PENJALURAN KEPABEANAN
Istilah jalur hijau dan jalur merah adalah terminologi kepabeanan Indonesia. Apapun jalur hijau atau jalur merah maka selalu berakhir dengan:
- Tanggal selesai gerakan dokumen persetujuan Bea Cukai yaitu: SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang)
- Tanggal riel keluar barang, yaitu: bisa H+0 sama dengan tanggal terbit SPPB, bisa H+n sesudah tanggal terbit SPPB.
Mengapa demikian ?
Karena sesudah tanggal terbit SPPB itu masih banyak prosedural yang harus dilakukan oleh Pemilik Barang Yang Dikuasakan kepada BUP Pelabuhan, kepada Agen Pelayaran, kepada Truk Pengambil Container dan sebagainya jika container tidak terkena relokasi berdasarkan PM 117 Tahun 2015 Tentang Pemindahan Barang Yang Melebihi Batas Waktu.
Oleh karena banyak ragamnya perilaku keluar barang berdasarkan kejadian riel di lapangan maka tanggal terbit SPPB, yakni: Official Document Kepabeanan itu tidak dapat dijadikan pedoman sebagai selesainya masa inap barang (Dwelling Time).
PERUBAHAN STATUS CONTAINER DARI FCL KE LCL
Container di mata Perusahaan Penyedia Jasa Logistik (PJL) adalah kemasan barang (cargo). Untuk menghemat Biaya Sewa Container maka PJL men-strategi-kannya dengan cara: satu kali jalan per Container diisi dengan banyak barang (cargo) yang berbeda-beda Pemilik Barangnya.
Untuk mencegah 1 container tertahan (jalur merah) di pelabuhan maka PJL memberitahukan Bea Cukai untuk merubah status container dari FCL ke LCL. Artinya: 1 Container boleh diolah misalnya menjadi 5 dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan 5 dokumen SPPB.
Maksud dan tujuan ini adalah: jika satu Pemilik Barang terkena jalur merah maka Pemilik Barang lainnya tidak terganggu oleh jalur merah tersebut.
Hal ini menjadi tidak tepat untuk mengukur tanggal akhir inap (Dwelling Time), karena akan timbul pertanyaan: ini SPPB Container atau SPPB Cargo ?
KESIMPULAN - 1
Untuk menurunkan Dwelling Time yang berkenaan dengan tanggal akhir inap barang di pelabuhan itu tidak dapat mengandalkan SPPB sebagai bukti barang telah keluar pelabuhan.
Kedua, jika pembenahan jalur merah dan hijau itu dilakukan maka itu hanya mempercepat terbitnya SPPB. Namun di sisi lain SPPB tidak dapat dipegang sebagai tanggal akhir inap barang sebagaimana penjelasan di atas.
KERETA API PELABUHAN
Kita tahu bahwa container itu hanya kemasan dan di dalamnya ada banyak Pemilik Barang. Perubahan status container dari FCL ke LCL sebagaimana dijelaskan di atas adalah berdasarkan klasifikasi Pemilik Barang dengan aneka ragam alamat lokasi gudangnya.
Jika container ini diangkut menggunakan Kereta Api, lalu mau dibawa di mana container-container tersebut sementara alamat Penerima Barangnya itu tersebar ke seluruh penjuru Jakarta dan Pulau Jawa.
KESIMPULAN - 2
Lokasi Penerima Barang itu bersifat rahasia untuk tujuan keamanan barang dan hanya diketahui oleh PJL sebagai Pemilik Barang Yang Dikuasakan.
Di sisi lain, alamat itu tidak pernah disebar-luaskan dengan alasan dapat menjadi "celah" bagi PJL lainnya untuk mendekati Original Pemlik Barang dengan tujuan bersaing harga rendah.
Oleh pertimbangan bisnis dan kompetisi sesama PJL maka alamat Pemilik Barang hanya diketahui bagi PJL yang dikuasakan.
Adanya transporter lain yaitu Kereta Api maka timbul pertanyaan sebagai berikut:
- Bagaimana barang itu diangkut dari Quay Yard berdasarkan lokasi Penerima Barangnya sementara data-data itu bersifat rahasia di antara sesama PJL yang dikuasakan. Data-data itu tidak mungkin diserahkan kepada Operator Kereta Api karena secara bisnis bukanlah Pihak Yang Dikuasakan.
- Bagaimana dengan transporter truk yang selama ini mendapat uang pendapatan dari angkutan barang ? Hadirnya Kereta Api pelabuhan dapat mengganggu uang pendapatan mereka.
KEKUATAN ALAT BONGKAR MUAT PELABUHAN
Mari kita lihat gambar Container Crane (CC) di bawah ini:
Ukuran kecepatan bongkar muat menggunakan CC adalah: BSH (Box Shift per Hour). Jika BSH = 30 artinya: ada 30 box container yang dibongkar per jam.