Lihat ke Halaman Asli

Rudy Sangian

Praktisi Pelabuhan

Arti Sebuah Democracy Digital

Diperbarui: 29 Juni 2016   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat berdiam demokrasi masa depan ada di titik teknologi digital. Ruang publik bagi warga negara yang bebas aktif berkolaborasi, menyatu dan membahas berbagai persoalan dengan tingkat pemahaman yang berbeda-beda dapat di-voting secara demokrasi menggunakan teknologi digital.
Studi kasus Brexit (British Exit) referendum yang diterbitkan tanggal 23 Juni 2016 dan hanya dalam kurun waktu 3 (tiga) hari telah berhasil menurunkan Perdana Menteri Inggris dari jabatannya merupakan indikator nyata betapa hebatnya sebuah Democracy Digital.

Harus dipahami bahwa tidak hanya golongan masyarakat bawah dan atau para elite politik; berbagai mediapun terpecah-pecah dengan kekuatan yang relatif berimbang. Media besar yang dimaksud adalah: The Sunday Telegrah dan Sunday Times.
Selanjutnya, penolakan Brexit yang disampaikan oleh media ekonomi The Financial Times, The Observer dan Mail on Sunday juga gencar menyuarakan penolakan Brexit.

brexit-576dff58107f61bb1a32cf4a.jpg

Pisahnya Inggris yang sudah menjadi bagian Uni Eropa selama 43 tahun dan majalah The Economist menulis secara khusus bahwa pendirian Uni Eropa itu melibatkan proses panjang dan rumit.
Yang tak bisa dibayangkan adalah hanya dalam waktu singkat dapat diruntuhkan hanya dengan sebuah Referendum Democracy Digital.

Demokrasi yang ada di negara kita sesungguhnya demokrasi prosedural yang belum mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya. Sejak dari dulu sudah ada istilah GolPut yakni: mereka yang sudah tidak percaya lagi dengan mesin-mesin ParPol yang ada. Digital Democracy secara alamiah dapat bertumbuh pesat sesuai dengan kemajuan zaman. Dapat menampung gagasan & ide yang berbeda-beda melakukan berbagai voting dengan tujuan terjadinya sebuah integritas yang transparan.

Kiranya ini dapat menciptakan kewaspadaan bagi mereka yang jadul, tidak ngerti teknologi digital, masih menggunakan paradigma konstelasi "atur-atur" politik dan sekaligus yang gemar melakukan pencitraan yang berakhir mengecewakan nurani rakyat.
Cepat atau lambat Democracy Digital tidak hanya terjadi di dunia barat tetapi bisa terjadi di Indonesia sehubungan dengan aneka ragam kekecewaan rakyat.

Fenomena KTP AHOK

Melihat perkembangan fenomena kumpulan KTP Ahok maka masih harus diamati terus sesuai dengan jalannya waktu ini sehingga masyarakat makin menyadari tentang arti transparansi sebuah Digital Democracy yang mewakili suara dan nurani rakyat.
Jika Pilkada DKI mendatang ternyata hal ini berpengaruh besar maka nuansa demokrasi politik Indonesia akan bergeser total yang disebabkan adanya sebuah mesin elektronik baru yang disebut dengan Digital Democracy yang sanggup menjadikan mesin-mesin ParPol menjadi besi tua rongsokan jika tidak dibenahi mengikuti perkembangan zaman era digital ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline