Lihat ke Halaman Asli

Rudy Subagio

TERVERIFIKASI

Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Humor Sejatinya Mencerdaskan

Diperbarui: 8 Oktober 2021   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cak Lontong, komedian yang mengawali karier sebagai anggota Tjap Toegoe Pahlawan.| Sumber: Tribunnews/Jeprima

Siapa yang pernah menonton ludruk Tjap Toegoe Pahlawan di tahun 1990-an awal ? Saya mungkin termasuk salah satu orang yang  beruntung bisa menyaksikan awal berdirinya Ludruk ini dan menikmati pertunjukkannya pada acara-acara di kampus.

Ludruk Tjap Toegoe Pahlawan bermula dari divisi ludruk ITS yang kemudian berkembang menjadi ludruk elektro karena sebagian besar pemain di grup itu adalah mahasiswa teknik elektro ITS Surabaya angkatan 1988. 

Ludruk ini diberi nama Tjap Toegoe Pahlawan yang merupakan simbol dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang dilambangkan dengan Tugu Pahlawan.

Grup ludruk ini awalnya beranggotakan lima orang mahasiswa yaitu  Rahmat Hidayat alias Dargombes, Agus Lengki, Jackie Rahmansyah, Agus Basman, dan Lies Hartono atau yang kini akrab disapa Cak Lontong.

Cak Lontong dalam reuni grup ludruk Tjap Toegoe Pahlawan, Sumber: facebook.com/KreateCreativeProduction

Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur, terutama di Surabaya yang paling populer. Ludruk biasanya digelar di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan kidungan (pantun khas ludruk) yang diiringi dengan gamelan sebagai musik.

Pemain ludruk yang melegenda dari Surabaya diantaranya adalah Cak Durasim dan generasi selanjutnya adalah Cak Kartolo. Pada saat jaman penjajahan Jepang Cak Durasim bahkan pernah di tangkap oleh Polisi rahasia Jepang gara-gara saat pentas ludruk melantunkan kidungan "Pagupon omahe doro, melu Nippon tambah sengsoro". Yang artinya "Pagupon rumahnya burung dara, Ikut Nippon (Jepang) tambah sengsara".

Ludruk sebagai kesenian drama tradisional yang menghibur seringkali diselingi lawakan atau kidungan diplesetkan dengan tujuan untuk menghibur atau menyindir pihak tertentu namun dengan narasi yang logis dan membuat orang berpikir.

Salah satu kidungan dari grup ludruk Tjap Toegoe Pahlawan saat tampil di suatu acara di kampus ITS yang masih saya ingat sampai saat ini adalah "Isuk isuk jangan asem, awan-awan jangan asem, bengi-bengi jangan asem... ngono iku jenenge mlarat..". Artinya kurang lebih begini "Pagi-pagi menunya sayur asem, siang-siang menunya sayur asem, malam-malam menunya sayur asem, itu artinya (orang tersebut) miskin atau melarat"

Ludruk ini berkembang dan menjadi acara yang ditunggu-tunggu di setiap event di kampus dan akhirnya berkesempatan tampil di TV. Pada saat itu di Surabaya ada TV Swasta yang baru berdiri yaitu SCTV. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline