Lihat ke Halaman Asli

Rudy S. Pontoh

Konsultan Politik

Antara Janji Politik dan Angin

Diperbarui: 21 Agustus 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang sedang tren membicarakan soal janji-janji politik para pemimpin. Dan apapun yang berhubungan dengan janji-janji selalu menarik untuk dibahas. 

Tapi pernahkah kita memaknai secara mendalam apa sebenarnya yang dimaksud dengan janji politik? Mudahnya terjadi kerusuhan di Papua (dipicu peristiwa di Malang dan Surabaya) bisa jadi juga adalah sebuah bentuk letupan dari tumpukan kekesalan dikarenakan banyaknya janji politik berbagai rezim yang memerintah kepada warga Papua yang tidak termaknai dengan baik.

Sekitar 15 tahun lalu saya menulis buku ulasan dahsyat berseri dengan judul "Janji-janji dan Komitmen SBY-JK" (edisi 1 & 2) dan hingga hari ini (2019) ternyata buku itu masih tetap eksis.

Jika kita telusuri di Google dengan keyword "janji SBY JK Rudy" (tanpa tanda kutip) ternyata buku yang pernah menjadi best seller berkali-kali dan banyak berisi testimoni positif dari para profesor serta tokoh politik itu kini menjadi koleksi perpustakaan kepresidenan, perpustakaan DPR-RI, perpustakaan nasional, perpustakaan berbagai instansi pemerintah, perpustakaan kampus, dan beragam perpustakaan lain di Indonesia dan dunia.

Uniknya lagi, meski perpustakaan online seperti Google Books dan Scribd.com sudah menyediakan versi softcopynya yang bisa didownload gratis oleh siapa saja, edisi hardcopynya hingga kini tetap saja masih banyak dijual di marketplace maupun di toko-toko buku online (boleh jadi edisi bajakan).

Siapa nyana, dari penelusuran mendalam, buku itu telah menjadi referensi banyak kandidat doktor dan tokoh politik dari kalangan orang penting di negeri ini yang kini telah menjabat sebagai pemimpin.

Sebagai refleksi untuk memaknai janji-janji politik para pemimpin saat ini sekaligus untuk menggambarkan kedahsyatan buku ini mengupas tuntas soal janji sehingga pernah dianjurkan menjadi buku pegangan wajib semua calon pemimpin, beberapa bagian dari halaman pembuka buku itu saya kutip di sini (khusus buat yang belum baca).

"Kita, sejak dulu, adalah bangsa yang selalu bisa dengan mudah memaklumi dan bisa dengan sabar menunggu janji meski kita tahu apa yang kita tunggu itu adalah angin. Sebuah rezim, sebuah orde, sebuah pemerintahan sebenarnya adalah sebuah janji meski janji itu tidak pernah diucapkan atau ditandatangani. Ketika rezim Soeharto berkuasa, kita menunggu terjadinya angin 'keajaiban' sehingga kita bisa keluar dari genggaman rezim otoriter. 

Setelah dada terasa sesak menunggu, Soeharto berhasil dimundurkan dan datanglah angin  reformasi. Kita pun menunggu terjadinya perbaikan. Hingga hidung terasa sengak untuk bernapas karena banyaknya angin, perbaikan rasanya tak kunjung datang jua. Jadi, harus dilakukan perubahan. 

Maka datanglah angin perubahan. Kita pun menunggu kapan perubahan akan terjadi. Lima tahun ke depan setelah perubahan tak kunjung terasa dan dada kita semakin sesak karena banyaknya angin yang masuk mungkin akan berhembus angin baru yang bernama angin pelurusan. Alhasil? Ya, kita akan dengan setia menunggu meski kita tahu apa yang kita tunggu itu adalah angin."

"Kita adalah bangsa yang menanti. Sadar atau tidak, jauh di dalam hati, kita menikmati saat-saat penantian itu sebagaimana kita menikmati angin ketika sedang duduk di tepi pantai. Kita suka mendengar janji-janji, karena di dalam janji-janji itu terkandung sebuah harapan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline