Lihat ke Halaman Asli

Rudy S. Pontoh

Konsultan Politik

Poso, PNS.. Jadi Saya Harus Bilang Apa?

Diperbarui: 17 Agustus 2016   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebagai waketum di partai baru yang kini sedang naik daun dan ketua beberapa organisasi di Jakarta, saya sering dimintai memberikan sepatah kata baik di forum2 resmi maupun acara2 temu kangen nonformal dari tingkat RT hingga tingkat nasional. Satu hal yang selalu jadi kebiasaan saya untuk momen2 seperti itu adalah memperkenalkan diri saya terlebih dahulu untuk membangun keakraban dengan para hadirin. Banyak orang yang kemudian akan menjadi tertarik manakala saya menyebut saya lahir di Poso.

Ada 2 hal yang mungkin membuat mereka tertarik dan bertanya2 dalam hati. Pertama, koq ada orang dari daerah jauh yang penuh konflik nyasar di Jakarta dan jadi waketum di partai senasional yang ketumnya sempat bikin gonjang-ganjing dunia perpolitikan kita pada pemilu lalu? Gimana bisa ya? Kedua, bagaimanamana kabar Poso? Apakah dia betul2 orang Poso dan tahu tentang Poso? Kapan dia terakhir ke Poso?

Untuk pertanyaan pertama tak perlu saya jawab di sini. Untuk pertanyaan2 kedua biasanya saya hanya menjawab "Saya sering bolak-balik Poso dan keadaan Poso saat ini baik2 saja". Jawaban itu malah membuat mereka makin tertarik. Bukan apa2, bagi mereka Poso adalah nama yang sangat familiar, yang pernah dalam jangka waktu panjang hampir setiap saat mereka dengar di televisi dan mereka baca di berbagai media pemberitaan.

Maka, seperti sudah bisa saya prediksi sebelumnya, berbagai pertanyaan lanjutan tentang Poso pun akan terus dilontarkan: Bagaimana situasi Poso saat ini? Apakah Poso sekarang sudah aman2 saja? Masyarakat di sana sudah akur lagi? Semua pertanyaan tentang Poso bisa saya jawab dengan baik. Intinya, "Sintuwu Maroso, di sana kitorang samua basudara," begitu kira2 yang selalun saya ucapkan.

Tetapi yang justru membuat saya selalu bimbang untuk menjawab adalah pertanyaan2 yang berhubungan dengan perekonomian, "Gimana pertumbuhan ekonominya setelah terjebak dalam konflik yang berkepanjangan? Gimana kehidupan ekonomi masyarakatnya?" Untuk pertanyaan2 seperti ini biasanya saya jawab "Perekonomian di Poso memang sempat terpuruk dan sekarang sedang bangkit. Untuk itu kita membutuhkan partisipasi para investor untuk agar perekonomian Poso bisa kembali pulih dan lebih maju dari semula."

Saya jadi lega bisa menjawab itu. Tapi jauh di lubuk hati saya, saya bingung tidak tahu harus bilang apa melihat kenyataan yang ada. Saya jadi ingat beberapa tahun lalu seorang donatur kenalan saya di Jakarta bertanya apa yang bisa dibantu untuk Poso. Rupanya dia habis membaca cerita tentang pengungsi2 Poso akibat konflik yang masih banyak hidup di "perantauan" dalam keadaan miskin dan papa.

Dia jadi trenyuh. Saya kemudian memperkenalkan dia ke seorang teman yang kemudian memperkenalkan seorang tokoh agama sesuai agama yang dianut sang donatur. Belakangan saya dengar sang donatur rutin mengirimkan bantuan dana ke tokoh agama tsb untuk disalurkan ke pengungsi yang membutuhkan tanpa membeda2kan agama. Tokoh agama tsb hingga sekarang masih berteman dengan saya di FB sementara sang donatur kini sudah meninggal dunia.

Tapi apakah benar perekonomia Poso masih perlu "dibantu"? Saya jadi miris jika melihat kehidupan seorang PNS Poso. Saya tidak tahu berapa gajinya, tapi menilik dari gaya hidupnya dia tidak kalah dengan gaya hidup pengusaha2 di Jakarta. Padahal dia sama sekali bukanlah seorang pengusaha, tapi benar2 hanya PNS dengan jabatan sekretaris dinas.

Tinggal di rumah mewah (saya dengar untuk membangun rumahnya saja harus mendatangkan tukang2 dari Jakarta, begitupun bahan2 bangunannya harus dibeli di Jakarta), punya asset tanah lahan, dan rumah yang bertebaran di mana2. Bukan hanya itu, dua anaknya secara hampir bersamaan masuk perguruan tinggi swasta paling bergengsi di Jakarta, yang orang Jakarta saja berpikir 10X untuk bisa memasukkan anaknya ke situ. Bukan apa2, biaya masuknya saja mencapai Rp 500juta pe orang, belum uang sekolahnya. Hiiii....

Yang menjadi pertanyaan, dengan tingkat kehidupan semewah itu, apakah tingkat perekonomian masyarakat Poso memang benar2 sudah semakin maju? Apakah semua masyarakat merasakan kemajuan seperti itu atau hanya PNS? Bagaimana pertumbuhan ekonominya, indeks keparahan kemiskinan, tingkat inflasinya? Buat teman2 yang tahu jawabannya tolong jelaskan, agar saya dan semua teman yang berada di luar Poso tahu harus bilang apa jika ada yang menanyakan soal itu. (Rudy S. Pontoh).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline