Pernahkah kita merasa hidup kita berada di titik nadir atau titik nol, semua yang sudah kita kerjakan tidak ada yang berhasil, kita merasa gagal, tidak berguna dan benar-benar merasa down.
Tapi.., ternyata itu bukan titik yang terbawah, ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Ternyata apa yang sebelumnya kita anggap sebagai batas penderitaan ternyata masih ada penderitaan yang lebih berat di depan kita.
Seperti kesuksesan yang merupakan rangkain dari kesuksesan-kesuksesan kecil yang telah kita raih sebelumnya demikian juga dengan kegagalan. Sebuah kegagalan bisa memicu kegagalan berikutnya.
Dalam dunia pasar saham salah satu strategi yang cukup sederhana namun efektif adalah strategi "closing the gap" atau membeli saham pada harga yang paling rendah atau pada titik terendah dalam tren grafiknya kemudian menunggu sampai harganya kembali ke atas atau menutup gap yang ada.
Namun ada dua masalah di sini, yang pertama adalah tidak seorangpun yang dapat memastikan bahwa harga saham saat ini merupakan harga terendah, bisa jadi besok harganya justru semakin turun.
Kedua, tidak ada seorangpun yang dapat memastikan kapan harga saham tersebut akan naik dan mencapai titik awal atau menyamai harga tertinggi sebelumnya.
Namun demikian persoalan menentukan harga terendah sebuah saham jauh lebih krusial dibanding menentukan harga tertinggi sebuah saham.
Bila kita salah menentukan harga tertinggi sebuah saham maka profit yang kita dapatkan tidak bisa maksimal, sebaliknya kalau kita salah menentukan harga terendah sebuah saham maka bisa jadi posisi kita nyangkut atau mengalami floating loss.
Keahlian dalam menentukan apakah sebuah saham telah mencapai harga terendahnya akan sangat mendukung kesuksesan seorang investor di pasar saham.
Sayangnya tidak ada seorangpun yang dapat memastikan apakah sebuah saham telah mencapai harga terendahnya dan selanjtunya akan naik harganya. Bila ada yang dapat melakukannya pasti dia akan menjadi kaya raya dalam waktu yang singkat.