bajakannya. Menurut web w3schools, per Desember 2013, Windows 7 menguasai pangsa pasar sebesar 55.9%, Windows 8 merayap di 8.2% (bahkan XP masih memiliki pangsa sebesar 11.6%), total 80.4%. Bandingkan dengan Mac yang berkisar di 9.2% dan Linux (yang digadang-gadang bisa menghadapi ekspansi Windows karena gratis) sebesar 4.8%. Microsoft hanya kalah di OS mobile. Apa rahasianya sehingga produk ini laku keras meski sering bikin kesal, karena mudah diserang virus, banyak celah keamanan, banyak bug sehingga butuh service pack, dan jika hang tidak memberikan informasi yang dimengerti manusia.

Banyak ahli-ahli pemasaran yang gemar membahas fenomena laku kerasnya produk Microsoft yang notabene bukan produk terbaik di kategorinya. Banyak alasan dibalik diterimanya sebuah produk di masyarakat. Untuk Windows, sederetan alasan tersedia. Tetapi yang jelas, seperti yang pernah dikatakan oleh Gates, doesn’t matter itulah yang menarik. Gates memang brilian, bukan di sisi teknologi, karena sebagian besar ide dan pengerjaannya dilakukan oleh team yang terdiri dari orang-orang hebat, lulusan terbaik dari universitas terbaik. Ia brilian justru di bidang manajemen. Kemampuannya untuk manajemen organisasi (ia mampu mengorganisir dengan baik individu-individu jenius) dan pemasaran luar biasa. Bahkan konon Warren Buffet, yang gonta ganti posisi terkaya nomor satu dengan Bill Gates, mengatakan bahwa jika Gates tidak berjualan produk IT, tetapi hamburger, ia tetap akan menjadi nomor satu. Kalimat sederhananya, Bill Gates memang jago jualan, doesn’t matter barangnya apa saja, bagus maupun tidak.

Disamping itu, tampaknya Microsoft juga memanfaatkan promosi gratis. Banyak kehebohan yang dilakukannya sehubungan dengan produknya itu. Secara pribadi, Bill Gates juga banyak dibicarakan. Bahkan produknya mungkin juga menjadi salah satu software yang paling banyak dibajak. Akibatnya jelas, karena sudah terbiasa menggunakannya, bajakannya ada dimana-mana, maka ketika harus membeli produk aslinya, tentu Windows yang akan dipilih. Linux yang sedari awal menjadi produk gratisanpun tak mampu tumbuh cepat. Mungkin karena persepsi pengguna yang menganggap bahwa Linux lebih cocok digunakan oleh orang-orang yang mengerti benar soal computer. Ya, Windows memang bisa diaplikasikan baik oleh orang awam yang agak-agak gaptek maupun para professional. Seorang teman yang awam soal komputer mengatakan bahwa untuk menginstalasi salah satu distro Linux, ia harus mengulang beberapa kali sampai frustrasi. Setelah terinstalpun, ia kebingungan mencari cara untuk menyambung printer, berbagi file, bahkan mengakses internet. Sedangkan untuk Windows, menurutnya, tinggal klik ‘Nex-next’ saja (maksudnya mungkin wizard). Bahkan di suatu seminar mengenai teknologi informasi, ketika ada seorang peserta yang menunjukan sikap antipati terhadap Microsoft dan begitu mendukung geraka open source yang mengedepankan Linux, sang pembicara yang merupakah salah satu pakar yang cukup disegani di lingkungan IT, mengoreksinya. Ia mengatakan bahwa Bill Gates adalah tokoh yang patut dihormati, karena dari pemikirannyalah dunia IT memperoleh bentuknya seperti sekarang ini. Windows tetap menjadi salah satu produk terpopuler dan lebih banyak orang yang menyukainya daripada membencinya.

Sebagai refleksi, seringkali dalam mengerjakan suatu produk, kita juga barangkali mengambil sikap ingin membuat segala sesuatunya sempurna. Sehingga, banyak waktu dihabiskan untuk menyempurnakan dan memoles. Akibatnya, ketika meluncurkan produk, kita menjadi bukan yang pertama, meski dengan produk yang lebih baik. Dan karena biayanya menjadi lebih tinggi, harga kita juga menjadi tidak kompetitif. Jadi tampaknya strategi penjualan harus digeser sedikit. Kita harus membuat produk yang layak dan mudah dijual, mudah digunakan, dan dipadukan dengan sedikit kehebohan seperti di atas. Bagaimanapun juga, tetapi Microsoft memang sangat menarik, tumbuh dari perusahaan kelas garasi oleh dua sahabat (Bill Gates dan Paul Allen) plus satu teman ‘kos’ (Steve Ballmer), ia menjadi perusahaan dunia dan membuat pemiliknya kaya raya. Meskipun kadangkala mereka kontroversi, tetapi doesn’t matter, yang penting harus diakui, bahwa mereka hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline